Mohon tunggu...
anamaskanah
anamaskanah Mohon Tunggu... pelajar -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nyadran (Ruwahan) di Sumowono

11 Juni 2016   13:48 Diperbarui: 11 Juni 2016   13:53 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nyadran adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artinya ruwah sya’ban. Nyadran adalah serangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur.

Nyadran merupakan tradisi Hindu-Buddha. Kemudian pada abad ke-15 Walisongo menggabungkan dakwahnya dengan tradisi tersebut, dengan alasan supaya agam Islam mudah diterima di kalangan mereka. Pada mulanya tradisi Nyadran dilaksanakan untuk memuja roh yang dalam agama Islam dinilai musrik. Supaya tidak berbenturan tradisi jawa, para wali saat itu tidak semena-mena menghapus tradisi tersebut, melainkan mengisi kegiatan tersebut dengan ajaran Islam, yaitu dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an, tahlil, dan do’a.

Pelaksanaan Nydran di Dusun Watugandu, Desa Jubelan, Kecamatan Sumowono biasanya dilaksanakan setiap hari Jum’at terkhir sebelum memasuki bulan Sya’ban. Nyadran diadakan dengan tujuan pertama untuk meneruskan tradisi atau budaya Jawa. Kedua, sebagai tasyakuran, lantaran tasyakuran tersebut harapannya masyarakat desa diberi keamanan, kemakmuran, dan ketentraman oleh Allah SWT. Ketiga, sebagai “slametan” untuk orang yang meninggal (mendo’akan orang yang sudah mneinggal).

Kegiatan yang dilakukan saat Nyadran atau Ruwahan di Dusun Watugandu, Desa Jubelan, Kecamatan Sumowono adalah :

  • Pertama melakukan pembersihan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan. Menyelenggarakan kenduri, yang diawali dengan pembacaan ayat al-Qur’an, zikir, tahlil, dan do’a.

tahlil-575bad855197736907bbbe46.jpg
tahlil-575bad855197736907bbbe46.jpg
Do'a dan tahlil tersebut tujuannya untuk mendo'akan para leluhur yang telah meninggal dunia, dengan harapan mereka yang telah meninggal dunia diampuni seluruh dosa-dosanya dan mendapat tempat yang baik di sisi Allah SWT. biasanya do'a dan tahlil dipimpim oleh seorang Kyai atau orang yang dituakan.
  • Kedua Makan bersama (kenduri), mulai dari makan-makanan ringan, kemudian makan besar yang diawali dengan pemotongan tumpeng. Makan besar tersebut biasanya menggunakan daun pisang, lalu semua nasi dan lauk-pauk beserta tumpeng dibaur menjadi satu untuk kemudian dimakan bersama.

makan-kecil-575badd5fc22bd6f0abcc256.jpg
makan-kecil-575badd5fc22bd6f0abcc256.jpg
makan-besar-575bae01fc22bdd10bbcc207.jpg
makan-besar-575bae01fc22bdd10bbcc207.jpg
Dahulu ketika budaya nyadran ini masih dalam naungan Hindu-Budha, kenduri adalah sebagai sesajen yang dipersembahkan untuk para leluhur. Kemudian islam merubahnya yaitu dengan memakan bersama seluruh makanan yang dibawa supaya tidak mubazir (sia-sia). dengan adanya makan bersama juga akan menambah kerukunan serta kebersamaan.
  • Terakhir adalah membereskan semua peralatan, dan membersihkan seluruh lingkungan yang digunakan untuk makan besar dan kemudian pulang ke rumah masing-masing.

pulang-575baee6717e61c204d1e81f.jpg
pulang-575baee6717e61c204d1e81f.jpg
Pelaksanaan Nyadran ini diikuti oleh semua kaum lelaki dewasa, anak laki-laki, dan anak perempuan. Tidak diperkenankan wanita dewasa menghadiri acara Nyadran tersebut. Melainkan wanita dewasa di rumah untuk menyambut kedatangan keluarga yang telah pulang dari kegiatan Nyadran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun