[caption caption="Api yang Membakar Penyulutnya (pixabay.com)"][/caption]Selasa, 14 Juni 2016, barangkali menjadi salah satu hari yang amat berat dan sungguh pahit bagi para lawan politik sang Gubernur DKI petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Begitu pula bagi Ahok haters yang sedang menunaikan ibadah puasa, puasa hari itu mungkin menjadi salah satu yang terberat sepanjang puasa Ramadhan tahun ini. Bagaimana tidak, obsesi absurd dan akut mereka untuk melihat Ahok duduk di kursi pesakitan KPK tiba-tiba buyar begitu saja. Pernyataan Ketua KPK, Agus Rahardjo, di gedung DPR RI pada hari itu bahwa tak ada unsur perbuatan melawan hukum atau pun indikasi tindak pidana korupsi dalam pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI bagaikan pukulan godam yang menyesakkan dada mereka. Bahkan bisa jadi seperti berasa tersambar petir di siang bolong ketika mereka begitu berharap dengan turunnya hujan di siang yang terik.
Kendati KPK membantah telah menyalahkan hasil audit BPK, namun secara implisit kita tahu bahwa pernyataan lembaga anti rasuah itu berarti telah mematahkan hasil audit BPK yang menyimpulkan adanya kerugian negara sebesar Rp 191 milyar akibat  pembelian lahan Sumber Waras oleh Pemprov DKI. Padahal seperti kita ketahui, hasil audit BPK itulah senjata andalan lawan-lawan politik Ahok untuk membunuh karakternya di hadapan rakyat DKI sekaligus membunuh karir politiknya bila permainan mereka bisa berjalan mulus mengelabuhi KPK. Namun, untunglah KPK tetap mampu berdiri kukuh dan bersikap independen meskipun berbagai gelombang intimidasi dan intervensi terus menerus digelorakan tiada pernah berhenti oleh lawan-lawan politik Ahok untuk menekan KPK agar tunduk pada syahwat politik mereka.
Lalu kenapa senjata andalan mereka menjadi amat tumpul di depan KPK sehingga dengan mudahnya dipatah-patahkan? Kecuali Ahok haters, logika publik yang paling awam pun akan bisa melihat kejanggalan hasil audit BPK. Rasanya sulit dipercaya para auditor BPK menjadi amat 'bodoh' dan 'ceroboh' ketika menangani kasus Sumber Waras. Saya menduga, kebodohan dan kecerobohan ini lahir akibat 'selingkuh politik' para politisi bermental rendah dengan segelintir elit BPK yang melibatkan diri dalam pergumulan politik praktis terkait Pilgub DKI 2017. Patut diduga, ambisi politik segelintir elit BPK yang berperan besar untuk mengarahkan hasil audit tersebut sesuai dengan kepentingan tertentu kendati terlihat janggal dan konyol.
Sejak awal, Ahok sendiri telah menyatakan keberatannya atas hasil audit BPK ini dengan melayangkan surat keberatan pada Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) BPK RI pada awal Agustus 2015. Namun lucunya, BPK bukannya mengklarifikasi keberatan Gubernur DKI ini, tapi malah menyerahkan hasil auditnya kepada DPRD DKI yang kemudian diteruskan kepada KPK. Nampaknya mereka berharap bahwa langkah yang mereka lakukan akan mempercepat Ahok untuk duduk di kursi pesakitan KPK.
Lantas mengapa para politisi bermental rendah ini menggandeng BPK untuk menghancurkan Ahok? Mungkin karena mereka berpikir bahwa hasil audit BPK pasti berimplikasi hukum. Hasil audit BPK yang menyimpulkan adanya kerugian negara tentu saja akan mengarah pada sebuah penyelidikan KPK untuk mengetahui kebenaran hasil audit BPK itu. Bila benar, siapa pelakunya dan kemana larinya nilai nominal kerugian itu. Dengan kata lain, semua prosesi di KPK ini mereka harapkan akan mampu mengaduk-aduk setiap pikiran warga Jakarta untuk kembali mengkaji ulang integritas orang yang dibidik untuk di-tersangka-kan -- dalam hal ini Ahok. Makanya selama proses penyelidikan KPK, mereka tak henti-hentinya melakukan demo untuk mengintimidasi KPK agar menuruti kemauan mereka.
Namun mereka kecele, api politik yang mereka kobarkan untuk menjegal Ahok ternyata berbalik arah membakar mereka sendiri. KPK telah mematahkan hasil audit BPK! Api yang disemburkan BPK malah membakar wajah mereka sendiri. Gara-gara ulah segelintir elitnya, kini BPK harus merana dan menanggung malu karena hasil auditnya tak digubris KPK. Benarlah kata Ahok bahwa hasil audit BPK itu ngaco. Kalau sudah seperti ini, bagaimana bisa rakyat akan percaya pada BPK?
Setelah pernyataan KPK di atas, apakah kasus RS Sumber Waras dengan demikian selesai begitu saja? Menurut saya tidak sesederhana itu. Untuk menghindari terulangnya audit yang ngaco semacam ini kembali dilakukan BPK, mulai sekarang harus dilakukan investigasi intensif untuk mengusut skandal audit BPK yang ngaco ini. Kenapa hasil audit bisa amburadul seperti ini, apa motifnya, siapa auditornya, siapa penanggung jawabnya, dan sanksi apa yang patut diterima bagi pelakunya?Â
Sungguh ini sebuah skandal yang amat memalukan bagi BPK. Tapi apakah Harry Azhar Aziz, sang Ketua BPK, cukup mempunyai rasa malu dan tanggung jawab untuk mengundurkan diri?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H