Sepertinya aura pemilu pilpres untuk Partai Amanat Nasional (PAN) sudah santer tercium dan terdengar di media massa. Hatta Rajasa digaung-gaungkan untuk maju menjadi calon prsiden pada 2014 nanti. Dukungan yang mengalir terlihat begitu banyak, walaupun tak jarang juga ada berita-berita “miring” yang mengangkat isu tentang Hatta Rajasa yang kurang kuat di ajang pilpres 2014 nanti.
Beberapa waktu lalu PAN menyelenggarakan Silaturahmi Nasional (Silatnas) dan Rakernas (Rapat Kerja Nasional) PAN di Kemayoran, Jakarta. Isu yang santer terdengar adalah, PAN mendesak Hatta Rajasa untuk mencalonkan diri sebagai Capres tunggal dari PAN. Isu yang dibuat ini semakin membesar dengan komentar-komentar dari petinggi-petinggi PAN langsung, seperti Wakil Ketua PAN Azwar Abu Bakar, Sekjen PAN Taufik Kurniawan, dan Ketua Fraksi PAN di DPR Tjatur Sapto Edy.
Bahkan, saking ngebetnya PAN untuk mencalonkan Hatta, ajang rakernas juga diberitakan sebagai tempat deklarasi atau penyatuan pandangan kader PAN untuk mengusung Hatta Rajasa. Insan media sepertinya terbawa dengan arus politik PAN. Saya pun berpikir, citra positif yang ingin ditimbulkan tentang Hatta Rajasa tergolong cukup bagus.
Analisa sederhana, muculnya komentar-komentar dari para petinggi partai berseragam biru ini tidak lain dan tidak bukan karena insan media sendiri yang tergelitik untuk bertanya seputar pencapresan Hatta ketika bertemu dengan mereka. Maka dari pertanyaan-pertanyaan wartawan itulah, akhirnya, berita yang dibuat menceritakan seputar wacana pencapresan Hatta Rajasa.
Saya ingin mengambil contoh, Taufik Kurniawan, Sekjen PAN sekaligus Wakil Ketua DPR ini, kemarin ketika dikonfirmasi tentang anggaran pimpinan DPR untuk dirinya yang mencapai 12 M pada 2011, masih sempat berkomentar tentang tak dapat ditawarnya Hatta Rajasa menjadi Capres pada pemilu mendatang. Bukankah ini adalah dua isu yang berbeda, walaupun intinya media massa juga mendapatkan klarifikasi bijak dari Taufik Kurniawan tentang anggaran tersebut. Taufik juga mengatakan PAN belum berpikir untuk memosisikan Hatta sebagai “nomor 2” dalam pilpres besok.
Sebagai bukti keseriusan PAN mengusung HR nanti, Taufik juga tak sungkan untuk membuka strategi PAN yang telah sampai pada tahap membuat tim. Namun sepertinya tim ini adalah tim pembuat konsep ekonomi seperti saran Amien bagi para capres di 2014. Taufik mengatakan Hatta sudah membuat tim yang menyusun konsep ekonomi untuk ditawarkan kepada masyarakat luas, dan tentunya konstituen PAN sendiri sebagai basis utama nantinya.
Selain Taufik, yang merupakan orang nomor dua di partai, beberapa hari yang lalu Amien Rais pun turut memberikan dukungan untuk Hatta Rajasa. Pernyataan Amien pada saat itu kurang lebih ingin mengatakan Hatta adalah calon satu-satunya dari PAN untuk pilpres nanti. Sekaligus ada beberapa wacana yang dilempar Amien ke media massa beberapa hari lalu, diantaranya permasalahan umur calon presiden yang bernada, calon tua agaknya kurang pantas nyapres. Komentar Amien tersebut saya rasa cukup sukses karena bisa membuat Akbar Tanjung berbicara. Akbar bilang, pembatasan usia capres tidak pas, ya begitulah kira-kira komentar dari mantan orang nomor satu Partai Golkar, partai yang menurut saya rajanya politik Indonesia, dengan warna jaket kuning tuanya yang sampai ke pelosok desa.
Suara dari PAN DPR pun tak kalah hebatnya, Tjatur Sapto Edy, Ketua Fraksi PAN juga mendukung kuat pencalonan Hatta Rajasa. Ia mengatakan bahwa kader-kader PAN di daerah sudah mendukung kuat untuk pencalonan Hatta segera diresmikan.
Hasilnya Rakernas PAN 8-11 Desember kemarin menjadi ajang pengukuhan dukungan kader PAN untuk Hatta Rajasa.
Tapi ada yang aneh sepertinya, coba perhatikan Hatta Rajasanya sendiri, sepertinya enggan menanggapi isu dan wacana pencalonan dirinya sebagai capres. Malah dalam beberapa kesempatan, Hatta yang saat ini masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dibawah kabinetnya Pak Beye (panggilan SBY yang saya kutip dari salah satu judul buku) selalu mengatakan bekerja, bekerja, dan bekerja. Mungkin hal ini wajar di ungkapkannya karena waktu 2014 itu masih dua tahun lagi, sedangkan RUU Pemilu yang dirombak belum juga mencapai kata sepakat di DPR.
Analisa saya, inilah strateginya, menempatkan Hatta diposisi yang benar (sebagai menteri, bukan sebagai bakal calon capres) dan seolah mengindahkan wacana pencalonan dirinya, sehingga kesan yang muncul, Hatta lebih mengutamakan masyarakat dibandingkan dengan jabatan, maka perspektif positif pun terbangun dimasyarakat. Belum lagi Hatta memang nyaris tak tersentuh kasus apa pun selama ini, baik ketika menjabat Ketua Umum PAN atau Menko Perekonomian.
Kemudian, siapa yang menjadi ujung tombak pengenalan Hatta kemasyarakat sebagai bakal calon capres? Menurut saya, inilah gunanya komentar-komentar dari para petinggi PAN, sampai sesepuh seperti Amien Rais. Taufik Kuriawan, Tjatur Sapto Edy, Azwar Abu Bakar, para pengurus DPP, DPD PAN, dan berbagai media-media komunikasi, penelitian, dll. Inilah ujung tombak publikasi dan promosi Hatta. Sehingga tanpa harus berkoar-koar akan mencalonkan diri sebagai calon presiden, Hatta Rajasa tetap tenar, dan masyarakat luas mengetahui wacana itu, sampai akhirnya, ketika ajang pencalonan tiba, mungkin barulah Hatta akan mendeklarasi resmi dari dirinya pribadi untuk maju sebagai calon presiden.
Menurut saya ini adalah strategi yang sangat cantik. Populer lewat tangan orang lain, dan ini terbukti ampuh pada 2004 lalu saat SBY mencalonkan diri sebagai presiden. Namun tentunya ada beberapa perbedaan mendasar antara strategi HR dengan SBY dan tentu tidak akan saya ulas di tulisan ini karena akan menyimpang dari topik kita.
HR tak akan tersentuh isu gila jabatan, terkait PAN sudah deklarasikan dukungan baginya karena ia tetap fokus melaksanakan tugas-tugas kementrian. Strategi yang cantik bukan?
Akibat dari membumbungtingginya berita di media massa tentang dukungan terhadap HR di Rakernas PAN, PDIP pun berkomentar di media massa, bahwa Rakernas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu di Bandung tidak mengulas dan menyinggung wacana capres dan PDIP, tapi mereka fokus dengan isu-isu kerakyatan, hal ini tidak jauh berbeda dengan Wiranto di Rakernas Hanura. Saya pikir ini efek turunan dari diblow-up nya dukungan kader PAN untuk HR di PAN. Strategi yang sangat manis bukan, dan bukan tidak mungkin 2014 HR nyapres dan menang, atau HR memang tidak mau maju sebagai calon presiden. Ya, itu adalah dua kemungkinan yang ideal.
Lebih baik kita dukung capres yang memiliki konsep bagus dan bisa memajukan Indonesia, dan tentu saja kesejahteraan masyarakatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H