Malam semakin larut ketika Alana menatap layar ponselnya. Pesan-pesan yang ditulisnya untuk Ray masih terpampang di sana, namun tak ada satu pun yang terkirim. Jemarinya ragu-ragu, entah sudah berapa kali ia mengetik lalu menghapus kata-kata itu. Perasaannya bergolak hebat, namun bibirnya seolah terkunci.
Sudah terlalu lama ia menyimpan semuanya sendirian. Bertahun-tahun mereka bersahabat, namun Alana tahu dalam hatinya, Ray bukan hanya sekadar sahabat. Perasaan itu tumbuh perlahan, tak pernah ia rencanakan, tapi juga tak bisa ia hindari. Ia mencintai Ray, dan sayangnya, hanya bisa mencintai dari balik selimut persahabatan mereka.
Alana selalu berpikir, mungkin lebih baik seperti ini. Lebih baik bersembunyi di balik topeng sahabat, daripada kehilangan Ray sepenuhnya. Rasa takut merusak apa yang sudah ada membuatnya terus bertahan dalam diam. Tapi malam itu, sesuatu dalam dirinya mulai memberontak. Sebuah keinginan untuk mengakhiri semuanya, atau setidaknya, untuk menemukan keberanian berbicara.
Namun, ada pertanyaan yang selalu menghantuinya: "Bagaimana jika Ray tidak merasakan hal yang sama?"
Alana menarik napas panjang, memandangi langit-langit kamarnya yang gelap. Di luar, hujan mulai turun, mengiringi hatinya yang terasa berat. Kenangan-kenangan akan Ray melintas di benaknya. Setiap tawa, setiap obrolan ringan yang mereka bagi, setiap saat Ray berada di sisinya. Semuanya tampak begitu sempurna, kecuali satu hal---bahwa semua itu hanya sebatas persahabatan.
Di tempat lain, Ray duduk di kursi dekat jendela kamarnya, mendengarkan suara hujan yang jatuh dengan ritme tenang. Tangannya menggenggam ponselnya erat-erat, matanya tertuju pada satu kontak di layarnya: Alana. Ia menghela napas panjang, merasa berat dengan sesuatu yang tidak pernah ia ungkapkan. Tapi itu bukan karena dia menyembunyikan perasaan cinta seperti yang Alana bayangkan.
Ray tidak pernah melihat Alana sebagai lebih dari seorang sahabat. Bukan karena ia tidak menghargainya, justru karena ia sangat menghargai apa yang sudah mereka miliki. Bagi Ray, persahabatan mereka adalah hal yang paling berharga, sesuatu yang tidak ingin ia rusak dengan harapan romantis yang bisa berujung kekecewaan. Ia tahu bahwa hubungan mereka sekarang sempurna dalam caranya sendiri---tak terikat oleh drama percintaan yang seringkali rumit.
Persahabatan mereka memberikan kenyamanan dan stabilitas. Alana adalah seseorang yang bisa dia andalkan, tempat berbagi cerita tanpa harus takut dihakimi. Bagi Ray, persahabatan itu lebih penting daripada perasaan apa pun yang bisa muncul di antara mereka. Cinta romantis, bagi Ray, adalah hal yang rumit, dan ia tidak ingin itu merusak apa yang sudah mereka bangun selama ini.
Namun, Ray tahu, ada sesuatu yang tak terucap di antara mereka. Sesuatu yang terkadang membuat Alana terlihat berbeda, lebih tertutup, lebih jauh. Dan malam itu, ia memutuskan untuk mengakhiri ketidakpastian ini.
Ia mengetik pesan singkat, sederhana namun bermakna dalam: "Kita harus bicara."
Pesan itu terkirim. Ray menarik napas dalam, berharap percakapan nanti tidak akan merusak segalanya.
Alana menatap layar ponselnya yang bergetar. Pesan dari Ray. Tanpa berpikir panjang, ia membuka pesan itu. Kata-kata yang sederhana, namun membuat hatinya bergemuruh. Ada firasat bahwa apa pun yang terjadi setelah ini, tidak akan sama lagi.
