Pada awal September ini, sebuah foto menyayat hati yang beredar di dunia maya telah menggemparkan dunia. Foto itu memperlihatkan jasad seorang anak kecil yang terdampar di sebuah pantai Turki. Ternyata kemudian diketahui bahwa anak balita yang meninggal tersebut berasal dari keluarga pengungsi Suriah yang melarikan diri dari negaranya yang sudah lebih dari empat tahun ini dilanda api peperangan yang begitu dahsyat. Mereka berupaya menyelamatkan diri menuju Yunani, namun naas perahu yang disesaki pengungsi itu terbalik dan akhirnya tenggelam di laut.
Peristiwa yang sangat memilukan itu merupakan salah satu gambaran suram dari nasib para pengungsi Suriah yang kini berduyun-duyun membanjiri negara-negara Eropa. Gelombang pengungsi Suriah yang terus berdatangan telah menciptakan kepanikan dan kebingungan tersendiri di Eropa. Atas nama hak asasi manusia (HAM) yang selalu negara-negara Barat dengungkan, kini mereka harus ikut bertanggung jawab untuk menangani krisis pengungsi tersebut.
Menyikapi krisis itu, sikap Uni Eropa seperti terbelah. Sebagian negara seperti Perancis, Italia, dan Jerman mendesak dilakukannya peninjauan kembali tentang ketentuan suaka di Eropa agar memungkinkan mereka berbagi beban lebih adil dalam penanganan para pengungsi. Namun sebagian negara Uni Eropa lain, seperti Inggris, enggan melakukannya. Selama ini Inggris hanya menerima sedikit pengungsi, jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara Uni Eropa lainnya. Sikap itu membuat publik Eropa prihatin dan mereka pun membuat petisi agar Pemerintah Inggris menerima lebih banyak pencari suaka.
Sementara itu, ribuan pengungsi Suriah yang lain masih tertahan di Hungaria. Kecuali untuk yang memiliki visa, otoritas setempat melarang para pengungsi untuk meneruskan perjalanan mereka ke Jerman atau Austria. Kebijakan ini menimbulkan ketegangan antara pengungsi dan aparat keamanan setempat. Mereka harus berlarian untuk menghindari cegatan petugas keamanan. Dari sinilah munculnya "insiden kamerawati Petra" yang dengan teganya menjegal seorang pria pengungsi yang tengah berlari sambil menggendong anaknya untuk menghindari kejaran aparat keamanan.
Menanggapi krisis pengungsi yang membanjiri Eropa, dalam wawancaranya dengan harian Rusia baru-baru ini, Russian Today (RT), Presiden Suriah Bashar Al-Assad dengan cerdas mengatakan bahwa krisis pengungsi yang terjadi ini merupakan buah dari dukungan mereka selama ini terhadap para pemberontak dan teroris di Suriah.
Berikut kutipan jawaban Presiden Suriah Bashar Al-Assad :
"Sebenarnya, ketika Barat sekarang menangis untuk pengungsi Suriah, sebenarnya mereka menangis dengan satu mata. Sedangkan di sisi lain, mereka membidik Suriah dengan senapan. Karena sebenarnya pengungsi meninggalkan Suriah karena terorisme. Karena teroris melakukan pembunuhan. Ketika ada terorisme, maka Anda akan menghadapi kerusakan infrastruktur, Anda tidak akan memiliki kebutuhan dasar untuk bertahan hidup, dan begitu banyak rakyat yang meninggalkan Suriah karena terorisme dan karena mereka ingin mencari penghidupan di tempat lain.
Jadi, Barat menangis untuk mereka, namun Barat juga mendukung teroris sejak awal krisis. Mereka mengatakan bahwa ini adalah pemberontakan damai, kemudian mereka mengatakan teroris sebagai oposisi moderat, dan sekarang mereka mengatakan ada terorisme seperti al-Nusra dan ISIS, mereka mengatakan ini semua disebabkan oleh pemerintah Suriah. Jadi, selama mereka meneruskan propaganda ini, maka mereka akan menghadapi lebih banyak pengungsi lagi. Jika Anda khawatir tentang keberadaan para pengungsi, berhentilah mendukung teroris. Inilah akar masalah dari para pengungsi."
Wawancara lengkapnya bisa dibaca disini :
http://liputanislam.com/wawancara/bashar-al-assad-jika-peduli-pengungsi-berhentilah-mendukung-teroris/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H