Mohon tunggu...
Anam Anam
Anam Anam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Prodi: Ilmu Qur'an dan Tafsir STAI al-Anwar 3

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebebasan Bertuhan di Indonesia dalam Perspektif Sila Pertama

4 November 2024   15:32 Diperbarui: 4 November 2024   15:38 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebebasan beragama merupakan salah satu hak asasi yang diakui oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Dalam konteks Indonesia, hak ini mendapat legitimasi dari Pancasila, khususnya sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Sila pertama bukan sekadar pernyataan filosofis, tetapi juga menjadi fondasi dalam merumuskan hubungan negara dan agama. Namun, kebebasan bertuhan di Indonesia sering kali dihadapkan pada tantangan yang kompleks, terutama dalam pluralitas budaya dan agama yang ada. Artikel ini akan mengupas kebebasan bertuhan di Indonesia dalam perspektif sila pertama serta tantangan dan interpretasinya.

  •  Makna Sila Pertama dalam Kebebasan Bertuhan

Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa,” menyiratkan pengakuan bahwa negara Indonesia didirikan atas dasar kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bung Karno pernah menegaskan, “Pancasila adalah dasar negara kita yang mampu menghimpun dan mengikat segenap bangsa dalam persatuan yang kokoh, meski mereka datang dari berbagai latar belakang kepercayaan.” Dalam konteks ini, sila pertama bukan berarti mewajibkan masyarakat untuk beragama dengan doktrin tertentu, melainkan memberi kebebasan bertuhan sesuai dengan keyakinan masing-masing, tanpa memaksakan satu agama atau kepercayaan tertentu kepada seluruh rakyat Indonesiaertama menjadi dasar bagi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat 2 yang menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Ini menunjukkan bahwa negara menjunjung tinggi kebebasan bertuhan sebagai hak fundamental setiap warga negara. Oleh karena itu, kebebasan bertuhan di Indonesia sejalan dengan sila pertama yang menghormati keberagaman keyakinan tanpa mengabaikan dasar ketuhanan .

  •  Bertuhan: Antara Agama Mayoritas dan Minoritas

Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam tetap mengakui keberadaan dan hak pemeluk agama lain. Dalam realitasnya, pluralitas agama ini diatur oleh pemerintah, yang mengakui enam agama resmi: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Namun, pengakuan ini kadang dianggap membatasi kebebasan bertuhan bagi penganut agama atau kepercayaan lokal yang tidak termasuk dalam enam agama tersebut.

Banyak kasus menunjukkan bahwa penganut kepercayaan lokal atau agama minoritas mengalami diskriminasi dalam praktik keagamaan mereka. Menurut penelitian Setara Institute, kebebasan beragama di Indonesia masih menghadapi tantangan, terutama bagi kelompok minoritas dan aliran kepercayaan. Hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia dalam menerjemahkan sila pertama agar lebih inklusif terhadap semua keyakinan yang ada di nusantara .

Meski demikian Konstitusi (MK) memberikan titik terang dengan mengabulkan gugatan terkait pengakuan terhadap penganut aliran kepercayaan untuk dicantumkan di KTP. Keputusan ini menunjukkan bahwa negara semakin menghargai kebebasan bertuhan yang lebih luas. Putusan ini juga sejalan dengan prinsip sila pertama, yaitu menghormati keyakinan tiap individu dalam mengakui eksistensi Tuhan dalam berbagai bentuk .

  •  Kebebasan Bertuhangka Toleransi Antarumat Beragama

Sila pertama juga menekankan pentingnya toleransi antarumat beragama. Kebebasan bertuhan bukan hanya hak untuk memilih dan mempraktikkan agama, tetapi juga berkaitan dengan penghormatan terhadap agama lain. Menurut Wahid Institute, toleransi adalah kunci bagi keharmonisan dan perdamaian dalam masyarakat yang beragam seperti Indonesia. Dengan menjalankan sila pertama, Indonesia diharapkan dapat membangun masyarakat yang menghargai kebebasan bertuhan tanpa diskriminasi, intimidasi, atau kekerasan.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa praktik intoleransi masih ada. Misalnya, beberapa kasus perusakan tempat ibadah atau penolakan pembangunan rumah ibadah menunjukkan bahwa toleransi belum sepenuhnya terealisasi di tengah masyarakat. Di sinilah sila pertama seharusnya berfungsi sebagai pedoman dalam menjaga kerukunan antarumat beragama. Pengamalan sila pertama menjadi ujian sejauh mana Indonesia dapat menjalankan kebebasan bertuhan secara harmonis .

  • Tantangan Kebebasan Bertua Depan

Di era globalisasi, tantangan kebebasan bertuhan semakin kompleks, termasuk penetrasi ideologi yang berbeda dari luar negeri yang kadang berpotensi memicu konflik. Negara perlu menjalankan kebijakan yang adil dan tegas dalam menjaga kebebasan beragama tanpa mengabaikan keamanan dan ketertiban masyarakat. Selain itu, edukasi mengenai pluralitas agama dan pentingnya toleransi juga harus ditingkatkan agar masyarakat semakin memahami makna kebebasan bertuhan dalam konteks sila pertama.

Kesimpulan

Kebebasan bertuhan di Indonesia merupakan hak yang diatur dalam sila pertama Pancasila dan dijamin oleh UUD 1945. Meskipun demikian, tantangan terhadap kebebasan ini tetap ada, terutama dalam hal penerimaan terhadap agama dan kepercayaan minoritas. Dalam mewujudkan kebebasan bertuhan yang harmonis, diperlukan komitmen dari negara dan masyarakat untuk mengamalkan sila pertama dengan tulus, menjaga toleransi, dan menghormati setiap keyakinan yang ada di nusantara. Seperti yang diungkapkan oleh Gus Dur, “Indonesia adalah tempat di mana setiap orang berhak untuk berbeda.” Prinsip ini sejalan dengan nilai-nilai Pancasila yang menjunjung tinggi kemanusiaan, persatuan, dan ketuhanan .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun