Mohon tunggu...
Ananda Sumargo
Ananda Sumargo Mohon Tunggu... -

vamos

Selanjutnya

Tutup

Politik

Stabilitas Politik Tujuan Utama Demokrasi

2 Agustus 2013   13:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:42 1712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kehadiran era reformasi yang penuh keterbukaan politik telah memberikan ruang luas bagi bangsa Indonesia untuk menghadirkan demokrasi sebagai aturan main dalam membangun kehidupan politik berbangsa dan bernegara. Pengunduran diri Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 merupakan momen bersejarah bagi kehidupan politik di Indonesia. Setelah 32 tahun berada di bawah kekuasaan rezim otoritarianisme Orde Baru, Indonesia secara perlahan-lahan bertransformasi menjadi negara demokrasi.

Pelaksanaan pemilihan umum tahun 1999, 2004, dan 2009 yang berlangsung secara demokratis seakan menjadi bentuk penegasan sikap bangsa Indonesia untuk memilih demokrasi sebagai jalan hidup berbangsa dan bernegara. Pengalaman hidup di bawah rezim otoriter selama lebih dari tiga dasawarsa tidak menjadi hambatan berarti bagi bangsa Indonesia untuk bertransformasi menjadi negara demokrasi.

Indonesia telah berhasil melakukan transisi damai dari rezim otoriter menuju rezim demokrasi. Tidak heran jika kemudian dunia internasional menempatkan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat.

Meskipun demikian, harus diakui setelah 15 tahun berpaling dari rezim otoritarianisme ternyata eksistensi demokrasi di Indonesia belum banyak memberi arti. Demokrasi seakan hanya menjadi konsumsi sekelompok elite politik. Apa yang ada di benak sebagian besar elite politik kita bukanlah bagaimana cara menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat, melainkan justru kapan dan bagaimana cara merebut, menjalankan, dan mempertahankan kekuasaan.

Hal itu mengakibatkan demokrasi kita menjadi tidak lebih dari sekadar panggung konsenstasi politik yang penuh kegaduhan dan kebisingan. Tidak heran jika kemudian kita merasa bimbang melihat praktek demokrasi dan kehidupan politik di Indonesia dewasa ini. Padahal, sejatinya demokrasi tidak boleh hanya dimaknai sebatas pada kebebasan untuk berkumpul, berserikat, berorganisasi, dan berekspresi.

Berbagai kegaduhan dan kebisingan yang hadir mengiringi perjalanan demokrasi di Indonesia itu tentu memunculkan konsekuensi tersendiri bagi siapa pun presiden yang memimpin negeri ini. Bukan pekerjaan ringan menjadi seorang presiden dari sebuah pemerintahan yang disesaki berbagai kegaduhan dan kebisingan politik. Berbagai kegaduhan dan kebisingan politik itu seringkali menimbulkan goncangan-goncangan yang mengganggu pemerintahan.

Lebih jauh, berbagai kegaduhan dan kebisingan politik itu juga mengakibatkan kelangkaan obyektifitas dalam memandang dan melakukan penilaian terhadap kinerja seorang presiden, termasuk di era pemerintahan saat ini. Dalam berbagai kesempatan Kepala Negara mengungkapkan tidak mudah menjadi presiden di era seperti saat ini di mana euforia masih terasa sangat berlebihan. Menjadi presiden di era penuh euforia seperti itu akan banyak dikritik dan dihujat, tapi sedikit mendapatkan apresiasi.

Saat berbuka bersama dengan masyarakat Kabupaten Bondowoso di Bondowoso, Jawa Timur, kemarin. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, yang diharapkan rakyat sekarang adalah negaranya aman, tenang dan damai, bebas dari rasa ketakutan. Sejak menjadi presiden, setidaknya SBY telah menerima 3,5 juta SMS dari rakyat Indonesia. Selain itu, ada 150 ribu surat, dan juga berbagai masukan melalui media sosial, di twitter, maupun facebook.

Kita tahu, rakyat juga ingin bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya, tidak muluk-muluk, bisa punya makanan yang cukup, bisa punya sandang, ada hunian yang layak, putra-putrinya bisa bersekolah, kalau sakit bisa berobat, kemudian lingkungannya juga tidak buruk.

Rakyat juga tidak suka kalau politik ini gaduh, kalau politisi berantem satu sama lain rakyat tidak suka, tapi kalau politisi akur meskipun berkompetisi tapi tidak memutus silaturrahim rakyat akan suka. Jadi sebenarnya justru segala sesuatunya harus diarahkan dan tujukan untuk memenuhi harapan, keinginan, dan kebutuhan rakyat. Demokrasi memang hadir untuk kestabilan politik, bukan kegaduhan dan pertengkaran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun