Mohon tunggu...
ananda meysy
ananda meysy Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

menyukai olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Komunitas LGBT dalam Konsep HAM dan Ideologi Bangsa, Melanggar HAM atau Tidak?

12 Juni 2024   08:00 Diperbarui: 12 Juni 2024   08:16 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumen Pribadi Penulis

Mengakui hak asasi manusia bagi LGBT merupakan langkah penting dalam memastikan kesetaraan, non-diskriminasi, dan kebebasan bagi semua individu untuk hidup tanpa takut atau penindasan. Hak untuk mencintai dan menjadi diri sendiri tanpa terkekang oleh stigmatisasi atau diskriminasi adalah prinsip dasar dari HAM yang meliputi hak untuk hidup dengan martabat, kebebasan berpendapat dan berekspresi, kesetaraan di hadapan hukum, serta kebebasan dari kekerasan dan penyalahgunaan. Melindungi hak-hak ini bagi komunitas LGBT adalah esensial dalam memastikan bahwa setiap individu dapat hidup dengan penghargaan dan kebebasan yang pantas sebagai manusia.

Sumber : Dokumen Pribadi Penulis
Sumber : Dokumen Pribadi Penulis
Di Indonesia, pandangan terhadap LGBT sangat dipengaruhi oleh norma agama dan sosial yang kuat. Mayoritas penduduk Indonesia menganut agama Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha, yang masing-masing memiliki pandangan berbeda terkait dengan LGBT. Secara umum, pandangan terhadap LGBT di Indonesia masih cenderung konservatif, dengan banyak masyarakat yang menganggap orientasi seksual dan identitas gender yang berbeda sebagai bertentangan dengan ajaran agama dan budaya.

Dalam konteks agama, LGBT dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama yang menekankan norma-norma kekeluargaan dan heterosexualitas. Di samping faktor agama, norma sosial dan budaya juga memainkan peran penting dalam pandangan terhadap LGBT di Indonesia. Tradisi dan nilai-nilai keluarga yang kuat, yang menempatkan heteroseksualitas sebagai norma, sering kali memengaruhi cara masyarakat melihat LGBT. Stigma dan diskriminasi terhadap individu LGBT masih menjadi masalah serius di Indonesia.

Menurut sebagian besar pendapat masyarakat menyebutkan bahwa LGBT adalah gangguan psikologis, sehingga hal tersebut harus dicegah dan diobati. LGBT sendiri telah ada sejak dahulu dan menjadi perdebatan hingga sekarang apakah hal tersebut merupakan hak asasi manusia atau bukan. Bagi seseorang yang memeluk agama Islam, jelas hal tersebut sangat dilarang dan ditentang oleh para ulama. Namun ada pula agama tertentu yang tidak mempermasalahkan dan fokus pada pribadi individu tersebut maupun spiritualitasnya saja. Namun demikian, ada juga upaya-upaya yang terus dilakukan oleh sejumlah individu dan kelompok di Indonesia untuk meningkatkan kesadaran dan memperjuangkan hak-hak LGBT.

Meskipun masih ada perdebatan dan tantangan yang dihadapi, semakin banyak masyarakat yang mulai membuka pikiran dan memperjuangkan inklusi bagi individu LGBT, menunjukkan bahwa ada pergeseran dalam norma sosial terhadap keberagaman seksual dan gender di Indonesia. Sehingga, pelaku penganiayaan dan perundungan tetaplah dikatakan sebagai pelaku pelanggaran HAM apabila ia telah melakukan hal tersebut kepada seseorang walaupun seseorang itu memiliki orientasi seksual yang berbeda maupun perbedaan yang lainnya.

Apabila LGBT dianggap tidak melanggar HAM, bagaimana kaitannya dengan konsep ideologi dari bangsa kita?

Pada tahun 2011, Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi pertama yang mengakui hak-hak LGBT, disertai dengan laporan dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB yang mendokumentasikan pelanggaran terhadap hak-hak LGBT, termasuk kejahatan kebencian, kriminalisasi homoseksualitas, dan diskriminasi. Menanggapi laporan tersebut, Komisi Hak Asasi Manusia PBB mendesak semua negara untuk memberlakukan undang-undang yang melindungi hak-hak LGBT karena menurut sudut pandang negara-negara Barat ini, LGBT tidak melanggar hak asasi manusia karena individu LGBT juga memiliki hak-hak dasar sebagai manusia.

Namun, perlu kita ingat bahwa Hak asasi manusia (HAM) di Indonesia berakar dan berujung pada Pancasila, yang berarti HAM dijamin kuat oleh falsafah bangsa, yaitu Pancasila. Menyatakan bahwa HAM berujung pada Pancasila berarti bahwa pelaksanaan HAM harus mempertimbangkan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam falsafah Pancasila, tanpa dipengaruhi oleh pemikiran dari bangsa Barat. Sebagai orang Indonesia dengan tata nilai dan tata kelakuan yang berbeda dari bangsa Barat, kita perlu menyadari bahwa konsep LGBT sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Untuk mengantisipasi perbedaan presepsi atau penyalahgunaan HAM, tugas kita adalah melonggarkan konsep-konsep HAM dari pengaruh modernitas Barat dan merekonstruksi konsep-konsep tersebut berdasarkan pemikiran dan nilai-nilai bangsa Indonesia. Negara harus memastikan untuk tetap melindungi hak asasi setiap individu, termasuk individu LGBT dengan catatan negara hanya perlu memenuhi kebutuhan HAM tersebut tanpa melegalkan perilaku atau tindakan yang diadopsi oleh komunitas LGBT, karena Indonesia masih berpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar ideologi pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun