HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit menular yang hingga kini masih menghadapi tantangan besar, bukan hanya dari segi medis, tetapi juga dari stigma sosial yang melekat padanya. Banyak orang yang salah memahami cara penularan HIV/AIDS, sehingga menciptakan ketakutan berlebih dan berujung pada diskriminasi terhadap penderita. Dalam banyak kasus, pengucilan terhadap penderita HIV/AIDS terjadi karena anggapan keliru bahwa penyakit ini sangat mudah menular, bahkan melalui kontak sehari-hari seperti berjabat tangan atau berbagi peralatan makan.
Meskipun berbagai kampanye edukasi telah dilakukan, pengucilan terhadap penderita HIV/AIDS masih sering ditemukan di masyarakat. Perlakuan ini tidak hanya melukai secara emosional, tetapi juga menghambat upaya penderita untuk mendapatkan pengobatan dan dukungan sosial yang mereka butuhkan. Stigma dan diskriminasi ini menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan besar dalam pemahaman masyarakat mengenai HIV/AIDS
Penyebab pengucilan terhadap penderita HIV/AIDS
1.Kurangnya Pemahaman Masyarakat
Banyak orang masih keliru memahami bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui kontak sehari-hari, seperti berjabat tangan atau berbagi alat makan. Ketidaktahuan ini memunculkan ketakutan yang tidak berdasar dan mendorong pengucilan.
2.Budaya dan Kepercayaan yang Salah
HIV/AIDS sering dianggap sebagai akibat perilaku tidak bermoral, seperti penggunaan narkoba atau hubungan seksual bebas. Stigma ini membuat penderita dipandang negatif secara sosial dan moral.
3.Pengaruh Media dan Sosial
Informasi keliru di media dan komentar negatif di media sosial memperkuat stereotip dan stigma terhadap penderita HIV/AIDS, sehingga mereka semakin dikucilkan.
Dampak pengucilan terhadap penderita HIV/AIDS
Pengucilan terhadap penderita HIV/AIDS memiliki dampak yang sangat merugikan, baik secara psikologis, sosial, maupun kesehatan. Dari sisi psikologis, penderita sering mengalami stres, kecemasan, hingga depresi akibat perlakuan diskriminatif yang membuat mereka kehilangan rasa percaya diri. Secara sosial, pengucilan mengakibatkan mereka terisolasi dari keluarga, teman, dan komunitas, sehingga kehilangan dukungan moral yang sangat dibutuhkan. Dampak ini juga memengaruhi kesehatan, karena stigma sering kali membuat penderita enggan mencari pengobatan atau melanjutkan terapi antiretroviral (ARV), yang berujung pada penurunan kualitas hidup dan peningkatan risiko penularan penyakit.