Mohon tunggu...
Sheikha NajlaJamal
Sheikha NajlaJamal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah bagian dari generasi Z yang memiliki ketertarikan mendalam terhadap prinsip-prinsip ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Etika Islam dalam Menangani Pembiayaan Bermasalah melalui Akad Mudharabah

19 Desember 2023   14:15 Diperbarui: 19 Desember 2023   14:21 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Produk milik lembaga keuangan konvensional salah satunya adalah pinjaman, berbeda dengan syariah yang menyebutnya dengan pembiayaan. Karena dalam hukum syariah tidak ada yang namanya hutang pada transaksi lembaga keuangan. Pembiayaan syariah itu sendiri adalah suatu kegiatan lembaga keuangan salah satu caranya adalah mengumpulkan dana nasabah dalam bentuk giro, tabungan, atau deposito, lalu dana yang dikumpulkan akan dialokasikan ke masyarakat guna mendukung pembiayaan atau layanan keuangan lainnya (Winarto & Falah, 2020). Menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pembiayaan merupakan penyediaan dana dan tagihan yang dihubungkan dengan transaksi yang menggunakan prinsip bagi hasil, sewa-menyewa, jual beli, pinjam-meminjam, dan sewa beli. Nasabah bank yang menerima bantuan pembiayaan berbagai jenisnya, diwajibkan untuk mengembalikan dana pembiayaan setelah jangka waktu yang telah ditetapkan kepada bank dengan memberikan bagi hasil, ataupun tanpa imbalan pada jenis transaksi yang menggunakan akad qardh (Sudarto, 2020).

Akad Pembiayaan Syariah melalui Akad Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama pemilik modal dan pengelola modal dimana keuntungan dan kerugian dibagi berdasarkan kesepakatan oleh beberapa pihak yang terlibat. Dalam Al-Quran terdapat dalam QS. Al-Baqarah Ayat 198 yang artinya adalah "...Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu". UU Nomor 10 Tahun 1998 menyebutkan mudharabah merupakan salah satu bentuk pembiayaan bagi hasil. UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang surat berharga syariah negara pasal 1 ayat 7 disebutkan bahwa mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih, yaitu suatu pihak sebagai penyedia modal dan pihak lain sebagai penyedia tenaga dan keahlian, keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disetujui sebelumnya, sedangkan kerugian yang terjadi akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal.
Adapun rukun dari pembiayaan mudharabah sendiri antara lain;
1.Pemilik dana (shahibul maal)
2.pengelola (mudharib),
3.modal,
4.usaha pengelola modal,
5.keuntungan,
6.ijab,
7.qabul (shigah aqad).
Persyaratan untuk calon nasabah mudharabah antara lain:
1.Memenuhi standar kriteria sebagai nasabah
2.Lama usaha calon nasabah
3.Calon nasabah telah menjalankan usahanya minimal 2 tahun untuk nasabah walk in client
4.Calon nasabah menjalankan usahanya minimum 1 tahun dan memiliki manajemen usaha yang baik dan mendapat rekomendasi dari nasabah eksisting
5.Mempunyai kolektibilitas minimum lancar (kolektabilitas 1) 6 bulan berturut-turut ketika ia mempunyai pembiayaan lainnya di lembaga pembiayaan yang berbeda
6.Calon nasabah harus memiliki rekening giro di bank yang bersangkutan
7.Usaha calon nasabah harus memenuhi prinsip-prinsip syariah dan tidak menyalahi syariah
8.Melengkapi dan menyerahkan lampiran dokumen kepada bank guna menganalisa pembiayaan.
Ketentuan pada Fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah (Qiradh), yaitu sebagai berikut:
Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:
1.Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2.Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu'allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
3.Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
4.Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Faktor Pembiayaan Bermasalah
Pembiayaan bermasalah merujuk pada situasi ketika pembiayaan tidak berjalan sesuai rencana atau ketika nasabah kesulitan dalam membayar kembali pinjaman sehingga dapat mengakibatkan risiko kerugian bagi lembaga keuangan yang memberikan pembiayaan tersebut.  Dalam jurnal Manajemen Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Lembaga Perbankan Syariah (2016) karya Muhammad Tarmudi, dijelaskan bahwa faktor pembiayaan bermasalah terbagi menjadi dua jenis, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor dari sisi internal biasanya berasal dari pihak lembaga keuangan itu sendiri yang kurang tepat dalam manajemen keuangan serta pengawasan internal yang lemah, sehingga tidak dapat melakukan analisa yang akurat terkait apa yang akan terjadi dalam kurun waktu pembiayaan. Faktor dari sisi eksternal yang mengakibatkan pembiayaan bermasalah mencakup perilaku nasabah yang dengan sengaja tidak ingin mengmbalikan pinjaman, nasabah menyalahgunakan dana pinjaman yang tidak sesuai dengan tujuan awal pinjaman, serta faktor tidak terduga seperti bencana alam atau situasi-situasi ekonomi yang tidak stabil sehingga menyebabkan inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga.

