Mohon tunggu...
Ananda Fadhila
Ananda Fadhila Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

likes dinosaur a lot

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gender-Based Violence, Is It Real?

26 Juni 2021   20:46 Diperbarui: 26 Juni 2021   21:16 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
credit: The Borderless Youth Forum 

Kekerasan berbasis gender, merupakan tipe ketidakamanan non – tradisional yang menghantui masyarakat dewasa ini. Kekerasan berbasis gender meliputi perempuan dan laki-laki, yang berakar dari kesenjangan sosial di dalam suatu komunitas. 

Terkadang, kekerasan berbasis gender berasal dari ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender. Kekerasan berbasis gender termasuk ke dalam pelanggaran berat hak asasi manusia yang mengancam manusia. Kekerasan berbasis gender bisa kita temukan dimana-mana termasuk ruang kerja, sekolah, bahkan di rumah sendiri. 

Diperkirakan satu dari tiga perempuan akan mengalami kekerasan seksual atau fisik dalam hidupnya (the UN Refugee Agency, 2020). Berdasarkan laporan oleh Sweden International Development Cooperation Agency, keadilan dan kesetaraan gender akan teraktualisasi ketika semua perempuan dan laki-laki memiliki hak, kesempatan, kewajiban menentukan arah hidup, dan berkontribusi dalam sosial dan prospek hidup lainnya dengan proporsi yang ‘sama’. 

Pada ruang konflik, kekerasan berbasis gender kerap kali dialami oleh masyarakat, seperti yang terjadi di daerah Afrika termasuk Democratic Republic of the Congo, Sudan, dan Burundi (Fund, Women, & Women, 2005).

Isu ini dituangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Declaration on the Elimination of Violence against Women dan the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) yang diadopsi pada 20 Desember 1993. Deklarasi PBB melalui the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women mengartikan kekerasan berbasis gender sebagai

“setiap tindakan kekerasan berbasis gender yang mengakibatkan, atau kemungkinan besar berdampak pada mental dan seksual, menyakiti perempuan termasuk ancaman; tindakan secara paksa, perampasan hak kebebasan yang terjadi di lingkungan publik maupun pribadi.”

Di Afrika, kemiskinan menjadi penyebab utama diskriminasi berbasis gender, terutama bagi kaum perempuan – mereka kehilangan kesempatan untuk berada dalam lingkungan sosial, akses terhadap sumber daya yang layak, dan kekuasaan perempuan yang terlalu di monitori oleh laki-laki (Fund, Women, & Women, 2005). 

Kekerasan berbasis gender kian menjadi perhatian karena hingga hari ini, isu ini terus terjadi. Dalam rangka memerangi kekerasan berbasis gender, maka pihak yang berwenang harus memperbaharui paradigma regulasi dan strategi dengan berfokus pada penyebab kekerasan berbasis gender sebagai key priority

Faktanya yang sering mengalami kekerasan berbasis gender adalah perempuan, namun tidak menutup kemungkinan bahwa kekerasan ini juga kerap dialami oleh laki-laki. 

Beberapa dari mereka termasuk rentan mengalami kekerasan berbasis gender, terutama bagi yang hidup dalam lingkungan konflik, sebagai pengungsi dan yang berasal dari kalangan minoritas (Sweden International Development Cooperation Agency, 2015). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun