Tanggal dan Waktu Pelaksanaan PMM UMM Kel 59: Batu, 19 Januari 2023
Desa Mojorejo, sebagai lingkungan pedesaan, tidak luput dari dinamika perkembangan remaja. Remaja di Desa Mojorejo memiliki peran penting dalam membentuk masa depan komunitasnya. Namun, tantangan psikologis dalam menghadapi kenakalan remaja turut menjadi fokus perhatian. Menyikapi hal ini, PMM UMM Kelompok 59 akan menggelar acara psikoedukasi untuk mengoptimalkan wellbeing remaja. Menurut Kusmiran (2011) dan Trianggono (2020), remaja memasuki fase transisi yang melibatkan perkembangan abstrak dan konsep diri yang semakin kompleks. Dalam konteks ini, penting bagi orang tua, praktisi penyuluhan, dan remaja sendiri untuk memberikan perhatian serius terhadap aspek psikologis mereka.
Psikoedukasi akan menjadi sarana efektif dalam memahami dan mengatasi berbagai tantangan psikologis yang dihadapi oleh remaja di Desa Mojorejo. Materi psikoedukasi dapat mencakup pemahaman tentang perubahan fisik dan mental pada masa remaja, pengelolaan emosi, serta penanganan konflik interpersonal. Selain itu, acara ini juga akan menyoroti isu-isu aktual yang memengaruhi wellbeing remaja, seperti kekerasan seksual. Data dari Kemendikbudristek menunjukkan peningkatan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus, dan PMM UMM Kelompok 59 bertekad untuk memberikan solusi dengan memberikan informasi tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Penelitian oleh PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) menunjukkan bahwa sekitar 9,1% remaja di beberapa kota di Indonesia telah melakukan hubungan seks, dengan 85% di antaranya melakukannya dengan pacar pada usia 13-15 tahun. Hal ini menunjukkan perlunya pendidikan seks yang tepat, baik dari orangtua maupun lembaga pendidikan, untuk membimbing generasi milenial dalam mengelola dorongan seksual mereka. Dalam konteks Psikoedukasi di Desa Mojorejo, peran orangtua dalam memberikan pendidikan seks menjadi sangat penting. Dewi Sarina (2021) menyoroti kurangnya perhatian terhadap pendidikan seks bagi generasi milenial, yang dapat menyebabkan pandangan negatif atau keliru tentang seks dan seksualitas.
Pernikahan di usia dini menjadi isu serius yang perlu dicermati dalam konteks kehidupan remaja. Faktor-faktor seperti tekanan ekonomi, pengaruh adat istiadat, dan ketidakmatangan sosial-ekonomi dalam pernikahan muda dapat berdampak negatif pada kesehatan mental remaja. Pada tahun 2019, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 16 tahun 2019 yang bertujuan untuk melindungi remaja dari dampak buruk pernikahan dini.Pernikahan di usia dini dapat menyebabkan dampak negatif, seperti keterbatasan pendidikan, risiko kesehatan yang tinggi, dan kemungkinan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, program Psikoedukasi di Desa Mojorejo ini menekankan pentingnya pemahaman akan konsekuensi pernikahan di usia dini dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi kesejahteraan remaja secara keseluruhan.
alam konteks Psikoedukasi, penyuluhan kepada remaja tentang imporantiya pendidikan, perkembangan pribadi, dan memahami tanggung jawab dalam hubungan menjadi kunci. Orangtua juga memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman kepada anak-anak mereka tentang pentingnya menyelesaikan pendidikan dan mempersiapkan diri dengan baik sebelum memasuki kehidupan berumah tangga. Selain itu, program ini menekankan perlunya dukungan sosial dan pendampingan bagi remaja agar dapat mengatasi tekanan dari lingkungan sekitar yang mungkin mendorong mereka untuk menikah di usia dini. Dengan memberikan pemahaman yang mendalam tentang risiko dan konsekuensi pernikahan di usia dini, diharapkan remaja akan lebih mampu membuat keputusan yang tepat untuk masa depan mereka. Masa remaja, yang dikenal sebagai masa badai atau stormy and stress period, menghadirkan tantangan emosional yang kuat akibat perubahan fisik dan psikologis. Kenakalan remaja menjadi salah satu dampak dari periode ini, dan pola asuh orang tua, menurut penelitian, dapat mempengaruhi terjadinya kenakalan tersebut. Pernikahan dini di kalangan remaja menjadi isu serius yang perlu dicermati. Faktor-faktor seperti tekanan ekonomi, pengaruh adat istiadat, dan ketidakmatangan sosial-ekonomi dalam pernikahan muda dapat berdampak negatif pada kesehatan mental remaja. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2019 yang membatasi usia pernikahan bertujuan untuk melindungi remaja dari dampak buruk pernikahan dini.
Dengan adanya program Psikoedukasi di Desa Mojorejo oleh PMM UMM Kelompok 59, diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam mengatasi beberapa isu yang dihadapi oleh remaja. Pendidikan yang holistik, mencakup aspek-aspek psikologis, sosial, dan seksual, menjadi kunci untuk membentuk remaja yang memiliki kesejahteraan (Wellbeing) yang optimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H