Penanganan Pembiayaan Bermasalah
Terdapat beberapa cara untuk menangani pembiayaan yang bermasalah dengan melakukan upaya yang bersifat preventif (mencegah) dan upaya yang bersifat represif atau kuratif. Lembaga Keuangan melakukan upaya preventif sejak permohonan pembiayaan diajukan oleh nasabah hingga pemantauan atau pengawasan terhadap pembiayaan diberikan. Sedangkan penanganan yang sifatnya represif atau kuratif ini yaitu penyelamatan atau juga penyelesaian pada pembiayaan yang bermasalah (Non Performing  Financing/NPF) (Madjid, 2018).
Secara umum, proses menangani pembiayaan bermasalah dapat dilakukan melalui penyelesaian secara bertahap oleh lembaga keuangan itu sendiri dengan pendekatan yang persuasif. Setelah melewati tahap awal, langkah-langkah dan tahapan berikutnya termasuk penyelesaian melalui agen penagih utang (Debt Collector), penyelesaian melalui lelang, penyelesaian melalui pengadilan, penyelesaian melalui arbitrase, serta penyelesaian melalui Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) khusus untuk lembaga keuangan (Bank) milik negara (BUMN) (Madjid, 2018).
Dalam menangani masalah pembiayaan yang bermasalah, tentu saja ketentuan dari Fatwa DSN-MUI terkait dengan penyelesaian piutang menjadi acuan. Restrukturisasi merupakan salah satu metode penyelesaian yang sesuai dengan prinsip syariah dalam menyelesaikan utang atau kewajiban dari pembiayaan yang bermasalah yang dilakukan dengan syariah, yaitu melalui (Sudarto, 2020):
A.Penjadwalan ulang (rescheduling).
Hal ini memperpanjang jangka waktu pembiayaan, dimana nasabah yang dibiayai diberikan keringanan dengan cara menambah jangka waktu pembiayaan, misalnya: memperpanjang jangka waktu pembiayaan dari 6 bulan menjadi 1 tahun, sehingga nasabah mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya.  Tentunya dengan jangka waktu yang lebih panjang membuat jumlah angsuran menjadi lebih kecil yang tentunya dapat disanggupi oleh nasabah untuk membayar kewajibannya.
B.Persyaratan kembali (reconditioning).
Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu mengubah beberapa atau semua ketentuan pendanaan tanpa menambah jumlah sisa pokok kewajiban yang harus dibayarkan oleh anggota kepada lembaga keuangan. antara lain meliputi; 1). Perubahan jadwal pembayaran, 2). Perubahan jumlah angsuran, 3). Perubahan jangka waktu, 4). Pemberian potongan.
C.Penyelesaian Dengan  Jaminan
Merupakan penyelesaian pembiayaan melalui penjualan barang/aset yang dijadikan collateral atau jaminan dalam rangka melunasi kewajiban.  

Etika Islam Menangani Pembiayaan Bermasalah
Etika bisnis Islam menurut Yusuf Qardhawi yaitu pengaturan etika dalam Islam yang memiliki tujuan untuk mengajarkan manusia agar tolong menolong, menjalin hubungan kerja sama, dan menjauhkan dari berbagai hal yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Kebijakan yang dilakukan dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah dapat dihubungkan dengan prinsip -- prinsip dan nilai etika bisnis dalam islam berdasarkan perspektif Dawam Rahardjo (1990) yang terdiri dari Tauhid, Khalifah, Ihsan, Fastabikhul khairat, Amanah, Taqwa, Taawun dan Taaruf. Diantaranya yaitu :
1.Tauhid
Dalam melakukan penyelesaian pembiayaan bermasalah hal dasar yang menjadi pegangan terhadap penyelesaian pembiayaan bermasalah yaitu usaha yang dilakukan dalam menyelesaikan pembiayan murabahah bermasalah semata -- mata karena Allah Swt.
2.Khalifah
Yaitu kemampuan mengelola sumber daya ketika menyelesaikan pembiayaan bermasalah. Maksudnya memiliki sumber daya dengan keahlian dalam melakukan pelelangan, bernegosiasi, membujuk nasabah di dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah.
3.Ihsan
Nilai ihsan yaitu membuat inovasi dengan semangat positivisme memberi kebaikan kepada yang lain dengan menciptakan beragam inovasi yang bisa menjadi jalan keluar permasalahan nasabah. Inovasi untuk penyelesaian pembiayaan bermasalah yaitu ide pembaharuan dengan meningkatkan kualitas pembiayaan yang baik bagaimana agar kualitas pembiayaan menjadi lancar kembali.
4.Fastabikhul Khairat (optimisme)
Sikap optimis perlu diterapkan dalam melaksanakan proses penyelesaian pembiayaan bermasalah. Dengan melakukan pengawasan untuk meningkatkan pemantauan terhadap nasabah dengan pembiayaan bermasalah & tidak melakukan pengecualian terhadap berbagai tahap penyelesaian pembiayaan bermasalah.
5.Amanah
Saling menguatkan sikap amanah antar tim kerja dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing perlu dilakukan dalam proses menyelesaikan pembiayaan bermasalah. Jika terdapat nasabah yang bermasalah dalam pembiayaannya petugas akan memberikan pengertian bahwa pembayaran angsuran adalah tanggung jawab nasabah saat petugas mengingatkan pada nasabah ketika terdapat adanya pembiayaan bermasalah.
6.Taqwa
Proses menyampaikan pembiayaan bermasalah dengan tetap menjaga kenyamanan nasabah. Menyampaikan secara transparan dengan tidak menutup-nutupi pembiayaan yang sedang bermasalah kepada nasabah tersebut dengan cara yang persuasif yaitu disampaikan secara halus kepada nasabah.
7.Ta'awun (musyawarah)
Mencari solusi untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah bersama melalui musyawarah antar petugas karena tim kerja sangat penting. Proses musyawarah dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah adalah dengan menjabarkan pembiayaan bermasalah yang sudah disusun atau dikelompokkan menurut tingkat kolektabilitasnya masing -- masing, dan juga petugas melibatkan nasabah dalam proses menyelesaikan tunggakan angsuran.
8.Taaruf (kemampuan komunikasi)
Menyampaikan terkait penjelasan informasi apapun yang diperlukan nasabah mealui komunikasi dua arah dengan nasabah. Karena itu merupakan salah satu hak nasabah untuk mendapatkan penjelasan informasi yang dia perlukan agar antar nasabah dan petugas tidak terjadi kesalahpahaman selama proses penyelsaian.

Referensi
Sudarto, A. (2020). Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Lembaga Keuangan Syariah Studi Bmt Al Hasanah Lampung Timur. Islamic Banking: Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Perbankan Syariah, 5(2), 99--116. https://doi.org/10.36908/isbank.v5i2.118
Winarto, W. W. A., & Falah, F. (2020). Analisis Sistem Pengelolaan Keuangan Pembiayaan Syariah Dengan Akad Murabahah. JPS (Jurnal Perbankan Syariah), 1(2), 150--161. https://doi.org/10.47453/ecobankers.v3i1.672
Latif, C. A. (2020). Pembiayaan Mudharabah Dan Pembiayaan Musyarakah Di Perbankan Syariah. Jurnal Ilmu Akuntansi dan Bisnis Syariah (AKSY), 2(1), 9-22.
al Ikhwan Bintarto, M., & Setiawan, Y. (2021). Implementasi Pembiayaan Mudharabah Untuk Kegiatan Usaha Masyarakat Sebagai Upaya Pemulihan Ekonomi Nasional Akibat Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), 571-576.
Ngasifudin, M., & Salam, A. (2016). ANALISIS AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KESEJAHTERAAN ANGGOTA DALAM PERSPEKTIF EKONOMI SYARI'AH (Studi Kasus di Kopwan BMT An Nisa Yogyakarta 2013). JESI (Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia), 5(1), 63-78. (catatan)
Lutfia, F. A. (2021). Penerapan Akad Pembiayaan Mudharabah pada Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) BMT Al-Munawwarah (Bachelor's thesis, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Turmudi, M. (2016, Juni). MANAJEMEN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA LEMBAGA PERBANKAN SYARIAH. Li Falah: Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam, I, 101.
Rahardjo, M. D. (1990). Etika Ekonomi Dan Manajemen. Yogyakarta: Tiara Wacana
Madjid, S. S. (2018). Penanganan Pembiayaan Bermasalah Pada Bank Syariah. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 2(2), 95--109. https://doi.org/10.26618/j-hes.v2i2.1618
Sudarto, A. (2020). Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Lembaga Keuangan Syariah Studi Bmt Al Hasanah Lampung Timur. Islamic Banking: Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Perbankan Syariah, 5(2), 99--116. https://doi.org/10.36908/isbank.v5i2.118

Autor:
Lili Puspita Sari, Ridha Fajrina, Sarah Fadillah, Omar Abdullah Fauzi, Nailah Meliyana Dara, Sheikha Najla Jamal

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun