Mohon tunggu...
ariful anam
ariful anam Mohon Tunggu... -

saya seorang mahasiswa di satu-satunya perguruan tinggi negeri di kediri. dan saya aktif di organisasi ekstra GMNI (gerakan mahasiswa nasional Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemuda; Poros Penggerak Perjuangan Bangsa

21 November 2013   12:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:51 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pemuda; Poros Penggerak Perjuangan Bangsa

“Aku rindu masa – masa itu, masa dimana mahasiswa penuh dengan bara api semangat,

penuh dengan dengan cita – cita Ideologi” (Kunam)

Eksistensi pemuda di tengah pergulatan social – politik semakin kehilangan perannya. Kobaran semangat pemuda dalam bingkai gerakan mahasiswa kini tinggal sejarah yang tertuang di atas kertas – kertas usang. Semangat itu kini tergeser oleh arus hedonis - kapitalistik bagai racun ular Kobra yang cepat menjalar ke seluruh sendi – sendi kehidupan – berbangsa, khususnya. Semakin tahun bertambah, pencarian terhadap ‘pemantik’ untuk menyalakan kembali semangat pemuda yang progresiv bertambah susah. Haruskah ada suatu tindakan represif ala kolonialis ataukah ala Orba untuk mengobarkan semangat pemuda di dalam tirai Organisasi Gerakan Mahasiswa sebagai poros penggerak perjuangan bangsa.

Kala Pemuda Merajut cita

Dimana semangat itu? Kita dapat melihat Gerakan mahasiswa secara analaitis-historis mulai dari pemberlakuan kebijakan politik etis Hindia Belanda. Sehingga pada tahun 1908 munculah organisasi pelajar STOVIA (School Ter Opleding Van Inlandsche Artsen) yang digagas Sutomo, Gunawan Mangunkusumo, Gondo Suwarno mendirikan Budi Utomo. Sekaligus sebagai tonggak awal sejarah pergerakan pemuda di Indonesia. Disusul organisasi – organisasi kepemudaan lain seperti Jong Java (1918), Jong Sumatrenan Bond (1917), Jong Minahasa (1918) dan lain – lain.

1911, rakyat Tiongkok di bawah pimpinan Dr. Sun Yat Sen malakukan revolusi menggulingkan penguasa tiran-monarkis, Dinasti Qing. Sehingga menginspirasi para pelajar bumi putera – Bung Hatta dkk – di Belanda mendirikan organisasi pelajar Indonesia pada tahun 1912.

Sejak tahun 1920 arah Gerakan Pelajar semakin massif saja dan kadang terasa terkotak – kotak secara ideologis, namun tidak menyurutkan cita – cita kebangsaan yakni kemerdekaan Indonesia. Arah pergerakannya pun banyak ke arah politik sebagi wujud kesadaran politik pemuda.

1922, PKI terbentuk – pada waktu itu masih bernamaPerserikatan Komunist di Indisc – dengan cita – cita Indonesia Merdeka. Studiclub milik bung karno, Alagemenee Studieclub pada tanggal 4 Juli 1927 berubah menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) setelah Kongres di Bandung, namun keputusan Kongres di Surabaya – pada tahun yang sama – namanya diubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Bung Karno membentuk Permukatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).

Pada tahun itu juga, 1927 dihelat pertemuan besar ‘Kongres Pemuda 1’ sebagai lanjutan konsolidasi tahun 1926, Kongres Pemuda Indonesia. Puncaknya didengungkanlah Sumpah Pemuda pada tanggal 29 Oktober 1928 (Kongres Pemuda 2).

Semangat pergerakan terus berlanjut meski kebijakan represif Pemerintah Hindia Belanda terus digalakkan hingga ‘satu poin’ cita – cita Revolusi terwujud tanggal 17 Agustus 1945, PROKLAMASI.

Melanjutkan Perjuangan pasca Proklamasi

Perjuangan terus berlanjut. Meski Kemerdekaan telah diproklamirkan, kolonialis Belanda masih mengobok-obok pemerintah Indonesia. Surabaya berkobar, arek – arek Suroboyo gigih melawan tentara sekutu. Pemerintah sibuk berdiplomasi mengahasilkan perjanjian – perjanjian yang tidak menguntungkan. Kontelasi politik dalam negeri memanas, akibat pro – kontra atas sikap pemerintah Indonesia, beberapa oposisi pemerintah dipenjarakan termasuk Tan Malaka. 1948, PKI memilih memberontak di Madiun karena protesnya atas perjanjian Linggarjati.

Sejak 1950, antar organisasi gerakan mahasiswa sering terjadi pertentangan. Selain afiliasi dengan parpol, perbedaan ideologislah menjadi sebab yang dominan. Ya, saat itu organisasi (seolah) terbagi menjadi 2 blok, blok kiri diwakili CGMI dan GMNI dan blok kanan seperti GMKI, HMI, PMKRI dan Germasos.

