Mohon tunggu...
Khoirul Anam
Khoirul Anam Mohon Tunggu... -

Kerja Keras | Keja Cerdas | Kerja Tuntas | Kerja Ikhlash | Sedang Mencari Ilmu di Prodi Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ternyata Tuhan Juga Berpuasa Hari Selasa

8 Juli 2013   17:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:50 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekilas judul di atas tidak lazim bagi Tuhan dan memperlihatkan bahwa tuhan berpihak salah satu ormas di Indonesia yang menentukan awal ramadhan pada hari selasa. Bukan demikian. Saya bermaksud memandang perbedaan penentuan awal ramadhan dan puasa ramadhan itu sendiri dengan sudut pandang keindonesiaan yang semoga diamini semua pihak.

Awal ramadhan tahun ini besar kemungkinan akan terjadi perbedaan antar ormas islam di indonesia seperti tahun-tahun sebelumnya. Perbedaan ini menimbulkan kebingungan di masyarakat. Hingga terkadang mereka memilih bersikap “fleksibel”. Opsi yang mereka pilih kebanyakan mengikuti ormas yang puasanya paling akhir dan hari rayanya paling duluan (syukur-syukur bisa lebaran lebih dari satu kali). Memang terkesan ambil enak saja tetapi sesungguhnya pilihan seperti ini wajar bagi mereka yang awam dan tidak tahu menahu keilmuan. Sikap mereka tidak bisa disalahkan karena banyak kasus keputusan perihal ramadhan dan syawal dari ormas islam yang mereka ikuti berbeda dengan keputusan pemerintah. Mereka bingung seperti apa seharusnya mengartikan ulil amri?

Jika perbedaan di indonesia memang dilatarbelakangi atas dasar keilmuan dan kejujuran tanpa embel-embel lainnya secara humaniora dapat bermanfaat. Pertama, menambah wawasan masyarakat. Perbedaan masalah penentuan awal ramadhan dan syawal ini lebih didasarkan dalil-dalil dan metodologi keilmuan yang berbeda-beda. Jika masyarakat terus disuguhi perdebatan ilmiah utamanya lewat seminar-seminar atau saat sidang isbath. Mereka akan tahu ciri khas dari kelompok-kelompok yang berseteru. Secara tidak langsung masyarakat mendapat pengajaran cuma-cuma dan harapannya masyarakat dapat menentukan sikap dan pilihan yang bijak. Kedua, menambah keberkahan bagi banyak lapisan masyarakat. Ramadhan dan lebaran identik dengan peningkatan omset para pedagang, peningkatan pesanan bagi para penjahit, banyaknya orang yang ingin tampil rapi dan ingin memoles rumah, rumah ibadah, dan lingkungan agar tampak bersih serta ciri khas lainnya. Logika sederhananya semakin banyak perbedaan lebih-lebih jika hari raya juga berbeda, waktu keberkahan bagi para pedagang, penjahit, pendakwah, dll akan semakin panjang. Ketiga, perbedaan ini akan membawa kita menuju pendewasaan diri. Bahwa perbedaan harus dipertahankan lewat argumen-argumen ilmiah bukan secara anarkhis. Kalaupun dipergunakan untuk berdakwah dan orang yang didakwahi tidak berkenan mengikuti, kita juga harus menghargai argumen-argumen ilmiah yang mereka ikuti. Pada akhirnya semoga semua sadar bahwa kita sebenarnya orang indonesia yang kebetulan islam bukan orang islam yang kebetulan tinggal di indonesia. Konsep ini dapat juga diartikan kelompok mayoritas harus merangkul minoritas dan kelompok minoritas juga bersedia menghargai mayoritas.

Terlepas dari perbedaan yang memang harus diakui, sebenarnya Tuhan sudah mengajarkan bagaimana seharusnya berpuasa yang paling baik itu. Bahkan tuhan mengajarkannya dengan berpuasa setiap hari. Tidak hanya pada hari Selasa seperti judul di atas. Tuhan selalu berpuasa dengan tidak meng-azab manusia di dunia. Dia selalu memberi oksigen, matahari, dan keteraturan alam lainnya tanpa harus memikirkan apakah manusia mau bersyukur atau tidak. Dia tidak pernah mengharuskan syarat-syarat khusus seperti halnya utang-piutang manusia. Tuhan juga berpuasa dengan berjanji akan memaafkan dosa-dosa hambanya jika mau bertobat. Dia tidak memandang siapa pelaku dosa itu. Dia selalu meluangkan waktunya kapanpun dan dimanapun bagi si pelaku dosa yang ingin datang kepadanya mohon ampunan. Tuhan juga berpuasa dengan tidak bosan-bosannya memperingatkan kita lewat ayat-ayatnya dan lewat hikmah yang berada di setiap persoalan.

Kita dapat memahami pelajaran puasa dari Tuhan bahwa puasa yang paling benar sesungguhnya bukan atas nama ormas tertentu namun lebih tepatnya bagaimana keikhlasan puasa kita. Tuhan tidak melihat berapa lama kita puasa betapa haus dan dahaganya tetapi Tuhan melihat bagaimana kita meluruskan niat dalam berpuasa. Beberapa dalil islampun menyatakan bahwa yang paling mengetahui, paling berhak menilai, dan berhak memberi ganjaran ibadah puasa hanya Tuhan semata. Tidak seperti ibadah-ibadah lain yang secara tegas disebutkan iming-iming pahalanya, khusus puasa, Tuhanlah yang paling berwenang. Pandangan saya ini bukan liberal dan mendukung semua kalangan. Tetapi saya lebih mengajak kepada menghargai sesama umat islam yang mempunyai pandangan lain. Toh, mereka tidak mengganggu kekhusyukan ibadah kita.

Yogyakarta, 08-07-2013

Kamar Kost, 14.41 WIB


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun