Menjadi penulis memang bukan impian semua orang. Lihat saja, kategorial penulis, yakni:
(1) penulis yang memang berbakat dan melanjutan kebakatannya dalam menulis, mengasah serta mempertajam;Â
(2) penulis yang kepepet sebab tidak ada jalan lain selain menjadi penulis;Â
(3) menjadi penulis karena sebuah keberuntungan; entah karena kedekatan individual ataupun great moment;Â
(4) penulis yang memang berusaha menajamkan kemampuan menulis. Tulisan ini saya tulis untuk merawat dan mengingatkan agar saya juga siap menulis yang radikal.Â
Logikanya, seperti halnya berbisnis. Jika progresivitas untuk bisnis hanya 50 persen, hasilnya pun 50 persen. Itupun maksimal. Mungkin dapatnya 40 atau 30 persen.Â
Begitu juga dengan menulis, jika kita menulisnya dengan energi 50 persen, hasilnya juga maksimal 50 persen dan bisa jadi 30 ataupun 40 persen. Bukankah "proses takkan pernah mengkhianati hasil". Karena itu, jika ingin menjadi penulis yang profesional membutuhkan energi 100 persen. Ya, inilah yang disebut dengan menulis yang radikal (mengakar).Â
Menulis yang radikal ini, mau tidak mau meminta kita sebagai penulis mencurahkan energinya pada tulisan. All out. Kita harus merevolusi  pikiran kita bahwa menulis harus benar-benar menulis. Jika demikian, hasilnya pun bisa sesuai dengan yang kita harapkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H