Udin yang bangkrut terpaksa menjual keempat mobilnya, karena banyaknya hutang yang harus dia tutupi. Begitu pula lama kelamaan uang simpananannya menipis, yang membuat dia terpaksa menjual rumahnya yang seluas 475 meter persegi untuk pindah ke rumah seluas 250 meter persegi, juga di Gunung Sindur, Bogor. istri Udin, mbak Sopi terus menerus menangis tiap malam "Pa.. kenapa ya kita semiskin ini sekarang?" "Ga tau ma.. kita ada di titik nadir sekarang..", mereka berdua semakin hari semakin pesimis dan alhasil kerja mereka hanya tidur dan tidur sepanjang hari.
Tetapi semua berubah, ketika Bang Hamidun mengundang mereka berdua ke pesta di rumahnya, mereka melihat Bang Hamidun sangat makmur dan mereka sebut "kaya", padahal ada isu bahwa dia mendapatkan semuanya dengan cara korupsi. Tetapi kedua orang itu sudah sangat kagum dengan Bang Hamidun, mereka kagum karena mobil bang Hamidun ada 7, lebih mewah dari mobil mereka yang hanya tersisa, yaitu Nissan Serena keluaran 2005 berwarna emas, apalagi luas rumah bang Hamidun adalah 1000 meter persegi, membuat mereka semakin minder saja.
 Mereka kemudian melabeli diri mereka dengan sebutan "miskin", dan menjadikan bang Hamidun kiblat mereka, mereka juga mengubah prinsip mereka menjadi "Uang, uang dan uang" segalanya tentang uang, sejak saat itu di depan semua saudara, mereka selalu mengeluh dan mengeluh, menceritakan betapa miskinnya mereka.
 Akibatnya banyak saudara mereka yang sok kaya yang menjuluki mereka dengan sebutan "babu" atau "si miskin", mereka merasa makin miskin saat Bang Hamidun berkeliling bersama ketiga anaknya ke 34 negara. Mereka kemudian rela "diperbudak" oleh semua saudara mereka yang sok kaya, mereka dianggap sebagai "abdi" oleh saudara mereka, diperlakukan seperti robot, selalu disuruh dan disuruh.
Salah satu anak dari Udin, Wahyu Maharaja, muak melihat kelakuan kedua orang tuanya itu, pasalnya Wahyu yang aktif sebagai Aktivis ini melihat orang tuanya sudah mempermalukan dirinya sendiri di hadapan semua saudaranya, bahkan di hadapan semua teman keluarga "Ini cuma kubangan lumpur!" Ujar Udin terhadap rumahnya sendiri, "Papa sama sekali tidak mensyukuri apa yang beliau masih punya.." ujar Wahyu pada dirinya sendiri, maka Wahyu mencari cara untuk menyadarkan kedua orang tuanya.
Dia kemudian melihat dari salah sebuah stasiun Televisi, seorang tukang abu gosok yang mendirikan sekolah anak jalanan, lalu dia mencari informasi tentang pria tersebut, kemudian mengajak ayah dan ibunya untuk mengunjungi pria bernama Darto Hakan tersebut. Sampai di tempat Darto, mereka berdua terkejut akan rumah Darto yang sangat sangat kecil, sebuah gubuk yang terbuat dari kayu, dan hanya seluas 15 meter persegi, Darto tinggal bersama keempat anaknya dan istrinya di dalam gubuk itu. Sementara tempat mengajar Darto adalah di samping rumahnya, yang juga terbuat dari kayu dan berbentuk saung.Â
Banyak sekali anak jalanan dan anak kurang mampu yang diajarkan secara gratis oleh Darto berbagai ilmu yang didapatnya, mengingat pendidikannya yang hingga SMA, bahkan Darto rutin melobi dinas pendidikan agar memberi anak berbakat yang diajarnya beasiswa agar mereka dapat bersekolah. Bahkan datanglah seorang pria mengenakan baju batik yang mengendarai sebuah motor, dan ikut mengajar semua anak di situ, yang mengejutkan adalah pria tersebut adalah seorang profesor!Â
Yang terketuk hatinya melihat kegigihan Darto mengajar anak jalanan, sementara dia sendiri harus membanting tulang dengan sangat keras. Melihat itu, Udin menitikan air matanya, dia kemudian menyadari bahwa dirinya sangat tidak bersyukur akan apa yang dimilikinya, sedangkan Darto adalah kebalikan dirinya. Udin memiliki Sebuah mobil, sebuah rumah, bahkan semua anaknya sudah bergelar sarjana, namun apa yang dia lakukan? Dia tidak mensyukuri apa yang dia miliki! Dia hanya berkaca pada orang dengan gaya hidup yang lebih mewah darinya tanpa pernah melihat ke bawah.
Sejak saat itu, udin menyadari bahwa ada yang lebih penting daripada uang, yaitu berbuat baik. Orang seperti Darto adalah contoh yang patut ditiru oleh dirinya, karena tidak ada yang akan mengenang seseorang di masa depan berdasar kekayaan yang dia miliki! Siapa di masa depan yang peduli akan 7 mobil yang dimiliki oleh Bang Hamidun? tapi orang seperti Darto? Di masa depan dia akan dikenang karena jasanya, karena dia telah berhasil menyelamatkan masa depan dari semua anak yang diajarnya. Kebaikan memang selalu lebih penting.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H