Penghormatan tertinggi diberikan kepada panitia, Kepolisian dan TNI yang sudah bekerja keras membantu pengawalan dan penjagaan kotak suara sampai ke pedalaman. Hingga ada korban jiwa dari pihak kepolisian yang berjumlah 7 orang ketika melakukan tugas negara ini. Bawaslu menekankan ada pembaruan prosedur agar kerja keras dan waktu mereka sedikit ringan.
Banyaknya korban jiwa pemilu kali ini memunculkan usulan agar dilakukan e-voting saja. KPU sendiri belum bereaksi. Mereka masih fokus untuk menyelesaikan penghitungan surat suara yang masuk. Pemilihan e-voting sebenarnya dapat memangkan anggaran dan waktu lebih besar. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah kesiapan server yang kuat. Meskipun saat ini KPU telah punya sistem canggih yang hacker terbaik saja belum tentu bisa membobolnya.
Masalahnya adalah sekarang ada gaung tentang rasa ketidak percayaan pada KPU. Mereka menuding KPU curang dan memihak ke salah satu kubu calon presiden. Hitung manual saja ada pihak yang tidak percaya, bagaimana dengan hitung secara digital? Pastinya nanti akan banyak tudingan server dapat dimanipulasi dan lain sebagainya. Seperti yang terjadi di pemilu Venzuela. Pada pemilu 2017 lalu e-voting dituduh sebagai alat yang dinakan pemerintah untuk menggelembungkan suara. Kepercayaan rakyat adalah kunci.
E-voting baru bisa dilakukan ketika rasa kepercayaan yang tinggi kepada KPU. Kuncinya adalah di pemilu 2024 dan pilkada 2023 nanti. Apabila pada periode tersebut KPU dapat merebut kepercayaan kembali, maka di pemilu 2029 nanti kemungkinan besar e-voting dapat dilakukan. Bisa jadi juga pilkada 2023 dapat dilakukan percobaan e-voting untuk beberapa tempat dan dapat dievaluasi untuk pemilu 2024. Intinya adalah proses bertahap dan tidak memaksakan seperti pemilu serentak kali ini.
Sumber : satu dua tiga empat lima enamÂ