Mohon tunggu...
Ananda Khairul
Ananda Khairul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Universitas Padjajaran

Mahasiswa yang tertarik dengan Sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Monumen Bundaran HI Saksi Bisu Kegagalan Ir. Soekarno

22 Juni 2024   20:20 Diperbarui: 22 Juni 2024   20:20 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

          Monumen Patung Selamat Datang atau sering dikenal dengan Monumen Bundaran HI karena letaknya yang berada ditengah-tengan bundaran dekat Hotel Indonesia sampai saat ini masih sering dijadikan spot foto yang bagus. Masyarakat yang berkunjung ke daerah Jakarta tidak afdol rasanya tidak mengambil foto disana. Akan tetapi, dibalik berdirinya monumen tersebut terdapat cerita yang justru membuat Soekarno harus turun dari jabatannya sebagai presiden. Soekarno nilai gagal dalam memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia. Padahal Soekarno sendiri merupakan tokoh yang sangat berwibawa dan juga berkat kemampuannya dalam Story telling ia dapat menarik simpati dan perhatian Masyarakat. Disini penulis akan menceritakan alasan mengapa Soekarno dinilai gagal dalam memimpin NKRI.

          Pasca pengakuan kedaulatan atas berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, sistem pemerintahan Demokrasi Liberal berlaku di Indonesia selama tahun 1949-1959. Sistem pemerintahan Demokrasi Liberal atau sering dikenal dengan Demokrasi Parlementer merupakan sistem yang menggunakan sistem multipartai. Di Masa ini juga Pemilihan Umum atau PEMILU pertama kalinya dilaksanakan di Indonesia. Munculnya banyak partai politik yang berdiri dan berlakunya kabinet parlementer, dinilai menjadi sistem yang sangat demokratis. Menciptakan suasana negara yang demokratis, rakyat bebas menyuarakan pendapatnya, mengkritik pemerintah dan bebas mendirikan partai politik. Demokrasi Liberal juga mencegah kekuasaan presiden yang otoriter atau absolut karena kekuasaan tertinggi dipegang oleh partai yang berkuasa. Mungkin itu lah pencapaian yang diraih di masa Demokrasi Liberal. Akan tetapi, sistem politik Demokrasi Liberal dan segala pencapaiannya belum bisa menciptakan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini menjadi negara yang sejahtera. Masa Demokrasi Liberal ini banyak sekali permasalah yang terjadi.

          Sistem multipartai yang diberlakukan bertujuan untuk menciptakan suasana yang demokratis nyatanya terjadi kesenjangan sosial. Munculnya golongan mayoritas dan golongan minoritas dalam masyarakat. Sikap mengutamakan kepentingan partai politik tertentu daripada kepentingan bersama. Masa Demokrasi Liberal ini telah berlakunya sistem kabinet parlementer yang kapan saja bisa berganti apabila terjadi masalah. Dari hal tersebut akibatnya sering kali terjadi pergantian kabinet yang menyebabkan program kerja tidak terlaksana secara maksimal. Kondisi ini lah yang memicu ketidakstabilan ekonomi, politik, sosial dan keamanan. 

Seperti jatuhnya kabinet pertama yaitu Kabinet Natsir yang disebabkan munculnya banyak pemberontakan seperti DI/TII, Gerakan Andi Aziz, Gerakan APRA, dan Gerakan RMS. Masalah juga terjadi pada Kabinet Sukiman, terjadinya masalah krisis moral karena adanya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintah dan kegemarannya terhadap barang-barang. Selain itu juga telah terjadi masalah yang cukup besar pada 17 Oktober 1952 peristiwa ini terjadi karena masalah ekonomi, reorganisasi atau profesionalisasi dan campur tangan atas permasalahan militer. Pada tanggal tersebut masyarakat melakukan demonstrasi dan menuntut agar membubarkan sistem parlementer karena presiden Soekarno nilai tidak melakukan apapun terhadap permasalahan yang terjadi. Di Dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo juga terjadi pemberontakan PRRI/Permesta akibat dari ketidak merataan pembangunan khususnya di daerah yang tertinggal, terdepan dan terluar. Pemerintah dinilai hanya melakukan pembangunan di pusat-pusat kota saja khususnya di Pulau Jawa.

