SERI wajahmu muncul lagi dari balik perigi, leburlah perihku
sejak kenihilanmu, kurasa ada bias rupa tak seragam denganku
penderitaan kian meraja saat rindu ini meradang dalam jiwaku
Bila cahaya langit dan bumi sirna, Mahacahaya menyisihkan kegelapan
bukankah keberadaan aberasi akibat anortopia yang menyumpal laju akal?
tak perlu kilah sekadar membenarkan diri karena laku melenceng
Berdirilah secara ajek agar terang antara tubuh dan bayangan
bagaimanapun, pusat cahaya akan tetap berada tepat pada posisinya
lihatlah, mana yang kekal dan siapa bergerak menuju ketiadaan!
Yogyakarta, 12 Agustus 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H