Seiring dengan meningkatnya tekanan untuk mencapai target produktivitas yang tinggi, risiko-risiko terkait K3 menjadi semakin signifikan. Kecelakaan kerja merupakan segala insiden yang terjadi di lingkungan kerja yang tidak aman atau tidak sehat, serta  menimbulkan dampak negatif seperti cidera, penyakit akibat kerja (PAK), hingga kematian.Â
Kecelakaan kerja tidak hanya merugikan individu secara langsung, tetapi juga memengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Menurut BPJS Ketenagakerjaan, kecelakaan kerja selama 5 tahun terakhir semakin meningkat. Hal ini dilihat dari melonjaknya  jumlah klaim Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) ke BPJS Ketenagakerjaan dari 2019 hingga November 2023.
Adapun jumlah klaim JKK pada 2019 adalah sebanyak 182.835 kasus. Jumlah itu kemudian naik di 2020 menjadi 221.740, dan terus naik di 2021 menjadi 234.370 klaim, bahkan nyaris mencapai 300.000 klaim di 2022.Â
Puncaknya terjadi di 2023, dimana sepanjang Januari-November 2023, klaim JKK telah mencapai 360.635 kasus. Kecelakaan kerja ini terjadi di berbagai sektor industry. Angka ini tidak hanya mencerminkan tantangan besar dalam penerapan standar keselamatan kerja tetapi juga menyoroti pentingnya penanganan serius terhadap aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).Â
Kecelakaan kerja kian tahun terus meningkat menunjukkan adanya masalah mendasar dalam sistem prosedur K3 yang ada saat ini. Faktor-faktor seperti kurangnya pelatihan, pengawasan yang tidak memadai, peralatan yang dipakai tidak aman, serta kesadaran yang rendah tentang risiko di tempat kerja berkontribusi pada tingginya angka kecelakaan.
Abainya kesadaran pekerja mengenai k3 di lingkungan kerja menjadi salah satu factor utama kecelakaan kerja terjadi. Kesadaran pekerja akan k3 juga dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu aspek individu dan aspek organisosional. Aspek individu meliputi pengethuan, sikap, dan perilaku. Pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja tentang risiko-risiko mengenai pekerjaan mereka, serta cara untuk menidentifikasi dan mengurangi risiko tersebut.Â
Selain itu, sikap yang dimiliki oleh pekerja terhadap K3 mempengaruhi tentang bagaimana cara mereka mengambil langkah-langkah untuk menjaga keselamatan dan kesehatan diri di tempat kerja.Â
Perilaku yang dimiliki oleh pekerja, juga termasuk kepatuhan terhadap prosedur keselamatan, penggunaan APD, dan partisipasi dalam program K3. Aspek organisasional meliputi budaya perusahaan yang dimana perusahaan memiliki budaya untuk mendorong kesadaran dan komitmen pekerja terhadap K3.
Meningkatkan kesadaran pekerja akan k3 merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan keamanan dan kenyamanan bekerja, selain itu juga meningkatkan produktivitas dan moral karyawan. Â Nah, maka dari itu diperlukan beberapa cara, yaitu
- Komunikasi Internal yang Efektif diperlukan untuk memastikan bahwa informasi tentang K3 disampaikan dengan jelas dan diterima dengan baik oleh seluruh pekerja. Hal ini biasa dilakukan ketika awal hendak bekerja dan akhir setelah bekerja, atau yang biasa disebut "safety induction"
- Pelatihan K3 yang Menarik dan Interaktif dapat menggunakan video, gambar, dan skenario nyata yang relevan dengan pekerjaan mereka. Bisa juga dengan melakukan praktek simulasi atau role-playing agar pekerja benar-benar merasakan situasi yang mungkin terjadi.
- Peningkatan Fasilitas dan Infrastruktur. Semua peralatan K3 seperti APD, alat pemadam kebakaran, dan tanda-tanda keselamatan harus dalam kondisi baik dan mudah diakses. Perbarui fasilitas yang sudah usang atau rusak, karena dengan fasilitas yang memadai pekerja akan lebih mudah menerapkan prinsip K3 dalam aktivitas sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H