1957, keadaan Indonesia kian terpuruk, akiibat berbagai pemberontakan bersenjata seperti DI – TII / NII, Permesta, dll. Situasi Sosial – ekonomi dan politik memburuk. Memaksa militer (AD) terjun lebih dalam di lingkaran ‘politik’ dan semakin kuat setelah Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, memberlakukan Demokrasi terpimpin, dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup. Sudah barang tentu aktivis – aktivis Mahasiswa ikut larut di dalamnya.

Seiring dengan itu, PKI semakin kuat, garis massanya meningkat drastis. Bahkan ada yang berpendapat bahwa pada akhir tahun 1962 mencapai 20 juta orang. Sebagai organ kiri, sudah tentu kebesaran PKI membuat blok barat (AS, Inggris, Perancis dkk) khawatir.Sehingga pada saat itu muncul 3 kekuatan politik besar, Presiden Soekarno, militer (AD), dan PKI. Presiden Soekarno lebih condong ke PKI, karena (dianggap) salah satu partai yang giat menjalankan program pemerintah, Reforma Agraria. CIA mengambil peran dengan beberapa kali melakukan percobaan pembunuhan terhadap Presiden, namun gagal.

Keadaan di Kampus ikut memanas akibat terdapat Organisasi Gerakan Mahasiswa yang pro – kontra MANIPOL USDEK.

Kontelasi politik nasional yang semakin memanas ditambah campur tangan Asing dan meletus tahun 1965, ditandai dengan peristiwa G 30 S / GESTOK. PKI dituduh yang bertanggung jawab atas peristiwa itu. Gelombang ‘aksi’ mahasiswa yang bersatu dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) – mahasiswa UI (jas kuning)– yang berafiliasi dengan AD menuntut dibubarkannya PKI dan ‘Soekarno harus turun !!!’. Sedang GMNI terpecah, yang tetap konsisiten pro – Soekarno bergabung dengan aktivis Universitas Bung Karno – jas merah – melakukan aksi tandingan. Konsekuensinya GMNI (pro-Soekarno) di – PKI – kan bersama orang – orang Soekarnoisme.

Suharto berkuasa, banyak tokoh KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) menjadi anggota parlemen (DPR). Pergerakan mahasiswa semakin melemah dan mengalami kelesuan pada massa ini. Terlebih diberlakukan kebijakan – kebijakan yang bertujuan ‘membungkam’ suara mahasiswa. Seperti tahun 1978 dikeluarkan kebijakan NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) disusul BKK (Badan Koordinasi Kemahasiswaan) tahun 1979, yang semakin ‘mengkerdilkan’ gerakan mahasiswa. Dan diingat pula 1973 seluruh Organisasi Kepemudaan harus masuk KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) artinya control terhadap Organisasi Gerakan Mahasiswa semakin mudah.

Meski tahun 1990 NKK/BKK dihapuskan namun tidak membuat Organisasi Mahasiswa bergairah. Hingga tahun 1992, sikap yang akomodatif pemerintah memberikan angin segar. Organ Mahasiswa mulai melakukan konsolidasi ‘gerakan progressif’, hasilnya tahun 1998, ORBA runtuh. Masuklah pada massa reformasi.

Pemuda Hari Ini

Tidak perlu dijelaskan kondisi pemuda pasca reformasi, karena Organisasi Mahasiswa disibukan dengan konsolidasi internal, begitu juga GMNI.

Hari ini, tahun 2013 nampak pemuda – dalam konteks mahasiswa – seperti ‘gerombolan’ hedonis – kapitalistik berbahaya. Pergeseran pola pikir dari kaum intelektual menjadi masyarakat berstrata lebih tinggi, sehingga semakin jauh dari rakyat. Inilah kemudian yang menjadi kegelisahan sebagian kecil mahasiswa progresiv – termasuk GMNI – dalam mensikapi gejala ini. Arus kapitalisme global yang tak terbendung membentuk pemuda ala western yang haus akan hura – hura dan foya – foya. Boleh dikatakan ‘GO TO HELL !!Mahasiswa’.

Manifesto gerakan ditujukan untuk memantapkan posisi mahasiswa sebagai poros penggerak. Gerakan yang dimaksud bukanlah hanya aksi turun jalan yang kadang tidak dipahami makna filosofisnya. Dan tidak hanya sibuk mengejar ‘trofi’ penghargaan yang kemudian bangga dicap sebagai pahlawan pengharum nama bangsa. Akan tetapi, yang lebih ditekankan kesadaran tentang ketertindasan, tentang pemiskinan, dan tentang identitas kebangsaan..

Inilah saat dimana para mahasiswa harus disadarkan dari tidurnya sejak reformasi. Menyakinkan bahwa revolusi belum berhenti saat Proklamasi didengungkan, mengisi wacana – wacana progresiv di tengah kesibukan perkuliahan, membentuk ‘simpul – simpul’ strategis – misalnya organisasi atau komunitas – yang berazaskan kerakyatan. Langkah awalnya ada;ah mempertahankan doktrin – doktrin kebangsaan yang revolusioner dan mendekatkan pemuda/mahasiwa dengan realitas kerakyatan.

Materi kepemudaan, pada Pekan Penerimaan Anggota Baru (PPAB) GMNI 8-10 Nov 2013

Penulis adalah anggota aktif GMNI, bekerja sebagai buruh Revolusi Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun