Oleh :
Erik Arya Prasetya(2450410025)1,Nur Lailatul Fatimah(2450410026)2,Ananda Dwi Saputra (2450410027)3
IAIN Kudus
Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa organisasi merupakan kesatuan atau susunan yang terdiri atas orang-orang dalam perkumpulan untuk mencapai tujuan bersama. Contohnya dalam organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Menurut saya, PMII adalah ladang amal, tempat kita belajar ikhlas, sabar, dan tangguh. Organisasi ini sudah lama dikenal sebagai tempat untuk memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan. Namun, belakangan ini, isu kesetaraan gender mulai semakin diperhatikan dalam banyak organisasi, termasuk PMII.
Â
Kesetaraan gender telah menjadi isu yang diperdebatkan di organisasi berbasis Islam seperti PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Kesetaraan gender sering dipahami sebagai persamaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam organisasi. Banyak pihak mendukung kesetaraan gender sebagai langkah menuju keadilan, gagasan ini perlu dipelajari lebih lanjut dalam konteks nilai-nilai Islam dan struktur tradisional organisasi Islam. Artikel ini akan membahas mengapa kesetaraan gender dalam PMII justru dapat menimbulkan berbagai masalah, baik dalam tataran ideologis maupun praktik. Dalam Islam, laki-laki dan perempuan memiliki kesetaraan dalam derajat di hadapan Allah, tetapi masing-masing memiliki tanggung jawab yang berbeda (Agustin, 2023: 92).
Isu kesetaraan gender di PMII memang masih menjadi tantangan yang perlu diperhatikan. Sebagai organisasi yang terikat dengan Nahdlatul Ulama (NU), PMII memiliki dasar nilai yang menjunjung tradisi Islam. Salah satu prinsipnya adalah mengelompokkan laki-laki dan perempuan menurut kodrat dan tanggung jawab masing-masing. Penerapan kesetaraan gender yang mengatur persamaan peran antara laki-laki dan perempuan berisiko bertentangan dengan prinsip tersebut (Imam, 2023: 197-198). PMII tidak hanya menjadi wadah untuk memperjuangkan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan, namun juga menjadi salah satu kekuatan mahasiswa untuk mendorong perubahan sosial. Meskipun demikian, dalam praktiknya, kesetaraan gender di PMII masih menghadapi beberapa hambatan.
Â
Salah satu masalah utama adalah rendahnya representasi perempuan di posisi-posisi kepemimpinan. Meski perempuan aktif dalam berbagai kegiatan, mereka sering kali tidak menduduki posisi strategis dalam struktur organisasi. Misalnya, dalam pemilihan pengurus atau pimpinan di tingkat cabang atau wilayah, perempuan cenderung kalah bersaing dengan laki-laki. Ini membuat peran perempuan dalam pengambilan keputusan organisasi menjadi terbatas. Selain itu, tantangan lainnya adalah keterbatasan akses perempuan terhadap proses pengambilan keputusan yang signifikan. Dalam banyak kasus, pandangan dan kontribusi perempuan belum dianggap sebagai prioritas, sehingga ide-ide mereka kurang diakomodasi secara setara. Hal ini bukan hanya menjadi masalah representasi, tetapi juga menyangkut pemberdayaan perempuan di dalam organisasi. Akibatnya, potensi perempuan dalam memberikan inovasi atau solusi untuk isu-isu strategis sering tidak dimaksimalkan, yang pada akhirnya merugikan dinamika dan kemajuan organisasi secara keseluruhan.
Islam mengakui kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam hal hak-hak dasar seperti hak untuk hidup, belajar, dan beribadah. Namun, Islam juga menetapkan peran yang berbeda untuk keduanya, sesuai dengan fi dan tanggung jawab yang dimilikinya. Dalam QS. An-Nisa: 34, laki-laki disebut sebagai pemimpin keluarga, yang bertugas untuk melindungi, mengarahkan, dan menafkahi keluarganya. Di sisi lain, perempuan diberi peran penting sebagai pendidik generasi, yang berkontribusi besar dalam membentuk karakter anak-anak sebagai penerus umat. Pembagian ini bukanlah bentuk membedakan, melainkan pengaturan peran yang saling melengkapi demi terciptanya keharmonisan dalam keluarga dan masyarakat.
Â