Kewenangan BPKP dalam melakukan audit kerugian negara juga pernah dipertanyakn Prof. Yusril Ihza Mahendra saat beliau menjadi kuasa hukum yang memenangkan Dahlan Iskan dalam sidang Pra Peradilan atas penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka dalam kasus proyek Gardu Listrik PLN. Yusril menilai jaksa mengabaikan pasal 10 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK dan Fatwa Mahkamah Agung Nomor 068/KMA/HK. 01/VII/2012 yang berbunyi :“Yang memiliki kewenangan untuk menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum adalah BPK serta jumlah kerugian negara yang dapat dipertimbangkan dalam proses peradilan adalah jumlah kerugian negara yang dinilai dan/atau ditetapkan dengan keputusan BPK". Dua aturan itu intinya menyebut BPK yang berwenang menilai dan atau menetapkan jumlah kerugian negara. (sumber : JPNN.com)
Bahkan pakar Hukum Acara Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir yang dihadirkan sebagai saksi ahli mengatakan bahwa lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena itu, jika tidak disertai bukti kerugian negara dari BPK, unsur korupsi dalam penyidikan belum terpenuhi.
”Penyidikan kasus korupsi harus dilengkapi audit investigasi yang pro-justitia yang hanya bisa dilakukan BPK. Jadi, yang diperlukan adalah audit investigasi BPK secara menyeluruh. Bukan sekadar menghitung apa yang ditemukan penyidik," jelasnya.
"Kalau sekadar menghitung, tiap orang mungkin bisa. Tapi, apakah dia punya kompetensi? Untuk menghitung yang rumit harus diserahkan kepada ahlinya. Penyidik boleh menyatakan adanya kerugian negara apabila misalnya disuruh beli sesuatu 5 buah namun hanya dibeli 1, maka itu penyidik boleh menyatakan ada kerugian negara. Tetapi apabila untuk menghitung pembangunan suatu bangunan yang mengakibatkan kerugian negara harus dihitung oleh ahlinya dalam hal ini BPK,” tegasnya. (sumber : JPNN.com)
Maka berdasarkan kajian hukum dan pendapat para pakar tersebut di atas, sangatlah jelas bahwa hasil audit BPKP tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menetapkan Akmal Ibrahim sebagai tersangka. Adanya fakta hasil audit BPKP yang berbeda jauh dengan hasil audit BPK semakin menguatkan indikasi bahwa penyidik telah sewenang-wenang menyimpulkan bahwa Pengadaan Lahan PKS Abdya telah merugikan keuangan negara. Padahal, bila kita uji secara konstitusi, jelaslah sudah kalau Kewenangan Melakukan Audit Kerugian Negara ada pada BPK RI, bukan pada BPKP.
Semoga artikel ini dapat menyadarkan para penegak hukum dari 'gelapnya' mata hati yang menyesatkan mereka.
==================================================================================
KHAIRUNNAS
Follow @AnasDjabo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H