"Mas, sampean kan kenal sama anak gadisku sejak lama. Tolong dong tanyakan sudah punya pacar atau belum. Perasaan sejak dulu belum pernah ada cowok yang main-main ke rumah. Dulu pernah sih ada teman lelakinya yang datang tapi anakku gak mau nemui. Habis itu gak pernah datang lagi ke rumah," curhat ibunya temanku suatu hari.
"Caranya bagaimana bu, saya juga takut mbak Zay juga gak mau menemui saya," jawabku.
"Sudahlah mas, saya percaya sampean pasti bisa, caranya juga terserah sampean," kata ibunya Zay.
Zay adalah sesosok perempuan tangguh. Dua bersaudara yang semuanya perempuan. Orangtuanya sebagai petani. Kehidupan di desa, terlebih sebagai anak desa menuntutnya bisa melakukan tugas seorang petani. Tandur, derep, memanen  juga mengangkut hasil panenan.  Mencari rumput untuk pakan sapi juga mahir dia. Sedangkan aku .........
Malam harinya kudatangi rumahnya, bahasa gaulnya apel, kebetulaan pas malam minggu.
Sampai disana yang membukakan pintu adalah adiknya, adiknya masih banyak sisi feminin daripada kakaknya yang maskuli. "Mbak Zay ada?" tanyaku.
"Sebentar ya," jawabnya.
Beberapa saat kemudian Mbak Zay keluar dengan pakaian rapi dan sedikit polesan merah di bibirnya. Kaget? Pasti. Belum pernah kulihat Mbak Zay berdandan seperti itu. Biasanya kalau beraktifitas Cuma berpakaian sebagaimana anak desa. Ya wajarlah masak mau ke sawah mesti dandan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H