Mohon tunggu...
Ananta Rifqi
Ananta Rifqi Mohon Tunggu... Guru - Guru Bimbingan dan Konseling

Seorang guru yang sedang belajar, senang belajar dan ingin terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Maraknya Kasus Bullying, Sekolah Bisa Apa?

12 Maret 2024   21:15 Diperbarui: 12 Maret 2024   23:03 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 http://www.freepik.com

Akhir-akhir ini media sosial kita ramai pemberitaan tentang kasus perundungan atau bullyng, mulai dari kasus pengeroyokan, intimidasi hingga kasus perploncoan. Mirisnya kebanyakan kasus tersebut terjadi di lingkungan Sekolah dan melibatkan anak usia sekolah baik yang menjadi korban maupun pelaku. Dari data yang dirilis oleh Komisi perlindungan Anak Indonesia dan federasi serikat Guru Indonesia (FSGI) seperti yang dikutip dari website sekolahrelawan.org, menyebutkan bahwa terdapat 87 kasus bullyng yang terjadi di lingkungan Sekolah selama bulan Januari hingga Agustus 2023. Dari jumlah tersebut, bullyng fisik menjadi yang paling tinggi (55,5%) diikuti bullyng verbal (29,3%) dan bullyng psikologis (15,2%).

Jumlah tersebut merupakan data kasus bulllyng yang terlaporkan secara resmi sedangkan jumlah kasus bullyng yang sebenarnya terjadi dilapangan mungkin jauh lebih besar dari data yang disajikan, karena kebanyakan korban bullyng merasa takut untuk melaporkan tindakan bullyng  yang terjadi padanya. Padahal melaporkan kasus bullyng yang terjadi sangat penting untuk memberikan perlindungan kepada korban serta membina pelaku bullyng agar kejadian yang sama tidak terulang lagi.

Jika dilihat lebih lanjut, kecenderungan korban bullyng untuk tidak melaporkan perilaku bullyng yang diterimanya ini merupakan dampak dari perlakuan bullyng yang diterimanya, yaitu korban merasa inferior dan takut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sesha agistia visti (2021) dimana beberapa korban bullyng menjadi takut dan menarik diri dari lingkungan pergaulan, sedangkan sebagian besar lainya memilih untuk diam saja karena  tindakan bullyng yang diterimanya sudah dianggap sesuatu yang biasa saja tanpa harus ditanggapi dengan serius.

Padahal kasus bullyng yang dibiarkan begitu saja tanpa penanganan yang serius akan sangat berdampak negatif bagi korban.Tindakan bullyng yang sangat parah akan menyebabkan hilangnya nyawa korban, luka fisik atau cacat permanen. Selain dampak fisik, korban bullyng juga akan mengalami dampak psikologis seperti  depresi, kecemasan, keinginan untuk menyakiti diri sendiri (self harm), hingga keinginan untuk mengakhiri hidup.

Tentunya upaya mengatasi dampak perilaku bullyng ini sudah sering dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari sekolah, keluarga, KPAI, hingga kepolisian. Namun kasus demi kasus bullyng di lingkungan sekolah kembali muncul dan tidak pernah selesai. Untuk itu selain upaya kuratif untuk mengatasi perilaku bullyng, jauh lebih penting lagi adalah melakukan upaya preventif yang dilakukan sekolah agar perilaku ini tidak muncul kembali.

Sekolah sebagai institusi pendidikan harus mengakomodir kegiatan akademik maupun non akademik yang mendukung program pencegahan bullyng. Program ini harus didasari atas kesadaran semua pihak  termasuk Guru, tenaga kependidikan, Kepala Sekolah, dan Komite Sekolah. Semua pihak tersebut harus memiliki kesadaran penuh akan perilaku bullyng, karena seringkali tantangan pencegahan bullyng yang ada di lingkungan sekolah berasal kurangnya kesadaran dan kepekaan pihak sekolah.

Kesadaran tersebut tentunya tidak datang begitu saja, Sekolah dapat menyelenggarakan kegiatan in house training atau pelatihan mengenai cara menciptakan lingkungan yang bebas bullyng. Ketika kesadaran tersebut sudah muncul maka tahap selanjutnya adalah membuat sebuah pedoman yang jelas mengenai upaya pencegahan perilaku bullyng di sekolah. Kemudian Sekolah dapat membentuk tim pencegahan anti kekerasan di lingkungan pendidikan, anggotanya berasal dari guru mapel dan guru BK dan  diketuai oleh waka kesiswaan.

Untuk memberikan gambaran lebih jelas lagi mengenai upaya yang dapat dilakukan Sekolah untuk mencegah bullyng, berikut ini disajikan tujuh upaya pencegahan bullyng yang dapat diterapkan di satuan pendidikan seperti yang di kutip dari  buku  Saku Stop Bullyng yang diterbitkan oleh kemendikbudristek:

1. Terdapat layanan pengaduan tindak kekerasan atau bullyng yang aman dan terjaga kerahasiaanya. 

Sekolah harus memfasilitasi layanan pengaduan yang aman bagi anak, layanan tersebut bisa melalui guru BK secara langsung atau melalui nomor telepon yang dapat diakses semua siswa, untuk menjaga kepercayaan dari siswa maka pelapor harus dijaga kerahasiaanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun