Mohon tunggu...
Khoirul Anam
Khoirul Anam Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Beach lover, public speaking specialist, very happy medical student. Always fall in love with human physiology, and Anesthesiologist wanna be.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Commuter Line Jakarta-Soetta, Patutkah Diapresiasi?

26 Januari 2012   18:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:25 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_166552" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi (KOMPAS/LASTI KURNIA)"][/caption]

Menilik dari betapa "serius" nya pemerintah dalam menyelamatkan dan mengembangkan geliat transportasi publik di tanah air telah menjadi suatu topik bahasan yang menarik untuk dianalisis. Permasalahan pelik transportasi di negara kita sudah lama menjadi catatan "merah"  bangsa ini. Tidak usahlah sekarang kita berbicara tentang kepuasan masyarakat akan sebuah kemutakhiran teknologi transportasi, ketika kita meninjau sebuah paramater pokok yang relatif sederhana saja, masih banyak "cacat" yang mudah kita temukan. Mari kita definisikan bersama parameter sederhana tersebut, sebut saja keselamatan atau paling tidak kenyamanan atau mungkin sekedar rasa aman. Sudahkah ketiga komponen pokok yang sederhana tersebut menjadi hal yang tidak perlu masyarakat risaukan lagi dalam konteks pelayanan transportasi di negeri kita ? Jawabannya ada pada diri anda, lengkap dengan pertimbangan logis yang tentunya anda miliki.

Sekarang mari kita lihat lagi semangat pemerintah dalam berbenah diri. Inovasi perlahan dilakukan secara simultan dengan pembenahan berkelanjutan di beberapa sektor. Ya bagaimanapun kita patut mengapresiasinya. Toh pemerintah sudah bekerja untuk memuaskan rakyatnya. Tapi, apakah apresiasi itu memang pantas kita berikan sekarang? Atau tidak perlu? Atau mungkin tidak sekarang? Kapanpun itu anda yang bisa menjawab, tapi disini saya mencoba memberikan sedikit analisa sederhana mengenai hal tersebut. Tidaklah kompeten saya untuk membahas A-Z dunia transportasi tanah air. Tapi coba kita relasikan masalah ini dengan proyek "inovatif" yang katanya akan diselesaikan pada tahun 2013 mendatang, ya kereta commuter line bandara.

Problematika sederhana yang mungkin sudah tidak diindahkan lagi oleh masyarakat, atau justru masyarakat sudah lupa bahwa itu adalah sebuah masalah, atau bahkan sebenarnya masyarakat tidak lupa, hanya saja sudah sangat resisten akan hal tesebut. Beberapa kalimat tadi saya rasa cukup untuk menggambarkan keadaan masyarakat ibukota ketika disinggung mengenai transportasi bandara. Mereka sudah lama terbiasa dengan kesulitan akses, sudah lama terbiasa mengeluarkan uang yang tidak sedikit hanya untuk mencapai bandara, atau mereka sudah biasa menghabiskan waktu lama untuk menunggu kedatangan Bis Damri tercinta. Itulah yang saya maksud resisten, ketika masyarakat sudah tidak lagi peduli dan sensitif akan kondisi lingkungannya. Untuk mencapai bandara yang berlabel internasional di Cengkareng tersebut, sampai saat ini kita hanya bisa menggunakan Bis Damri untuk ke sana dengan tarif yang relatif pro-rakyat. Sebetulnya bisa menggunakan taksi atau mobil sewaan lain, tapi apakah tarif mereka pro-rakyat? Bagi saya tidak !

Kita semua tahu bahwa bandara internasional yang kita cintai tersebut tidak terletak di pusat kota, tetapi di pinggir Jakarta, atau bahkan lebih tepatnya di luar Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan rata – rata pengunjung bandara berasal dari ibukota, atau kalaupun mereka dari luar Jakarta, pasti mereka berhenti sejenak di kota ini. Melihat kecenderungan yang seperti ini, saya rasa solusi praktis benar – benar dibutuhkan paling tidak untuk memutus pola rantai resistensi tersebutpada masyarakat. Pemerintah sudah mencoba untuk merespon masalah tersebut, yakni dengan membangun kereta bandara yang direncanakan akan selesai tahun depan. Beberapa kalangan mungkin mengapresiasi ini sebagai program “dewa” yang teramat strategis dan luar biasa.

Tapi jujur, bagi saya ini bukanlah program dewa, bukan juga program yang strategis, apalagi kalau saya harus menyebutnya luar biasa. Bagi saya program bertaraf “dewa” adalah implementasi dari kepekaan wakil rakyat, dan program strategis muncul sebagai tindakan preventif untuk mencegah makin suramnya sebuah keadaan. Dari kedua definisi tadi jelaslah proyek ini bukanlah sebuah proyek dewa yang perlu diapresiasi berlebihan. Mengapa demikian? Kalau memang pemerintah peka akan kondisi rakyatnya dan ingin mencegah agar masalah akses bandara tersebut tidak berlarut-larut, seharusnya proyek tersebut sudah ada dari beberapa tahun yang lalu. Ketika kebutuhan akses ke bandara mulai meningkat, dan ketika sektor pariwisata kita mulai bergeliat kembali. Coba saja kita bandingkan dengan Negara tetangga kita, sebut saja Malaysia atau Thailand, yang sudah memiliki sistem transportasi bandara yang begitu canggih. Masyarakat disana tidak kesulitan lagi jika harus ke bandara, tidak perlu lagi mengeluarkan kocek dalam, tidak perlu takut terjebak kemacetan, dan tidak perlu berlari-lari lagi untuk mengejar angkutan publik. Bagi saya kenyamanan yang mereka peroleh tersebut semata-mata dikarenakan kepekaan dan kecintaan pemerintah terhadap rakyatnya, pemerintah Negara tersebut memiliki semangat yang masih begitu tinggi untuk melayani dan mengabdi. Bagi saya hal tersebut terwujud hanya karena faktor – faktor sederhana itu, bukan karena Negara mereka memiliki uang yang luar biasa berlimpah, bukan karena mereka hidup tenang dan damai, apalagi karena mereka tidak memiliki masalah di negaranya. Saya yakin kondisi kita dengan mereka pada dasarnya sama, masalah – masalah Negara berkembang pun pasti tidak jauh berbeda satu sama lain. Lantas kenapa kita baru memulai sekarang?Padahal label bandara kita sama dengan mereka, sama – sama bandara “internasional”. Jadi, masih pantaskah kita mengapresiasi hal tersebut sekarang? Mengapresiasi suatu hal yang sudah seharusnya kita miliki sejak lama. Silahkan anda jawab dengan logika dan hati nurani anda masing – masing. Bagaimanapun keadaannya sekarang, saya berterimakasih karena pemerintah paling tidak sudah berupaya untuk memulai. Lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali.

Khoirul Anam ( IRUL ) / @anam_irul (twitter)

Mahasiswa Kedokteran Semester V

Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun