Mohon tunggu...
Ananda GaluhIntan
Ananda GaluhIntan Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa di Politeknik Statistika STIS

Berkarya dengan data

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Provinsi dengan Jumlah Migrasi Netto Terendah, Apa Dampaknya Bagi Jawa Tengah?

13 Januari 2025   08:15 Diperbarui: 13 Januari 2025   08:09 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Google

Migrasi dapat diartikan sebagai perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampui batas politik/negara ataupun batas administratif/batas bagian dalam suatu negara. Migrasi merupakan salah satu dari tiga faktor dasar yang memengaruhi pertumbuhan penduduk, selain kelahiran dan kematian. Migrasi dapat meningkatkan jumlah penduduk apabila jumlah penduduk yang masuk ke suatu daerah lebih banyak dari pada jumlah penduduk yang meninggalkan wilayah tersebut. Sebaliknya, migrasi dapat mengurangi jumlah penduduk jika jumlah penduduk yang masuk ke suatu wilayah lebih sedikit dari pada jumlah penduduk yang meninggalkan wilayah tersebut.

Migrasi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pencapaian pembangunan dan potensi dari suatu wilayah. Pencapaian pembangunan serta potensi pengembangan seperti banyaknya lapangan kerja dan usaha di suatu wilayah akan menarik penduduk untuk mendatangi wilayah tersebut. Sementara itu, ketertinggalan dalam pembangunan di suatu wilayah akan mendorong penduduk untuk keluar dari wilayah tersebut. Oleh karena itu, pengelolaan migrasi merupakan suatu kebijakan pembangunan yang penting untuk meningkatkan pencapaian pembangunan. Pemahaman yang tepat mengenai migrasi merupakan salah satu faktor kunci untuk penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan terkait migrasi.

Hasil longform Sensus Penduduk tahun 2020 mengungkapkan hal unik pada fenomena migrasi di Jawa Tengah. Pada tahun 2020, Jawa Tengah menjadi provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di Indonesia, dengan total penduduk mencapai 36.516.036 jiwa. Dari jumlah tersebut, hanya 3,13% penduduk Jawa Tengah yang merupakan migran (berasal dari provinsi lain). Sementara itu, 14,32% penduduk asli Jawa Tengah memilih untuk melakukan migrasi keluar. Berdasarkan angka tersebut, pada 2022, Jawa Tengah menjadi provinsi dengan angka migrasi neto seumur hidup terendah di Indonesia, yaitu sebesar -12,26% Dengan kata lain, jauh lebih banyak penduduk yang keluar dari Jawa Tengah dibandingkan yang masuk ke Jawa Tengah.

Tiga kabupaten/kota dengan angka migrasi neto seumur hidup antarkabupaten/kota tertinggi di Jawa Tengah adalah Kota Semarang (18,76%), Kota Pekalongan (0,92%), dan Sukoharjo (0,07%). Hal ini mengindikasikan bahwa migrasi berkontribusi positif terhadap pertumbuhan penduduk di ketiga kabupaten/kota tersebut. Sementara itu, Wonogiri (-28,63%), Purworejo (-30,42%), dan Kota Surakarta (-32,75%) memiliki angka migrasi neto seumur hidup antarkabupaten/kota terendah di Jawa Tengah.

Fenomena tingginya migrasi keluar di Jawa Tengah sebenarnya bukan menjadi hal yang baru. Kesempatan kerja dan upah minimum regional (UMR) yang lebih tinggi di daerah lain, sekaligus tingkat pendidikan yang semakin tinggi menjadi pendorong bagi penduduk untuk merantau keluar dari Jawa Tengah.  Migrasi keluar dapat memberikan berbagai dampak terhadap daerah asal. Yang pertama, tingginya migrasi keluar tentu menyebabkan penurunan jumlah penduduk di daerah asal. Di Jawa Tengah, hal ini mulai terlihat dengan berkurangnya laju pertumbuhan penduduk. Berdasarkan data dari BPS, laju pertumbuhan penduduk pada 2020-2021 di Jawa Tengah sebesar 0.81%, menurun jika dibandingkan pada tahun 2010-2020 yang mencapai 1.17%.

Jika migran adalah pekerja berpenghasilan tinggi atau memiliki keterampilan khusus, maka kepergian mereka bisa berdampak pada kehilangan potensi ekonomi di daerah asal. Hal ini bisa mengurangi lapangan kerja, menghambat pertumbuhan ekonomi lokal, dan mempengaruhi sektor-sektor tertentu seperti industri, pendidikan, dan layanan kesehatan.

Namun, penting untuk dicatat bahwa dampak migrasi keluar tidak selalu negatif. Misalnya, migrasi dapat membuka peluang bagi pengembangan keterampilan dan pengetahuan baru di daerah asal, serta meningkatkan aliran uang remitansi yang dapat mendukung ekonomi lokal. Terlebih lagi, migrasi dapat memperluas jaringan sosial dan meningkatkan koneksi antara daerah asal dengan tempat-tempat di luarnya.

Ditulis oleh : Ananda Galuh IP, Muhammad Ruhul I, Putri Moelinda F (Mahasiswa Politeknik Statistika STIS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun