Mohon tunggu...
Durriyyatun Nawiroh
Durriyyatun Nawiroh Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

sepi dalam ramai, ramai dalam sepi, dan sewajarnya;

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ini Beberapa Modus Operasi Penipu (Belajar dari Pengalaman)

2 April 2013   15:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:51 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tindak kriminalitas di mana tempat baik masa lalu atau masa sekarang mungkin tak akan jauh beda dalam hal trik, modus atau apapaun itu istilahnya. Kalau lokasinya tempat ramai, maka trik A yang dipakai. Kalau sasarannya anak kecil, maka trik B bisa saja digunakan. Bahkan di jaman sekarang dengan banyaknya media sosial, meski tanpa bertatap langsung antara pelaku dan korban, trik-trik serupa pun bisa saja digunakan.

Beberapa kali saya mendengar cerita korban penipuan. Bukan sekadar bual-bual. Cerita meluncur langsung dari korban yang memang jadi orang-orang terdekat. Berikut saya ceritakan beberapa contoh di antara cerita yang saya terima.

Bocah yang Baik Hati Ditipu dengan Cara ‘Memelas’

Suatu hari, seorang bocah laki-laki yang sedang istirahat dari bersepeda sebab lelah mengayuh dalam jarak yang cukup jauh didekati oleh (lupa seorang atau dua orang) pemuda. Kemudian terjadilah obrolan sederhana di antara mereka.

“Jang, boleh pinjam sepedanya?”

“emangnya mau dipake kemana, ‘A?”

“ke rumah sebentar. Kalo jalan kaki bisa lama, butuh banget”

“terus saya gimana?”

“kamu nunggu di sini. Sebentar koq”

Begitu kurang lebihnya. Si Bocah meminjamkan sepedanya. Dia dengan setia menunggu dari sebelum dhuhur hingga akhirnya ia putuskan pulang pukul setengah dua (kira2) tanpa sepedanya.

Setibanya di rumah, ayah si bocah hanya menyuruhnya segera dhuhuran. Tapi sehabis itu ‘jeder!!!’

“mana sepedamu?” - “dipinjem orang”- “siapa?” - “ndak kenal” - “terus kamu tinggal pulang?”- “lha ditunggu lama ga datang-datang” - “kamu ditipu... itu sepeda mahal, El...!!! BMX”

Dan saya hanya diam menyaksikannya. Si Bocah adalah masku. Ahahaha, nasib... nasib...

Moga diganti BMW suatu hari. Amiin.

Kena Hipnotis Saat Akan Menyebrang, Akan Diculik?

Pagi-pagi, pamit pada bapak ibu main ke rumah teman. Diijinkan dengan syarat dhuhuran di rumah. Diiyakan.

Pukul dua tak juga pulang, bapak ibu mulai marah-marah “iki bocah kon dhuhuran nang omah yah mene rung bali-bali”

Bapak keluar mencari ke rumah teman-teman yang masih tetangga. Sampai ashar, tak ada juga.

Ba’da ashar, bapak mulai khawatir dan ibu cemas berkepanjangan. Bapak pergi mencari ke kantor polisi dan rumah sakit terdekat. Tak ada berita apapun juga.

Ba’da maghrib, beliau berdua sowan Pak RT (atau Pak RW? Saya lupa). Disarankan sowan kyai. Diiyakan. Entah apa yang dinasehatkan. Tapi seingat saya, sampai jelang tidur bapak ibu masih duduk gelisah di ruang tamu menanti anaknya pulang. Seorang kakakku yang lain duduk mendampingi. Saya dan adik disuruh tidur.

Esok paginya, saya teriak-teriak gembira. “Ibu, mas udah pulang”. Kecewanya saya ternyata saya orang yang terakhir tahu. “iya, semalam... kotor banget baju dan badannya”

Ternyata masku hanya ingat ketika dia akan menyebrang jalan di siang hari didekati seseorang dan tiba-tiba jelang tengah malam dia masih di tempat yang sama. Entah apa yang terjadi? Besar kemungkinan dihipnotis. Mau diculik? mungkin. Tapi dibalikin lagi. Ahaha, alhamdulillah...

Oia, dan dengan berat hati saya sampaikan. Korban di cerita kedua adalah korban cerita pertama.

Mengaku Teman, Jadinya Nurut Aja

Terjadi antara tahun ’94-’95. Dua orang bocah SD berjalan beriringan sepulang sekolah. Sebut saja bernama Bunga dan Mawar (jadi inget berita perkosaan :D ). Bunga biasanya menunggu jemputan. Tapi karena hari itu pulang gasik dan malas menunggu, maka Bunga memutuskan pulang bareng kakak kelasnya, Mawar.

Separuh perjalanan, sampailah mereka di bawah jembatan penyebrangan. Telah berdiri di situ seorang wanita berambut keriting, berbaju kuning bercelana coklat, dengan ‘tas wanita’nya.

“eh, neng anaknya bapak...”

“Imam...”

“iya, iya... Pak Imam yang suaminya Ibu...”

“Mar...”

“nah, saya temannya. Gimana kabar bapak ibu? Boleh titip surat?”

