Idul Fitri dirayakan oleh segenap kaum Muslim di seluruh dunia. Namun Lebaran, benar-benar khas Muslim Indonesia. Lebaran, bagi kaum Muslim Indonesia, adalah prosesi khas yang pada kondisi yang memungkinkan, harus dirayakan dengan takzim, bersama keluarga, terutama orang tua.
Menurut Cendekiawan Muslim Jalaluddin Rakhmat, lebaran adalah contoh manis tentang bagaimana idiom-idiom Islam diterjemahkan secara kreatif ke dalam budaya Indonesia. Gemuruh takbir terdengar di mana pun; tetapi irama takbir di Indonesia sangat unik, seolah irama gamelan dengan tempo lambat dan menyayat hati.
Bila Anda melihat Iedhul Fitri di Jazirah Arab, Anda akan tahu betapa berharganya Iedhul Fitri alias Lebaran di Indonesia. Hanya di Indonesia, Anda akan menemukan arus mudik--penumpang yang berdesakan, wajah-wajah yang terseok kelelahan, tentengan yang berat, namun mata yang berbinar-binar karena bisa kembali ke kampung halaman, berjumpa dengan keluarga, orang tua, untuk bersilaturahim.
Barangkali hanya di Indonesia, Lebaran menjadi khas sebagai momen bersilaturahim, lalu kita pun punya istilah khusus seputar lebaran yang mirip Bahasa Arab tapi sebenarnya bukan, halal bihalal.
Tegasnya, Lebaran adalah khas milik Muslim Indonesia. Kebiasaan itu tak bisa--dan tak ada gunanya pula dirujuk dengan tinjauan hukum fiqhiyyah. Memendang Lebaran haruslah dengan kacamata sosio antropologis.
Karena itu, awalnya saya merasa pesimistis imbauan pemerintah agar warga Jakarta dan kota-kota besar lainnya tahun ini tidak melakukan mudik, tidak dulu kembali ke kampung halaman menyambangi orang tua dan sanak saudara. Saya tak begitu yakin imbauan itu akan dipatuhi.
 Benar bahwa negeri tengah dikungkung wabah pandemi covid-19, yang ganas dan mematikan. Tetapi kita telah sama-sama tahu betapa abnormalnya cara piker warga kita bila itu terkait mudik. Apa pun diterjang: tiket mahal, jalanan macet, jarak yang jauh, dan sebut saja kendala lainnya.
Buktinya, meski semua tahu bahwa mudik identik dengan kemacetan---yang tak jarang urusannya bukan jam, melainkan hari, tetap saja hal itu dilakukan dengan riang. Ambil contoh saja, tahun lalu.Â
Pada Jumat Jumat 7 Juni 2019, PT Jasa Marga mencatat total volume lalu lintas mudik libur Lebaran 2019 pada H-7 hingga H-1 sebesar 1.216.859 kendaraan. Jumlah tersebut naik 1,04 persen dibandingkan arus mudik tahun 2018.
Maka, manakala Polri, melalui Korps Lalu Lintas  (Korlantas) menggelar Operasi Ketupat 2020, timbul kekhawatiran bahwa operasi rutin yang digelar setiap tahun itu, tahun ini tak akan sesukses tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, tantangan Operasi Ketupat kali ini begitu kompleks. Operasi itu tahun ini tak hanya menjaga agar lalu-lintas lancar, jauh dari kemacetan agar para pemudik nyaman pergi-pulang menuju dan dari kampung halaman.
Operasi Ketupat 2020 bahkan berlawanan diametral dalam praktiknya dibanding seluruh operasi serupa yang pernah dilakukan. Jika di tahun-tahun sebelumnya operasi itu digelar untuk memperlancar arus mudik, tahun ini Operasi Ketupat digelar justru agar orang-orang tak melakukan prosesi mudik.Â