Ini hanya sebuah catatan kecil curahan hati penulis mengenai banyak hal yang pernah di alami. Bukan catatan penting, karena menyangkut orang tak penting yang kebetulan menambah sesak di panggung hiburan Tuhan bernama dunia fana.
Aku selalu ragu jika di tanya "apakah kamu merasa beruntung di ciptakan ke dunia?" dalam satu kesempatan aku merasa sangat beruntung dapat memiliki satu jati diri yang hingga sekarang masih gamang. Gamang, dan labil, meski kiranya Tuhan masih tersenyum menantikan aku dapat menjawab teka-teki ini.
Kadang aku merasa sial terlahir di muka bumi, ketika kesombonganku memuncak hingga aku merasa rendah diri, karena panca inderaku menilai orang lain mampu melakukan hal lebih banyak daripada seorang aku.
Berawal dari sekedar mendukung niat kawan SMA untuk membuat buku kenangan (Booklet), dengan harapan dapat mengemas masa-masa indah SMA selama tiga tahun dalam satu genggaman, berakhir dengan ancaman, teror dan kehilangan, yang bagiku adalah maha dahsyat.
Sebut saja kawanku bernama Zee, seorang pria tampan anak konglomerat dan sudah dua kali menunaikan ibadah haji  ke tanah suci. Sebagai anak seorang terpandang di daerahnya dan di sekolah, dia memang tengil dan agak sombong, tak bisa menyaring kata yang akan di lontarkan, walau begitu dia juga adalah sahabat yang cukup baik.
Jujur saja, Zee selalu lebih unggul dariku dalam banyak hal, mungkin aku hanya unggul sedikit lebih banyak darinya dalam pelajaran Kimia dan kesenian saja, Zee selalu unggul di manapun dia berdiri, termasuk popularitasnya di sekolah mampu menandingi kepopuleranku hanya dalam waktu satu minggu saja.
Ketika itu, aku memaksanya untuk ikut dalam seleksi pemilihan ketua OSIS bersamaku, setelah rangkaian aktifitas panjang, kami berdua berhasil lolos menjadi kandidat ketua OSIS, status sosialnya yang merupakan anak dari seorang anggota dewan di daerah, dan kefasihan berbahasa inggrisnya yang jauh di atas rata-rata, di tambah parasnya yang menurut para wanita "Tampan", membuat Zee mendaki mengungguliku sebanyak 110 suara . Aku kalah, dan selama dua tahun berjalan, aku selalu mendampinginya, hingga terbersit dalam benaknya untuk membuat buku kenangan.
Awalnya tak ada kendala dalam proses pembuatan buku kenangan yang kami beri tema "Story of  the Year", yang memang akhirnya melantunkan seribu cerita pahit dan menegangkan dalam hidupku. Semua berjalan lancar, hingga masalah klasik remeh temeh mulai muncul dari satu orang ; terlambat bayar, karena belum ada uang. Satu orang masih tertangani, kemudian bertambah menjadi dua, tiga, hingga hampir setengah angkatan terlambat membayar.
Seorang pria tak kalah tengil berambut pirang hasil cat sendiri, sebut saja namanya Iik, menyodorkan sebuah surat perjanjian yang di tandatangani oleh Zee tanpa kompromi terlebih dahulu padaku, yang menyetakan, seluruh pembayaran harus sudah lunas sebelum akhir tahun.
Semua teratasi, meski terseok-seok, kawan-kawan angkatan kembali membayar dengan cicilan seadanya, hingga menjelang akhir tahun, Zee yang berencana untuk melanjutkan study-nya ke Australi menghilang tanpa kabar yang jelas, tepat sebulan setelah ia melantunkan pidato perpisahan kelas Tiga, ia menghilang bersama dengan sisa uang yang masih belum terbayarkan.
Sejak itu ia menghilang bak di telan bumi, tak ada satupun yang dapat di hubungi untuk bisa di korek informasinya, orang tuanya bercerai, keluarga besarnya terpecah, seolah keluarga hanyalah kelompok anak SMA yang begitu lulus harus meniti langkah masing-masing.