Kurikulum merdeka merupakan buah dari program merdeka belajar. Kurikulum ini dikatakan sebagai evolusi dari pendahulunya, yaitu kurikulum 2013. Pembaharuan ini dilakukan guna memberikan ruang bebas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dalam diri dan tidak hanya berfokus pada pelajaran tertentu yang telah diatur.
Selain itu, program merdeka berbudaya juga turut disertakan untuk mengimbangi program merdeka belajar. Kita semua mengetahui bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Namun, dalam satuan pendidikan, budaya yang dimaksud adalah karakter atau jati diri setiap peserta didik. Walaupun dari suku, ras dan agama yang berbeda namun kita tetap saudara.
Sebagai asahan awal, program merdeka belajar dan merdeka budaya merupakan program unggulan dalam Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Program ini ditujukan untuk menghargai setiap peserta didik dalam memperoleh ilmu pendidikan sesuai dengan minat dan bakatnya. Dan turut menghargai setiap peserta didik dalam mengekspresikan diri mereka.
Meskipun program evolusi tersebut sebagai perubahan dalam pendidikan Indonesia, akan tetapi masih ada 'Dosa Besar Pendidikan' menurut Kemendikbudristek. Ketiga dosa besar pendidikan itu di antaranya: perundungan/ bullying, kekerasan seksual dan intoleransi.
Menurut studi yang dilakukan PISA (Programme for Internasional Student Assessment) tahun 2018 silam menyatakan sebanyak 41% pelajar Indonesia mengalami perundungan beberapa kali dalam sebulan. Bahkan, Indonesia pernah dinobatkan menjadi peringkat pertama untuk persoalan kekerasan anak di sekolah dengan angka 84% oleh UNICEF (United Nation Internasional Children's Emergency Fund) tahun 2016.
Beberapa jenis perundungan yang terjadi, antara lain: tindakan intimidasi dengan proporsi 14%, penganiayaan sebesar 18%, tindakan menghancurkan barang milik korban sebesar 22%, dikucilkan sebesar 19%, tindakan menyebar rumor tidak baik sebesar 20%, dan tindakan mencemooh sebesar 22%. (UNICEF, 2020).
Faktor-Faktor Penyebab Perundungan
Perundungan merupakan tindakan menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis dalam bentuk kekerasan verbal, sosial atau fisik secara berulang-ulang. Kasus perundungan masih sulit dikendalikan dalam satuan pendidikan.
Perundungan merupakan alat pelampiasan untuk mendapatkan penghargaan, keadilan perhatian dan kekuasaan. Pelaku perundungan akan menerima rasa puas terhadap dirinya setelah melakukan tindakan perundungan terhadap korban. Rasa puas inilah yang dijadikan acuan untuk terus melakukan tindakan perundungan terhadap korban.
Ada beberapa faktor utama yang menjadi penyebab seseorang melakukan perundungan, yaitu pertama, faktor yang datang dari lingkungan keluarga. Perlu diketahui keluarga merupakan tempat pembentukan dan pengembangan karakter anak sejak dini. Pola asuh yang bersifat otoriter dapat membentuk buruk kepribadian anak.
Kedua, faktor ini berasal dari lingkungan sekolah. Sekolah yang terdiri dari tenaga pendidik seperti guru dapat menjadi faktor timbulnya perundungan. Ketidaktahuan dan ketidakcakapan guru dalam merespons perundungan dapat menjadi senjata boomerang. Idealnya guru harus memiliki keterampilan, pengetahuan, kesiapan dan intensi dalam menangani perundungan di sekolah.