Pengalaman Baik Selama Asistensi Mengajar
Dalam kehidupan, salah satu profesi yang memiliki dampak signifikan yaitu mengajar. Namun, bagi saya yang masih berada dalam tahap awal perjalaan akademik, asistensi mengajar adalah pengalaman yang mebuka mata saya tentang betapa kompleks dan memuaskannya dunia pendidikan. Melalui pengalaman asistensi mengajar, saya belajar banyak teknik-teknik pengajaran, bagaimana berinteraksi dengan siswa, serta bagaimana menciptakan lingungan belajar yang menyenangkan dan produktif. Salah satu pengalaman terbaik yang saya alami selama menjadi mahasiswa asistensi mengajar adalah saat saya membantu seorang siswa yang kesulitan dalam memahami materi. Pengalaman ini memberikan saya banyak pelajaran berharga, tidak hanya sebagai calon pengajar tetapi juga sebagai individu yang lebih memahami pentingnya kesabaran, komunikasi efektif, dan empati dalam mengajar.
Awal Mula Pengalaman Asistensi Mengajar
Sebagai mahasiswa di jurusan Pendidikan Tata Boga dan Busana Program Studi S1 Pendidikan Tata Boga Fakultas Teknik, saya diberi kesempatan untuk mengikuti program Asistensi Mengajar di semester 7. Program ini wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa di setiap fakultas sesuai dengan kurikulum yang diterapkan. Saya sangat beruntung sekali bisa mendapatkan tempat mengajar di SMK Negeri 2 Malang yang tempatnya tidak terlalu jauh dari rumah saya. Saya berkesempatan menjadi asisten pengajar dalam sebuah kelas XII dan X jurusan Kuliner. Tugas saya adalah membantu guru produktif kuliner dalam menyampaikan materi, memberikan bimbingan kepada siswa yang kesulitan, serta memberikan umpan balik terhadap pekerjaan rumah dan ujian.
Pada awalnya, saya merasa cemas dan kurang percaya diri karena saya sendiri pun dulu lulusan SMA bukan SMK. Hal tersebut membuat saya semakin kurang percaya diri karena saya tidak begitu tahu bagaimana cara menghadapi tingkah laku siswa-siswi SMK. Meskipun saya memiliki pemahaman yang baik tentang materi, saya merasa tidak siap untuk mengajar dan menghadapi tantangan yang mungkin timbul. Bagaimana saya bisa menjelaskan konsep-konsep yang rumit dengan cara yang mudah dipahami? Bagaimana jika siswa tidak tertarik atau kesulitan mengikuti penjelasan saya?
Ketika saya pertama kali mulai mengajar, saya merasa seperti berada di posisi yang sangat berbeda. Di ruang kelas yang penuh dengan siswa, saya bukan lagi sebagai mahasiswa yang mendengarkan dosen, melainkan sebagai seorang pengajar yang harus berinteraksi dengan mereka. Tanggung jawab ini terasa sangat besar, karena saya menyadari bahwa kemampuan mengajar saya akan berdampak langsung pada pemahaman dan hasil belajar siswa. Saya ingin memberikan yang terbaik, tetapi saya juga tahu bahwa ada banyak hal yang harus saya pelajari dan sesuaikan selama proses ini.
Tantangan yang Dihadapi dan Upaya Mengatasinya
Di hari pertama mengajar kelas XII, saya mulai menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam berkomunikasi dengan siswa. Tantangan pertama yang saya hadapi yaitu komunikasi yang masih berbelit. Hal ini membuat konsentrasi saya sedikit terpecah yang awalnya sudah tersusun beberapa kalimat di pikiran saya namun, pada akhirnya kalimat berbeda yang terucap. Selanjutnya, setelah saya menyelesaikan penjelasan materi, pada hari itu juga saya mengarahkan siswa-siswi untuk mengerjakan kuis. Beberapa siswa merasa kesulitan dengan materi yang saya sampaikan. Hal tersebut terlihat dari hasil kuis yang mereka kerjakan kurang dari rata-rata nilai.
Saya memutuskan untuk mengerjakan ulang kuis kepada siswa-siswi dengan media, durasi, dan soal yang sama. Hal ini saya lakukan dengan harapan agar siswa-siswi bisa membaca dan mempelajari materi yang sudah saya sampaikan sebelumnya. Tidak hanya sekedar mengarahkan siswa-siswi untuk mengerjakan ulang kuis, saya juga berinisiatif untuk bertanya kepada siswa-siswi di soal nomor berapa yang membuat mereka kesulitan untuk mengerjakan kuisnya.
Tantangan berikutnya yang saya hadapi ketika mengajar salah satu kelas XII Kuliner di SMK Negeri 2 Malang yaitu adalah salah satu siswa yang sering tidak masuk kelas tanpa keterangan. Sebut saja siswa tersebut bernama Dodo (nama samaran). Terhitung dari minggu pertama saya mengajar hingga minggu terakhir, Dodo belum pernah masuk ke dalam kelas yang saya ajar. Awalnya saya kesulitan untuk menghubungi karena nomor kontak Dodo belum saya simpan dan akhirnya saya meminta nomor Dodo kepada ketua kelas. Setelah mendapatkan nomor Dodo, saya mencoba menghubunginya, awalnya memang sudah ada respon, namun semakin lama keberadaanya semakin tidak terlihat seperti tdak ada tanda kehidupannya, hehe. Namun herannya, ketika di kelas saya saja Dodo tidak masuk, sedangkan di kelas teman saya siswa tersebut sering masuk. Hal ini membuat saya kesulitan untuk merekap nilai Dodo karena terlalu banyak nilai dia yang kosong.
Saya kira sudah ada perkembangan, karena setelah sekian lama saya tidak pernah tahu rupa Dodo seperti apa, akhirnya saya bertemu dengannya. Waktu itu dia bersama salah satu teman kelasnya mengikuti susulan praktik Squence of Room Service. Saya tidak mau melewatkan kesempatan pertemuan ini, sesudah mereka melaksanakan praktik, saya menjelaskan bagaimana cara menuntaskan nilai Dodo yang masih kosong. Saya semakin yakin Dodo bisa segera melengkapi kekosongan nilai dengan melihat responnya yang begitu gigih dan meyakinkan. Namun, sepertinya saya terlalu menaruh ekspekstasi tinggi terhadap Dodo dan terhadap saya sendiri. Saya kesulitan kembali menghubungi Dodo karena saya kehilangan nomor dia dan Dia sendiri pun jarang terlihat di sekolah. Saya menjadi sedikit kesal terhadap diri saya sendiri, bisa-bisanya saya menghilangkan hal yang begitu penting. Hal ini menyadarkan saya bagaimana menghadapi hal yang sekiranya begitu penting.