          Selain permasalahan politik atau sosial, masalah ekonomi juga kerap terjadi seperti, Program Benteng yang dilaksanakan pada Kabinet Natsir. Program Benteng ini memberikan lisensi kepada importir pribumi agar bisa bersaing dengan impor asing dan juga memberikan kredit kepada perusahaan-perusahaan pribumi untuk mengembangkan usahanya sehingga dapat menumbuhkan perekonomian negara serta dapat bersaing dengan perusahaan asing yang pada saat itu mayoritas perusahaan dari Cina. Namun, karena sifat pribumi yang konsumtif kredit yang seharusnya dimanfaatkan untuk pemgembangan perusahaan justru malah digunakan untuk membeli barang-barang mewah. Lisensi yang diberikan oleh negara justru malah dijual kepada perusahaan asing. Tidak ada hanya itu pemerintah memberlakukan sistem ekonomi Ali-Baba, sistem ini mewajibkan untuk para perusahaan asing memberikan pelatihan kepada rakyat pribumi. Namun, lagi-lagi peraturan itu gagal karena masyarakat Indonesia yang tidak siap untuk menerima pelatihan tersebut justru malah diperalat oleh perusahaan asing.

          Melihat banyaknya permasalah yang terjadi Presiden Soekarno melakukan Dekrit Presiden 15 Juli 1959, yang telah menyatakan berakhirnya Demokrasi Liberal dan berlakulah sistem Demokrasi Terpimpin. Di Masa ini kekuasan tertinggi dipegang sepenuhnya oleh presiden dan sistem parlementer telah sepenuhnya dibubarkan. Soekarno melihat sistem parlementer tidak sesuai dengan kondisi negara Indonesia pada saat itu, makam Soekarno menggantikannya dengan sistem Demokrasi Terpimpin. Sistem demokrasi ini sempat ditentang oleh M. Hatta karena tidak sejalan dengan arah pemikiran Hatta sendiri. Soekarno adalah orang yang sangat simbolik dimana Soekarno sangat peduli dengan makna-makna simbol dan penilaian dari orang lain. Pada saat itu Soekarno berambisi untuk menjadi tuan rumah Asian Games yang ke-4 pada tahun 1962. 

Hal juga menuai kritikan dari Hatta yang tidak setuju dengan program tersebut, karena melihat kondisi Indonesia yang masih pada fase pemulihan dalam kestabilan ekonomi. Untuk menjadi tuan rumah Asian Games pun memerlukan biaya anggaran yang sangat besar seperti pembangunan Stadion Nasional Gelora Bung Karno, Patung Selamat Datang, Hotel Indonesia, jalan MH Thamrin, Jalan Gatot Subroto dan Jembatan Semanggi. Biaya anggaran untuk pembangunan yang masif tersebut didapat dari kebijakan Printing Money atau mencetak uang dengan jumlah yang sangat banyak. Kita semua sudah tahu bahwa faktor terjadinya inflasi adalah terlalu banyak uang yang beredar di masyarakat. Peredaran uang tersebut akibat dari pencetakan uang yang sangat banyak. Melihat juga dari tahun-tahun sebelumnya di tahun 1961 Indonesia telah mengalami inflasi sebanyak 20%. Dilansir dari pajakku.com puncak inflasi terjadi pada 1965 dengan kenaikan inflasi menembus angka 592%.  Patung Selamat Datang simbol dari penyambutan para atlet Asian Games menjadi penyambutan kepada inflasi yang akan datang. Masa Demokrasi Terpimpin diakhiri oleh peristiwa Pemberontakan G30S/PKI 1965 dan kondisi kesehatan Soekarno yang makin parah memaksa Soekarno untuk turun dari jabatannya sebagai Presiden.

         Sangat sulit bagi kita menaruh harapan kepada orang lain untuk memimpin negeri. Sosok seorang Soekarno yang memiliki sifat karismatik, berwibawa dan tegas yang selalu dibanggakan hamper seluruh rakyat Indonesia. Dengan kemampuan Story telling nya yang baik sehingga menarik kepercayaan dan simpati masyarakat. Pada akhirnya gagal memimpin NKRI ini menuju negara yang Sejahtera, adil dan makmur.   

              

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun