Dalam diri manusia sesungguhnya terpendam potensi yang hampir sama antara satu sama lain. Semua orang punya potensi untuk menjadi pengusaha, dokter, enterpreneur,  pemikir atau yang lain. Di antara potensi-potensi itu hanya yang benar-benar ditekuni  dan berlatih sungguh-sungguh, yang benar-benar akan menyeruak dalam dirinya dan melekat menjadi identitas dirinya sendiri.
"Kita adalah apa yang kita lakukan sehari-hari," kata nasihat bijak. Seseorang sangat mungkin untuk menjadi apapun juga seperti yang ia inginkan, dan itu semua bergantung pada seberapa gigih ia dalam mewujudkan impian-impiannya. Ya, hanya seseorang yang punya impian yang akan sukses, maka visualisasikan impian itu setiap saat di setiap kesempatan.
Ada kisah seorang anak yang mulai putus asa lantaran beberapa tahun tidak naik kelas. Ia merasa sebagai anak yang paling bebal sedunia. Karena itu ia berpikiran melanjutkan belajar merupakan pekerjaan yang sia-sia belaka.
Pada suatu malam ia mengambil keputusan yang sangat besar dalam hidupnya; ia bertekad pergi meninggalkan sekolah, mengubur dalam-dalam impiannya menjadi cerdik cendikia.
Ketika malam sudah sangat larut dan teman-temannya sudah tertidur lelap, ia pun menyelinap keluar asrama, pergi meninggalkan tempat itu untuk selama-lamanya. Berat langkah kaki dibawa melangkah pergi, akan tetapi rasa pesimisnya terlanjur sangat dalam. "Bertahun-tahun tidak naik kelas adalah bukti nyata bahwa aku tidak mungkin menjadi orang alim" katanya dalam batin. Ia pun bulat melangkahkan kaki pergi meninggalkan sekolahnya selamanya.
Jauh sudah perjalanan yang ia tempuh, rasa lelah dan lapar mulai menyergap dirinya. Di tengah perjalanan ia memutuskan untuk istirahat sejenak, tiba-tiba ia melihat sebuah pemandangan yang menyentakkan batinnya.
Tidak jauh dari tempatnya beristirahat, ia melihat tetesan air yang kecil sekali menimpa batu besar di bawahnya. Sebuah batu yang kokoh dilihatnya berlubang karena tetesan air itu. Ia terus memandangi batu itu, dan pada saat yang sama ada yang bergejolak dalam benak pikirannya. "Batu itu besar, pasti sangat kuat, akan tetapi oleh tetesan air kecil yang terus menetes, bisa berlubang juga" katanya dalam hati. "Otakku meskipun bebal tentu tidak sekeras batu itu, pasti aku bisa membuatnya lunak kalau aku rajin mengasahnya, jika aku benar-benar giat dan bersabar pasti akhirnya akan bisa pandai juga" gejolak hatinya terus membara.
Ia tersenyum pada dirinya sendiri lalu dengan penuh semangat ia berlari kembali menuju asrama sekolahnya. Sejak saat itu ia menjadi anak yang sangat rajin dan tak pernah putus asa. Pelajaran sesusah apapun ia pelajari berulang-ulang hingga bisa. "Aku harus segigih air," katanya menasihati diri sendiri.
Ratusan tahun kemudian dunia mengenalnya sebagai seorang ulama yang sangat tersohor. Pengarang banyak sekali kitab, dialah Ibnu Hajar si "anak batu".
Einstein, seorang fisikawan yang sepertiga jagad mengagumi dan mengenalnya sebagai makhluk paling jenius. Sungguh tak banyak yang tahu bahwa dulu ketika masih kecil, Einstein adalah bocah yang berbicara gagap. Ketika umur belasan tahun tidak tamat sekolah politik Zurich, Swiss. Dalam kuliah ia lebih sering tertatih-tatih. Dosen matematika Prof. Minkowsky menjulukinya sebagai "anjing bodoh". Namun semua itu tak meruntuhkan semangat Einstein untuk terus belajar.
Jika Anda ingin meraih puncak kesuksesan dan kejayaan, janganlah percaya pada kejeniusan, tapi percayalah pada ketekunan dan kerja keras.