Definisi kata budaya adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi namun tidak turun temurun. Dalam bahasa sanskerta buddhayah, merupakan bentuk jamak dari buddhi budia atau akal yang apa bila di artikan adalah segala hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Bentuk lain dari kata budaya adalah kultur yang berasal dari bahasa latin yaitu cultura. Hal ini bukanlah sesuatu yang diwariskan secara genetik dari generasi ke generasi, melainkan sesuatu yang dipelajari dan berkembang melalui interaksi sosial. Budaya mencakup berbagai unsur kompleks seperti sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, alat-alat, pakaian, bangunan, dan karya seni sebagai contoh adalah budaya berbahasa. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas, mempengaruhi banyak aspek kehidupan manusia, termasuk perilaku komunikatif. Kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang dari budaya lain sering kali disebabkan oleh perbedaan dalam nilai-nilai budaya. Setiap budaya memiliki citra yang memaksa, memberikan panduan perilaku kepada anggotanya, dan menciptakan dunia makna dan nilai logis yang digunakan untuk memperoleh rasa martabat dan hubungan dengan kehidupan mereka. Budaya menyediakan kerangka koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkan untuk meramalkan perilaku orang lain.
Kerja atau bekerja. Kata ini memiliki banyak arti dari berbagai sudut pandang, namun pada intinya adalah sebuah aktivitas atau usaha yang dilakukan untuk menghasilkan energi, uang, barang, atau jasa, serta melibatkan interaksi dan hubungan antara berbagai pihak dalam masyarakat. Kerja juga merupakan kegiatan manusia yang dilakukan secara rutin atas dasar kewajiban dan tanggung jawab untuk dirinya sendiri,orang lain juga perusahaan tanpa merugikan siapapun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Budaya Kerja adalah pola hidup menyeluruh dalam konteks kerja yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang di lingkungan kerja. Ini mencakup nilai-nilai, kebiasaan, norma, dan perilaku yang dibentuk oleh interaksi sosial di tempat kerja. Budaya kerja bukanlah sesuatu yang diwariskan secara genetik, melainkan dipelajari dan dikembangkan melalui pengalaman dan interaksi dalam lingkungan kerja.
Budaya kerja mencakup berbagai unsur seperti etos kerja, komunikasi, kerjasama tim, tanggung jawab, dan kebiasaan profesional lainnya yang mempengaruhi bagaimana individu berperilaku dan berinteraksi dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka. Seperti budaya pada umumnya, budaya kerja juga memberikan panduan dan kerangka yang koheren bagi anggota organisasi untuk mengorganisasikan aktivitas mereka dan memungkinkan mereka meramalkan serta menyesuaikan perilaku di lingkungan kerja.
Gen-Z mendapatkan kritikan dan stereotip yang berlimpah dari generasi millenial dan generasi tua bahwa rekan-rekan Gen-Z sebagai pekerja yang malas dan komunikator yang kasar untuk menyarankan agar mereka menggunakan kesehatan mental sebagai alasan untuk menghindari memenuhi tanggung jawab mereka. Hal ini sangat kontras dengan stereotip yang ada dan keinginan sebenarnya Gen-Z di tempat kerja sangat mencolok. Di luar pemahaman mereka ekspektasi terhadap gaji dan tunjangan, Gen Z juga sangat mementingkan kepemilikan lingkungan kerja yang mendukung, positif budaya perusahaan, dan peluang karir kemajuan. Aspek-aspek ini sangat penting untuk kepuasan kerja dan pertumbuhan profesional mereka.
Dengan 70,72% penduduknya berada pada usia produktif (15 hingga 64 tahun), Indonesia menikmati bonus demografi, yang diharapkan dapat membantu negara ini mencapai masa emasnya pada tahun 2045. Gen Z (lahir antara tahun 1997 dan 2012) saat ini merupakan generasi terbesar. kelompok di Indonesia sebesar 27,94% dari total penduduk atau 74,93 juta jiwa. Signifikansi mereka bahkan mungkin lebih besar dibandingkan generasi milenial yang merupakan generasi terbesar kedua di Indonesia dengan jumlah 25,87% dari total populasi atau 69,38 juta jiwa.
Hampir separuh dari Gen Z telah memasuki usia produktif, sementara sisanya akan mampu memasuki dunia kerja pada tahun-tahun mendatang. Sebagai generasi yang tumbuh setelah reformasi politik di Indonesia pada tahun 1998 dan merupakan generasi yang disebut sebagai generasi digital native, Gen Z tentu memiliki sikap dan perilaku yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Memahami siapa sebenarnya Gen Z, mulai dari gaya hidup, sudut pandang, dan nilai-nilai hingga tujuan dan tantangan hidup mereka akan membantu kita mengungkap jalan sebenarnya menuju era keemasan Indonesia.
Namun walaupun sedang menuju ke era keemasan Indonesia yang berupa masalah kesehatan mental dan kecemasan dalam melewatinya. Kecemasan adalah respons alami terhadap stres atau ancaman potensial dan bisa bermanfaat dalam menghadapi situasi menantang. Namun, kecemasan yang berlebihan dan terus-menerus dapat berkembang menjadi gangguan kecemasan seperti gangguan kecemasan umum, gangguan kecemasan sosial, gangguan panik, dan fobia spesifik. Faktor genetik, lingkungan, dan psikologis dapat memicu kecemasan. Di era digital, kemajuan teknologi membawa kemudahan dan peluang, namun juga meningkatkan prevalensi kecemasan karena konektivitas terus-menerus, informasi berlebihan, dan tekanan untuk mempertahankan persona online. Mencari bantuan profesional sangat penting bagi mereka yang mengalami kecemasan berlebihan. Dengan memahami penyebab dan gejalanya, serta menggunakan strategi manajemen yang efektif, individu dapat mengendalikan kecemasan mereka. Banyak sumber daya tersedia untuk mendukung mereka yang berusaha mengatasi kecemasan.
Penelitian mengenai perhatian Gen Z Indonesia terhadap isu sosial-politik menunjukkan berbagai prioritas. Mayoritas (60%) mengidentifikasi ketidaksetaraan sosial dan ekonomi sebagai isu utama, diikuti oleh kesehatan mental dan kesejahteraan (51%), hak asasi manusia dan keadilan sosial (42%), akses pendidikan (34%), serta dampak sosial dari perkembangan teknologi (31%). Isu perubahan iklim, ketidaksetaraan gender, dan perubahan politik kurang mendapat perhatian, masing-masing hanya 25%, 12%, dan 11%.
Hasil ini bertentangan dengan pandangan global bahwa perubahan iklim adalah isu penting bagi Gen Z, yang populer berkat aksi aktivis Greta Thunberg. Rendahnya perhatian Gen Z Indonesia terhadap perubahan iklim dapat disebabkan oleh adanya isu lain yang lebih mendesak di negara berkembang. Misalnya, mereka lebih memprioritaskan dampak teknologi terhadap masyarakat, seperti otomasi yang berpotensi menggantikan pekerja manusia dan tantangan yang ditimbulkan oleh penggunaan media sosial yang luas.
Dalam beberapa tahun terakhir, otomasi dan media sosial telah menjadi perhatian signifikan bagi Gen Z. Dampak otomasi terhadap peluang kerja dan stres yang disebabkan oleh media sosial menjadi perhatian utama karena langsung mempengaruhi kehidupan dan masa depan mereka, sehingga mereka mungkin lebih memprioritaskan isu-isu ini dibandingkan perubahan iklim yang dianggap sebagai ancaman lebih jauh.