Setelah jatuhnya sebuah crane yang  menimpa Masjidil Haram dan menewaskan lebih dari seratus jamaah haji, baru-baru ini sebuah musibah yang lebih memilukan menimpa para tamu Allah itu. Peristiwa menyedihkan ini terjadi pada hari Kamis, 24 September 2015 di sebuah jalur menuju tempat pelemparan jumroh di Mina. Entah apa penyebabnya, dikabarkan tiba-tiba serombongan besar jamaah berhenti dan berbalik arah di jalur 204. SementaraÂ
dari arah belakang arus ribuan manusia yang tak kalah besarnya terus bergerak maju. Dua gelombang besar arus manusia itu akhirnya saling berhimpitan, berdesakan dan bertubrukan. Mereka berjatuhan dan saling menginjak. Akibatnya sangat fatal. Ratusan jamaah haji bergelimpangan meregang nyawa. Sementara ratusan yang lain mengalami luka-luka dan masih banyak pula yang belum kembali ke tendanya. Mendung hitam menggelayuti dunia Islam. Dunia pun berduka.
Republik Islam Iran, yang lebih dari seratus orang jamaah hajinya menjadi korban, terlihat menyikapi tragedi Mina dengan sangat reaktif. Tanpa tedeng aling-aling negara yang sangat ditakuti Israel itu menuding Kerajaan Saudi Arabia telah lalai mengamankan pelaksanaan ibadah haji. Dengan keras mereka mempertanyakan kebijakan penutupan 2 dari 5 jalur yang menuju tempat pelemparan jumroh. Mereka juga menuntut pertanggungjawaban Saudi dan mendesaknya untuk meminta maaf kepada seluruh kaum Muslimin.
Pihak Kerajaan Saudi Arabia sebagai  penyelenggara ibadah haji menanggapi tudingan Iran dengan tidak kalah kerasnya. Saudi balik menuding bahwa negeri para mullah itu telah mempolitisir tragedi Mina untuk kepentingan politik mereka. Akibatnya hubungan kedua negara Islam di Timur Tengah itu kembali memanas.
Rumor-rumor penyebab tragedi pun dengan cepat langsung bertebaran menghiasi berbagai media, baik media cetak maupun media on line. Seperti sebuah luncuran bola salju, berbagai rumor itu semakin membesar dengan bumbu penyedap bercita rasa sektarian yang terasa kental. Dalam waktu singkat perdebatan -perdebatan sengit bernuansa sektarian segera memenuhi ruang-ruang dunia maya. Setelah sukses mengadu domba kaum Muslimin di Suriah, isu sektarian Sunni-Syiah yang sebenarnya terbilang usang ternyata kini telah menjadi sebilah pisau teramat tajam yang dengan mudahnya membelah umat Islam dalam menyikapi tragedi Mina.
Akibat ketajaman "pisau sektarian" Â itu, ada pihak-pihak tertentu yang secara tidak sadar terperangkap ke dalam cara pandang hitam putih yang naif. Secara membabi buta, dengan begitu mudahnya pihak tertentu itu menuding pihak-pihak lain yang mengkritik Saudi terkait tragedi Mina sebagai pendukung Iran dan mereka cap sebagai Syiah yang menurut mereka sesat.Â
Cara pandang hitam putih yang  memandang bahwa kebenaran hanya berada dalam kelompoknya pada esensinya adalah penghalang besar bagi persatuan umat Islam. Cara pandang tidak sehat inilah yang membuat kaum Muslimin mempunyai trade mark sebagai kaum yang sulit untuk bersatu dan mudah dipecah belah atau diadu domba.Â
"Mazhab anti perbedaan" yang dianut  ISIS sebenarnya lahir dari cara pandang hitam putih ini. Secara sepihak dan semena-mena ISIS memvonis  kelompok lain di luar kelompoknya sebagai sesat dan kafir. Dengan dasar vonis ngawur itu lalu ISIS menghalalkan darah mereka. Akibatnya terjadi berbagai pembunuhan brutal oleh ISIS di Irak dan Suriah. Terorisme ISIS sekarang begitu menghantui rakyat Suriah dan Irak sehingga menyebabkan arus pengungsi yang terus mengalir dan membanjiri Eropa.
Untuk mewujudkan persatuan umat  Islam, cara pandang hitam putih ala ISIS dan pendukungnya haruslah dibuang jauh-jauh. Daripada terus memperpanjang dan memperuncing isu sektarian Sunni-Syiah yang kontraproduktif untuk kemajuan Islam, lebih baik kita umat Islam memperkuat paradigma Islam rahmatan lil alamin. Islam adalah rahmat bagi alam semesta. Islam memayungi semua perbedaan mazhab dan agama. Islam adalah agama yang toleran, menghargai perbedaan, cinta damai dan anti terorisme.
Momen tragedi Mina ini bisa kita jadikan batu pijakan menuju persatuan umat Islam. Blessing in disguise. Ada hikmah dibalik sebuah musibah. Atas dasar kepentingan bersama demi keselamatan dan kemaslahatan kaum Muslimin saat ini dan di waktu mendatang, kiranya langkah awal menuju persatuan dapat dimulai dengan membentuk tim investigasi multi negara Islam seperti Saudi Arabia, Indonesia, Iran, Mesir, Pakistan dan negara-negara lain yang mengirimkan jamaah hajinya untuk menyelidiki tragedi Mina.
Tragedi yang telah terjadi memang  takdir Allah. Kita sebagai kaum beriman tentu meyakini hal ini. Namun Allah menetapkan sebuah takdir dalam kemasan mekanisme alam yang teramat indah. Mekanisme alam yang disebut dengan hukum sebab akibat. Disinilah manusia sebagai makhluk berakal diberi kemampuan untuk melakukan apa yang disebut sebagai ikhtiar. Dengan kemampuan akalnya, diharapkan manusia dapat menentukan penyebab dari sebuah peristiwa atau memprediksi akibat dari sebuah peristiwa. Di titik inilah nanti kita harapkan tim investigasi multi negara Islam bekerja sama dan bahu membahu untuk menemukan penyebab tragedi Mina dan merumuskan solusi bersama untuk mencegah terulangnya peristiwa seperti ini diwaktu-waktu mendatang.
Secara pribadi, saya menyesalkan sikap reaktif Republik Islam Iran yang menurut saya kurang proporsional. Lebih baik secara aktif Iran mendorong dibentuknya sebuah tim investigasi yang beranggotakan para negara pengirim jamaah haji untuk melakukan sebuah investigasi komprehensif yang obyektif dan transparan terkait tragedi Mina. Namun disisi lain, terlepas dari apresiasi saya terhadap pemerintah Saudi Arabia yang telah berusaha terus menerus untuk memperbaiki infrastruktur dan manajemen haji, saya juga menyayangkan sikap mereka yang terkesan kurang membuka diri terkait tragedi ini.