“iya, boleh...”

Dan bla-bla-bla, percakapan antara wanita dewasa dan seorang bocah SD bernama Bunga. Mawar banyak diamnya, ga banyak ditanya. Kertas dan pinsil pun diberikan ke si wanita yang katanya mau titip surat.

“ini suratnya...”, katanya. Lajutnya, ” eh, Neng... itu antingnya yang kanan kayak mau lepas. Daripada jatuh di jalan dilepas aja”

Bunga menurut.

“Neng, cantik-cantik masak pake antingnya cuma sebelah. Dilepas sekalian aja, ya? Nanti kasihin ke ibu kalo udah nyampe rumah”

Bunga menurut.

Si anting-anting dibungkus kertas yang sekaligus ‘surat’. ‘Surat’ diberikan si wanita ke Bunga kemudian dimasukkan ke tas dinosaurusnya. Tak selang lama, si wanita nyetop angkot menuju barat padahal... (Ah, sudahlah)

Barulah Mawar bersuara, “Bunga, coba deh dibuka tadi suratnya”.

“kenapa gitu?” – “kayaknya anting kamu dimasukin ke bajunya si ibu tadi” – “ah, masak” – “ih, beneran”

Bunga pun membuka resleting tasnya. Mengeluarkan ‘surat’ terlipatnya dan ‘huwaaaaaaaa!!!’ nangis malu-malu sepanjang jalan sampai rumah.

Sesampainya di rumah, si Bunga menangis sejadi-jadinya. Kata Bu Mar, “kenapa?”

“antingnya diambil orang”

ora po-po. Sing penting anakku ora diculik uwong

Cling! Si Bunga yang sekarang bangga dengan nama Anasangratu mendadak mesem. Ahaha,

Alhamdulillah...

Oia, kenapa ‘surat’ saya kasih kutip? Sebab aduhai... Alangkah buruknya tulisan si ibu berbaju kuning itu. :lol:

Dan Lain-lain


  • Adik saya hampir dibawa kabur orang tak dikenal kalau saja ga bertemu dengan orangtua wali salahsatu murid ibu. Adik yang sama lugu dan manisnya dengan saya, menurut saja ketika diajak orang tak dikenal itu.

  • Salah seorang teman kuliah ditipu lewat jual beli online. Beberapa ratus ribu sudah dikirimkan. Beberapa minggu, yang dibeli tak datang walau hanya kardusnya. Belakangan grup ditengok sudah tak aktif. (Lewat grup facebook)


  • Salah seorang teman SMA ditipu saat melamar kerja. Motor satu-satunya dijual untuk diserahkan kepada pihak yang berjanji akan memperkerjakan (entah istilahnya). Motor hilang, uang hilang, kerja tak datang. Alhamdulillah, akhirnya dia mendapat kerja di salah satu PT yang memproduksi makanan merek terkenal di Indonesia dan bisa ‘nyambi’ kuliah.


  • Seorang teman SMP, ayahnya ditipu oleh orang yang meminjam truknya. Truk tak dipulangkan lebih dari tiga kali puasa tiga kali lebaran dan mungkin selamanya. Padahal peminjam adalah yang orang yang sudah biasa dipinjamkan.

Oke, berdasar cerita-cerita di atas, ada beberapa hal yang dapat diusahakan agar terhindar dari penipuan:


  • Jangan bawa perhiasan yang mencolok apalagi pada anak-anak yang dilepas sekolah. Cuma anting aja dilirik apalagi kalau plus kalung, gelang, jam apik?


  • Ajarkan anak-anak untuk berhati-hati saat bertemu orang tak dikenal. Tapi rada susah juga kalau si anak seperti saya yang ‘nggak punya curiga’ atau masku yang terlalu baik hati.


  • Kalau iklan pekerjaan tak resmi, selidiki dahulu. Kalau benar-benar tak jelas, tak perlulah ikut-ikut mendaftar. Berlaku untuk iklan jual beli.


  • Bukan koq suuzhon sama tetangga atau teman atau saudara, tapi yang kemarin terlihat baik-baik saja bisa saja berubah tak baik di hari ini atau esok hari. Walau sudah percaya, hadirkan saksi di tiap transaksi pinjam-meminjam dan atau jual-beli.
  • Bagikan pengalamanmu kepada orang-orang terdekat untuk dijadikan pelajaran. Nama pelaku jika dikenal tak perlu ikut diceritakan.


  • Yang terakhir, biar ga merasa tertipu, ikhlaskan saja apa yang dibawa lari. Anggap saja guyonan dalam sandiwara hidup di dunia. Selama yang dibawa lari bukan berupa ‘manusia’. Seperti kata ibuku, “ora po-po (anting ilang). Sing penting anakku ora diculik uwong


Sekian. Semoga bermanfaat.

***

Cerita terakhir, setelah anting-anting diambil, saya ndak pernah awet punya anting-anting. Beberapa tahun sempat pakai anting-anting satu sisi sebab jodohnya ‘keli’. Dan beberapa tahun terakhir tidak sama sekali. Ada yang mau berbagi? :P

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun