-Penghindaran konflik kepentingan: Pejabat negara harus menjauhkan diri dari konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi objektivitas dan integritas mereka. Mereka harus mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
-Transparansi dan akuntabilitas: Pejabat negara harus transparan dalam tindakan mereka dan siap mempertanggungjawabkan keputusan-keputusan mereka kepada masyarakat. Mereka harus memberikan informasi yang jujur dan akurat, serta siap menerima kritik dan mengambil langkah-langkah untuk perbaikan.
- Kesetiaan kepada konstitusi dan undang-undang: Pejabat negara harus setia kepada konstitusi dan undang-undang yang mengatur tugas dan tanggung jawab mereka. Mereka harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam hukum, menghormati prinsip negara hukum, dan memastikan perlakuan yang adil dan setara bagi semua warga negara.
- Tanggung jawab moral terhadap rakyat: Pejabat negara harus memahami tanggung jawab moral mereka terhadap rakyat. Mereka harus mengutamakan kepentingan masyarakat, memperjuangkan keadilan sosial, dan berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Berikut merupakan beberapa faktor mengapa Delik Moral Kantian dapat terjadi pada pejabat di Indonesia.
- Kultur Kecurangan: Salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya pelanggaran etika seperti Delik Moral Kantian di Indonesia adalah adanya kultur kecurangan yang mengakar dalam masyarakat. Budaya korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang melibatkan pejabat publik telah terjadi dalam beberapa dekade terakhir, dan hal ini mencerminkan adanya sikap yang merugikan prinsip universalitas dan integritas.
- Ketidakefektifan Sistem Hukum: Sistem hukum di Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan, seperti birokrasi yang rumit, kekurangan transparansi, dan rendahnya tingkat penegakan hukum. Hal ini memberikan peluang bagi individu atau pejabat yang memiliki niat jahat untuk melanggar prinsip Delik Moral Kantian tanpa takut akan hukuman yang setimpal.
- Rendahnya Kesadaran Moral: Kesadaran moral yang rendah atau kurangnya pemahaman mengenai prinsip moral Kantian juga dapat menjadi faktor penyebab. Kurangnya pendidikan etika dan moralitas yang kuat dalam sistem pendidikan di Indonesia dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku individu, termasuk pejabat publik. Tanpa pemahaman yang cukup tentang prinsip moral Kantian, individu cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan publik.
- Kesempatan Korupsi: Indonesia memiliki sektor publik yang luas dan kompleks, termasuk dalam bidang proyek infrastruktur, perizinan, dan pengadaan barang/jasa. Hal ini menciptakan peluang besar bagi pejabat publik untuk menyalahgunakan wewenangnya dan melanggar prinsip Delik Moral Kantian. Ketidaktransparanan dalam proses pengambilan keputusan dan sistem yang rentan terhadap penyuapan mempermudah terjadinya praktik korupsi.
- Kurangnya Sistem Pengawasan yang Efektif: Kurangnya sistem pengawasan yang efektif juga menjadi faktor yang memfasilitasi terjadinya Delik Moral Kantian di Indonesia. Pengawasan terhadap pejabat publik yang tidak memadai atau rentan terhadap intervensi politik dapat menciptakan lingkungan di mana pelanggaran etika dapat terjadi tanpa ketahuan atau tindakan penindakan yang memadai.
- Kesenjangan Ekonomi yang Besar: Kesenjangan ekonomi yang signifikan di Indonesia dapat memberikan dorongan bagi pejabat publik untuk mencari keuntungan pribadi dengan melanggar prinsip Delik Moral.
KASUS Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat dan Korupsi di Aparatur Sipil Negara (ASN)
Korupsi di kalangan ASN sering kali melibatkan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip moral yang dianut dalam teori Delik Moral Kantian. Dalam etika Kantian, tindakan moral yang benar didasarkan pada prinsip universalitas, kewajiban moral, dan penghormatan terhadap martabat manusia.
Korupsi dalam konteks ASN dapat dilihat sebagai tindakan yang melanggar prinsip universalitas. Prinsip ini menyatakan bahwa tindakan etis haruslah dapat dijadikan aturan umum yang bisa diterapkan secara konsisten oleh semua orang dalam situasi yang serupa. Dalam kasus korupsi, pejabat ASN yang melakukan tindakan korupsi menggunakan wewenang dan posisinya untuk memperoleh keuntungan pribadi tanpa memperhatikan prinsip universalitas. Jika semua ASN melakukan tindakan korupsi, maka sistem pemerintahan akan hancur dan tidak bisa berfungsi dengan baik.
Selanjutnya, tindakan korupsi di kalangan ASN juga melanggar kewajiban moral. Dalam teori Delik Moral Kantian, kewajiban moral didasarkan pada imperatif kategoris, yaitu perintah moral yang bersifat mutlak dan universal. Pejabat ASN memiliki kewajiban moral untuk menjalankan tugas mereka dengan integritas, transparansi, dan mengutamakan kepentingan publik. Namun, melalui tindakan korupsi, mereka melanggar kewajiban moral ini dan memprioritaskan keuntungan pribadi di atas kepentingan publik.
Selain itu, korupsi di kalangan ASN juga melibatkan pelanggaran terhadap penghormatan terhadap martabat manusia. Dalam etika Kantian, setiap individu memiliki martabat yang harus dihormati. Pejabat ASN yang terlibat dalam korupsi menggunakan posisi dan wewenangnya untuk memperlakukan orang lain sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi. Hal ini melanggar prinsip bahwa manusia tidak boleh dianggap sebagai sarana, melainkan sebagai tujuan dalam diri mereka sendiri. Korupsi merugikan masyarakat dan merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.