Hubungan romantis adalah impian bagi semua orang yang memiliki pasangan. Validasi positif antara satu sama lainnya sangat dibutuhkan, atau bahkan pujian yang dapat membangkitkan semangat dan kepercayaan diri terhadap pasangan. Terkadang pasangan akan mengambil peran yang sangat penting dalam kehidupan, khususnya tempat berkeluh kesah sehingga kita akan merasa aman dan nyaman.Â
Akan tetapi, hubungan yang terlalu romantis justru memicu sebuah kebiasaan tertentu bagi satu pihak, baik pria maupun wanita, dimana kemungkinan besar salah satu pihak dari pasangan selalu mengharapkan hubungan romantis tersebut berjalan setiap waktu bahkan selamanya, sehingga dapat menyebabkan ketergantungan.Â
Jika kalian telah merasa sangat bergantung kepada pasangan, hal ini dapat menyebabkan hal negatif berupa rasa tidak aman, curiga berlebih terhadap pasangan, tidak semangat dan tidak percaya diri ketika hubungan tidak berjalan seperti apa yang dipikirkan dan diharapkan, maka berhati-hatilah kemungkinan besar kalian dapat terindikasi mengalami Relationship-contingent self-esteem (RCSE) yang sangat tinggi.
Apa itu Relationship-contingent self-esteem (RCSE)?
Dilansir dari jurnal imliah yang berjudul "Relationship-Contingent Self-Esteem and the Ups and Downs of Romantic Relationships" yang ditulis oleh Knee dkk pada tahun 2008 bahwasanya Relationship-contingent self-esteem (RCSE) adalah bentuk harga diri yang tidak sehat yang bergantung pada hubungan seseorang dan cenderung investasi dirinya dalam hubungan tertentu.Â
RCSE mencerminkan kurangnya perasaan yang benar-benar divalidasi, dirawat, dan dipahami oleh pasangan seseorang, dan mungkin yang lebih penting, kurangnya validasi, kepedulian, dan pemahaman tentang pasangan. RCSE Â ini juga berkaitan bahwa harga diri seseorang secara langsung diinvestasikan dalam hubungan romantis seseorang, sehingga peristiwa yang mempengaruhi hubungan secara langsung mempengaruhi "kebaikan" atau "keburukan" diri mereka sendiri.
Dari pengertian ini dapat disimpulkan, bahwa ketika seseorang mengalami RSCE yang tinggi, mereka cenderung melakukan baik dan buruknya aktivitas sehari-hari tergantung keadaan hubungannya. Jika dalam hubungan seseorang tersebut sedang tidak baik-baik saja, maka optimalisasi kerja mereka akan berkurang, juga sebaliknya mereka akan lebih bersemangat jika telah diberikan pujian atau validasi positif dari pasangannya.Â
Orang yang mengalami RSCE tinggi juga cenderung akan mengorbankan dan melakukan hal-hal tak wajar seperti menyakiti dirinya sendiri demi mendapat pengakuan, validasi, atau empati dari pasangan Hal ini sangat berdampak negatif pada seseorang yang memiliki RSCE tinggi, sangat rentan mengalami stress bahkan depresi berkepanjangan.
Apakah gender mempengaruhi dominansi Relationship-contingent self-esteem (RCSE) dalam sebuah hubungan?
Dari jurnal penelitian ilmiah yang telah ditulis oleh Acitelli dkk yang berjudul "The Role of Identity In The Link Between Relationship Thinking and Relationship Satisfaction" pada tahun 1999 bahwasanya menegaskan tidak ada perbedaan gender yang signifikan dalam RCSE. Â