Beberapa menit kemudian, mereka bertemu di sebuah kafe kecil, tempat yang biasa mereka kunjungi. Hujan masih turun di luar, menciptakan suasana tenang namun penuh ketegangan di dalam ruangan. Alana dan Ray duduk berhadapan, tetapi tak ada yang memulai pembicaraan. Mereka saling menatap, seolah-olah mencoba membaca pikiran masing-masing.
Akhirnya, Alana memecah keheningan. "Ray, aku lelah," katanya pelan. "Aku lelah menyimpan semuanya sendirian."
Ray menunduk, sudah menduga arah pembicaraan ini. Tapi tetap saja, mendengarnya langsung dari Alana membuat hatinya sedikit tenggelam. Bukan karena ia tidak peduli, tapi karena ia tahu bahwa apa yang akan ia katakan bisa menyakiti hati sahabatnya ini.
"Aku tahu," jawab Ray lembut. "Aku juga merasakan ada yang berbeda."
Alana menatapnya, berharap jawaban yang ia inginkan akan datang dari bibir Ray. Namun, ketika Ray melanjutkan kata-katanya, hatinya justru tersentak.
"Alana," Ray berkata dengan nada hati-hati, "aku tidak ingin kita kehilangan ini. Apa yang kita miliki... persahabatan kita, itu terlalu penting bagiku."
Alana merasakan matanya mulai berkaca-kaca. Kata-kata Ray seolah menghancurkan semua harapannya. Ia menunggu sesuatu yang lebih, namun yang datang justru sebaliknya.
"Persahabatan kita adalah hal yang paling berharga bagiku," lanjut Ray. "Aku tidak ingin merusaknya dengan hal-hal yang mungkin bisa menjadi rumit. Kita sudah memiliki sesuatu yang begitu indah, Alana. Aku tidak ingin itu berubah."
Mendengar itu, Alana tersenyum getir, meskipun hatinya perih. "Jadi, bagi kamu, ini hanya tentang menjaga persahabatan kita?"
Ray mengangguk pelan. "Aku takut kalau kita mencoba lebih dari ini, kita akan kehilangan semuanya. Dan aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa kamu sebagai sahabatku."
Air mata mulai menetes di pipi Alana, tapi ia segera menyekanya. Ia mengerti Ray. Ia tahu Ray tidak pernah bermaksud menyakitinya. Namun, kata-kata Ray juga membuatnya sadar bahwa cinta yang ia rasakan mungkin hanya bertepuk sebelah tangan.
"Aku juga tidak ingin kehilangan kamu, Ray," bisik Alana, suaranya bergetar. "Tapi... bagaimana kalau ada sesuatu yang lebih, yang bisa kita coba?"
Ray menggeleng pelan. "Aku tidak ingin mengambil risiko itu, Alana. Aku lebih memilih kamu tetap di sisiku sebagai sahabat, daripada kehilangan kamu karena hal yang mungkin tidak akan berhasil."
Alana tertunduk, menelan kesedihannya. Ia tahu Ray telah membuat keputusannya, dan meskipun berat, ia harus menerimanya. Persahabatan mereka memang berharga, tapi cinta yang ia rasakan tetap nyata.
Malam itu, Alana dan Ray memilih jalan yang berbeda dalam hati mereka. Bagi Alana, cinta yang ia simpan tetap tersembunyi, sementara bagi Ray, persahabatan mereka adalah hal yang terpenting---lebih penting dari perasaan apa pun yang mungkin mengganggu keseimbangan yang telah mereka bangun.
"Selindung" adalah kisah tentang dua sahabat, Alana dan Ray, yang terjebak dalam perasaan yang berbeda. Bagi Alana, cintanya pada Ray tumbuh lebih dari sekadar persahabatan. Namun, bagi Ray, persahabatan mereka adalah hal yang paling berharga dan lebih penting dari apa pun, bahkan cinta romantis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H