Mohon tunggu...
Anang Wicaksono
Anang Wicaksono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menjadikan menulis sebagai katarsis dan sebentuk kontemplasi dalam 'keheningan dan hingar bingar' kehidupan.

Mengagumi dan banyak terinspirasi dari Sang Pintu Ilmu Nabi. Meyakini sepenuhnya Islam sebagai rahmatan lil 'alamin, pembawa kedamaian dan kesejahteraan bagi semesta alam. Mencintai dan bertekad bulat mempertahankan NKRI sebagai bentuk negara yang disepakati para founding fathers kita demi melindungi dan mengayomi seluruh umat beragama dan semua golongan di tanah tumpah darah tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Islam Moderat, Pilar Utama Pesan Perdamaian Jokowi ke Eropa

29 April 2016   10:47 Diperbarui: 29 April 2016   18:19 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Jokowi di Belgia (Foto: Detik.com)"][/caption]

Teror di Brussel dan -- sebelumnya -- di Paris benar-benar telah mengguncangkan ketenangan penduduk dan para pemimpin Eropa. Lantaran komplotan teroris itu membawa-bawa jargon jihad dan nama besar Islam, maka istilah jihad dan Islam menjadi terlihat buruk di mata mereka. Pandangan buruk inilah yang kemudian melahirkan fenomena Islamofobia di kalangan negara-negara Barat. Islam dan pemeluknya bahkan beserta seluruh aspek dan dimensinya dipandang dengan kecurigaan dan kebencian. Islam lalu diidentikkan dengan kekerasan, radikalisme, ekstrimisme dan terorisme.

Berangkat dari Islamofobia tadi dan mengingat Indonesia mempunyai jumlah pemeluk Islam terbesar di dunia, tak heran selama kunjungan 5 hari di Eropa baru-baru ini,  masalah radikalisme, ekstrimisme dan terorisme -- selain agenda kenegaraan, ekonomi dan bisnis --  menjadi salah satu pokok bahasan Presiden Jokowi dengan para pemimpin benua biru itu. Pada prinsipnya, para pemimpin Eropa itu tertarik dengan model kerukunan antar umat beragama di Indonesia dengan posisi Islam sebagai agama mayoritasnya.

Sang Presiden RI ke-7 ini menjelaskan, walaupun jumlah penduduk muslim Indonesia terbesar di dunia, namun mayoritas pemeluk Islam di Indonesia adalah beraliran moderat yang selalu menjaga toleransi terhadap pemeluk agama dan keyakinan lain. Dengan demikian justru mayoritas Muslimlah yang merupakan pilar utama penegak perdamaian dan ketentraman di nusantara. Islam moderat berperan sebagai sebuah payung besar yang memayungi seluruh umat di Indonesia untuk menciptakan kesejukan dan kedamaian dalam kehidupan bersama.

(Sebagai perbandingan dengan pemeluk agama mayoritas  di negara lain, kita lihat Myanmar yang mayoritas penduduknya adalah penganut Budha. Di negeri itu, kaum mayoritas yang didukung negara dengan sewenang-wenang melakukan kekejaman terhadap kaum minoritas Muslim Rohingya. Bahkan ironisnya, peraih Nobel perdamaian dari Myanmar Aung San Su Kyi pun tidak melakukan tindakan apa-apa menyaksikan kezaliman kaum mayoritas di sana.)

Bila saya terjemahkan dengan gaya bebas penjelasan Presiden Jokowi tersebut, maka akan saya katakan, "Nggak perlulah Islamofobia kalian itu. Kalau bicara tentang Islam, jangan pernah memandang ISIS, Al Qaida, Boko Haram, Jabhat Al Nusra atau kelompok-kelompok teroris lain yang mengatasnamakan Islam. Kalau bicara Islam, pandanglah kami Muslim di Indonesia, penganut Islam moderat, Islam yang rahmatan lil alamin, yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Islam yang sejati adalah Islam yang selalu menebarkan kasih sayang kepada sesama. Bukan yang menebarkan rasa kebencian dan permusuhan."

Namun akhir-akhir ini saya agak khawatir, dibalik toleransi antar umat beragama yang terhitung baik di Indonesia, sebenarnya ada riak-riak membahayakan yang beberapa tahun terakhir ini cukup mengganggu dan kalau tidak ada penanganan serius dari pemerintah bisa berpotensi menjadi gelombang besar yang membahayakan. Riak-riak itu terutama berkaitan dengan vonis sesat atau kafir (takfiri) yang seringkali dilakukan oleh sekelompok paham tertentu (Wahabi/Salafi) yang mengatasnamakan Islam untuk menyerang kaum minoritas tertentu seperti kaum Islam Syiah.

Pada tahun 2011 misalnya, gara-gara vonis sesat/kafir yang dilakukan oleh ulama lokal setempat, kaum minoritas Islam Syiah di Sampang Madura kemudian dizalimi dan diusir dari kampung halamannya. Atau beberapa pejabat daerah di Jawa Barat yang perbuatan atau kebijakannya penuh nuansa diskriminasi dan intimidasi terhadap kaum minoritas yang sama dengan melarang perayaan ritual mereka. Atau masih adanya fanatisme sempit pada sebagian pemeluk agama yang mengakibatkan terjadinya konflik seperti di Tolikara, Papua.

Presiden Jokowi benar, Islam moderat memang selama ini menjadi pilar utama pencipta  perdamaian di bumi Nusantara. Namun gempuran paham-paham radikalisme dan ekstrimisme yang diusung Wahabi/Salafi memang harus segera ditanggulangi dan dikikis habis. NU dan Muhammadiyah yang merupakan representasi Islam moderat di Indonesia harus sigap menanggapi ajakan presiden untuk menangkal segala bentuk radikalisme dan ekstrimisme ini. Untuk tetap menjaga Indonesia yang aman dan damai, gerakan Islam moderat memang harus terus menerus diperkuat. Dan gerakan radikalisme dan ekstrimisme harus segera dibabat habis sampai ke akar-akarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun