[caption caption="(Digaleri.com)"][/caption]Film kartun Tom And Jerry merupakan salah satu film kartun legendaris yang amat populer di semua kalangan, khususnya anak-anak. Ruh film anak-anak tersebut terletak pada 'dinamika politik' antara seekor kucing yang bernama Thomas (Tom) dan seekor tikus yang bernama Jerry. Sering kali Tom mengusili Jerry. Namun tak jarang pula ganti Jerry yang mengusili Tom.
'Dinamika politik ' antara 'kedua musuh bebuyutan' itu biasanya tergambarkan dalam adegan kejar mengejar yang berlangsung seru. Tak ketinggalan pula diwarnai dengan berbagai aksi 'anarkis' yang dilakukan Tom maupun Jerry. Namun sekalipun aksi mereka sangat 'anarkis', cedera yang ditimbulkannya pun dalam sekejab langsung hilang tidak berbekas.
Rupanya para politisi Senayan telah menyerap dan mengadopsi dengan 'cerdas' filosofi Tom and Jerry ke dalam sepak terjang kerja mereka sehari-hari, terutama dalam usaha 'makar mereka yang tidak pernah berhenti yang berjudul revisi UU KPK. Sepertinya ada 'kesepakatan tak tertulis' bahwa barang siapa yang menjadi pendukung pemerintah alias Tom maka dia yang harus memelopori revisi UU KPK. Dan sebaliknya yang berposisi sebagai oposisi alias Jerry bisa bersandiwara untuk menolaknya.
Dulu waktu masih beroposisi terhadap pemerintahan SBY, PDIP berperan sebagai Jerry yang menolak mati-matian revisi UU KPK yang didukung partai-partai pendukung pemerintah saat itu seperti Demokrat, Golkar, PAN, PKB, PPP, Gerindra dan Hanura. Namun sekarang dengan posisi sebagai pendukung pemerintah, PDIP beserta Golkar, Nasdem, PAN, PKB, PPP dan Hanura berperan sebagai Tom yang mendukung revisi UU KPK. Sementara partai oposisi seperti Gerindra dan PKS serta Demokrat yang mengklaim sebagai 'penyeimbang'Â ikut berperan sebagai Jerry yang menolaknya.
Namun untungnya publik cukup cerdas sehingga bisa membaca permainan Tom and Jerry yang diperagakan para politisi Senayan itu. Mereka itu sebenarnya setali tiga uang terkait dengan sikap mereka terhadap revisi UU KPK yang bila kita cermati dari draftnya pada hakikatnya adalah pelemahan KPK secara besar-besaran. Karena itulah publik menolak dengan tegas usaha pelemahan KPK yang tak kunjung berhenti.Â
Sedangkan posisi Presiden Jokowi yang diluar permainan Tom and Jerry ini memang amat unik. Sepanjang sejarah bangsa Indonesia, baru kali inilah seorang presiden lahir dari orang yang bukan seorang penguasa partai politik. Jokowi memang dari PDIP, tapi hanya berposisi sebagai kader, bukan ketua umum. Penguasa atau pengendali partai politik adalah ketua umum atau pembina. Jadi sikap PDIP yang memotori revisi UU KPK adalah bukan sikap Jokowi.
Kendati sebagai seorang presiden, posisi Jokowi sebagai seorang kader partai kerap kali membuatnya berada dalam posisi yang dilematis. Hal itu juga terlihat dalam polemik revisi UU KPK kali ini. Menghadapi dilema ini, dengan cerdik Jokowi mempersilakan PDIP untuk tetap melanjutkan hasratnya merevisi UU KPK. Namun sebagai seorang presiden, Jokowi nampaknya ingin membuka mata PDIP lebar-lebar supaya melihat realitas bahwa publik akan tetap menolak revisi UU KPK. Jadi sebenarnya secara tidak langsung Jokowi ingin menasihati PDIP, "Percuma kalian ngotot ingin merevisi UU KPK. Bila kalian bersikeras, kalian akan berhadapan dengan rakyat."
Bagi sebagian kalangan, sikap Presiden Jokowi selama ini terhadap revisi UU KPK mungkin dinilai tidak tegas. Namun sebenarnya, Jokowi sedang memainkan jurus politik tingkat tinggi untuk meredam nafsu para politisi Senayan yang getol hendak menggerogoti KPK. "Siapa yang hendak melemahkan KPK, dia akan berhadapan dengan rakyat," demikian pesan tersirat sang presiden yang terbaca dalam jurus-jurus politiknya itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H