Generasi Indonesia Emas
Generasi Indonesia Emas sudah menjadi topik pembicaraan di berbagai kalangan, mencerminkan harapan besar yang tertuang dalam visi 2045, tepat ketika Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaannya. Ada empat pilar utama yang mendukung pencapaian visi generasi emas ini, yaitu sumber daya manusia yang unggul, demokrasi yang matang, pemerintahan yang baik, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut, Presiden RI Joko Widodo, didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, meluncurkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 di Djakarta Theater, Jakarta. Langkah ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan menuju "Indonesia Emas 2045".
Â
Sumber daya manusia yang unggul
Salah satu kunci untuk mencapai generasi emas adalah sumber daya manusia yang unggul. Pada tahun 2045, Indonesia diperkirakan akan mendapatkan bonus demografi, dimana jumlah penduduk usia produktif (18-65 tahun) akan lebih banyak daripada usia non-produktif (di atas 65 tahun). Proporsi usia produktif ini diperkirakan mencapai lebih dari 60% dari total penduduk Indonesia. Kondisi ini memberikan potensi besar bagi pembangunan ekonomi dan sosial, dengan sebagian besar usia produktif akan didominasi oleh Gen Z.
Dalam rangka memanfaatkan bonus demografi tersebut, berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan akses dan kualitas pendidikan, pengembangan keterampilan dan kompetensi, serta peningkatan kesehatan menjadi fokus utama. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan generasi muda yang siap bersaing di pasar global, sementara pengembangan keterampilan dan kompetensi akan memastikan bahwa mereka memiliki kemampuan yang relevan dengan kebutuhan industri dan teknologi masa depan. Selain itu, peningkatan layanan kesehatan akan memastikan bahwa generasi produktif ini dapat bekerja dengan optimal tanpa terkendala oleh masalah kesehatan.
Selain pengembangan sumber daya manusia, pilar lainnya seperti demokrasi yang matang, pemerintahan yang baik, dan keadilan sosial juga menjadi fokus utama. Demokrasi yang matang akan memastikan adanya partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat dalam pembangunan, sementara pemerintahan yang baik akan menjamin transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas dalam pelaksanaan program-program pembangunan. Keadilan sosial, di sisi lain, akan memastikan bahwa hasil pembangunan dapat dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa adanya kesenjangan yang berarti. Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah dan dukungan dari seluruh masyarakat, cita-cita untuk mewujudkan "Indonesia Emas 2045" bukanlah hal yang mustahil. Langkah-langkah strategis yang telah disusun dalam RPJPN 2025-2045 menjadi panduan dalam mewujudkan visi besar tersebut, membawa Indonesia menuju masa depan yang gemilang.
Generasi Z
Tidak perlu diragukan lagi bahwa generasi Z mempunyai kemampuan adaptasi yang sangat cepat. Mereka tumbuh di era digital yang sangat dinamis, di mana perubahan teknologi terjadi dengan sangat cepat dan terus-menerus. Kecakapan mereka dalam menggunakan teknologi canggih, media sosial, dan perangkat digital lainnya adalah bukti nyata dari kemampuan adaptasi mereka. Namun, di balik kemampuan tersebut, generasi Z sering kali menghadapi berbagai stereotipe yang cenderung meremehkan atau bahkan menstigmatisasi mereka.
Salah satu stereotipe yang kerap dilekatkan pada generasi Z adalah sebutan sebagai generasi instan. Julukan ini muncul karena generasi Z terbiasa dengan kemudahan dan kecepatan dalam mengakses informasi, berkomunikasi, dan mendapatkan berbagai kebutuhan mereka melalui teknologi. Namun, perlu diingat bahwa kebiasaan ini tidak sepenuhnya negatif. Kemampuan untuk mengakses informasi secara cepat dan efisien merupakan aset yang sangat berharga dalam dunia yang semakin terhubung dan kompetitif.
Selain itu, generasi Z juga sering disebut sebagai generasi stroberi, yang menggambarkan mereka sebagai generasi yang tampak kuat dari luar namun mudah rapuh di dalam. Pandangan ini muncul karena ada anggapan bahwa generasi Z cenderung lebih sensitif dan mudah merasa terbebani oleh tekanan. Namun, pandangan ini perlu dikaji ulang. Sensitivitas dan kesadaran emosional generasi Z dapat menjadi kekuatan, terutama dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih empatik dan mendukung.
Generasi Z juga sering dianggap sebagai generasi yang perhitungan, yang lebih mementingkan keuntungan pribadi dan cenderung individualistis. Pandangan ini mungkin muncul dari observasi terhadap gaya hidup mereka yang lebih praktis dan efisien, serta kecenderungan untuk mencari nilai tambah dalam setiap keputusan yang mereka buat. Namun, anggapan ini tidak sepenuhnya akurat. Generasi Z dikenal sangat peduli terhadap isu-isu sosial dan lingkungan, serta memiliki keinginan kuat untuk berkontribusi positif terhadap masyarakat.
Perlu digarisbawahi bahwa generasi Z adalah produk dari generasi sebelumnya, yaitu millennial dan baby boomers. Generasi sebelumnya memainkan peran besar dalam membentuk karakter dan nilai-nilai generasi Z melalui pola asuh, pendidikan, dan lingkungan sosial. Oleh karena itu, sebelum menyalahkan generasi Z atas berbagai perilaku atau karakteristik yang dianggap negatif, penting bagi generasi sebelumnya untuk melakukan introspeksi dan memahami bagaimana mereka telah mempengaruhi dan membentuk generasi ini.
Generasi millennial, misalnya, tumbuh di era transisi teknologi dan memiliki pengalaman dalam menghadapi perubahan yang cepat. Mereka menjadi jembatan antara dunia analog dan digital, dan banyak dari nilai-nilai serta keterampilan mereka diwariskan kepada generasi Z. Sementara itu, generasi baby boomers, dengan pengalaman panjang mereka dalam membangun dan mengelola berbagai institusi, juga memberikan warisan nilai-nilai kerja keras, dedikasi, dan ketekunan kepada generasi berikutnya.
Namun, generasi Z juga membawa inovasi dan perspektif baru yang sangat berharga. Mereka adalah generasi yang paling terdidik dan paling beragam secara budaya, dengan akses yang luas terhadap informasi dan sumber daya global. Hal ini memungkinkan mereka untuk berpikir lebih terbuka, kreatif, dan inovatif dalam menghadapi tantangan-tantangan dunia modern.
Sebagai kesimpulan, meskipun generasi Z menghadapi berbagai stereotipe dan kritik, penting untuk melihat mereka sebagai generasi yang adaptif, inovatif, dan memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif. Generasi sebelumnya perlu mengakui peran mereka dalam membentuk karakter generasi Z dan berkolaborasi dengan mereka untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dengan saling memahami dan bekerja sama, setiap generasi dapat berkontribusi untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan.