"Setiap Hari Adalah Asyura dan Semua Tempat Adalah Karbala"
Slogan penuh semangat itu terlahir dari suatu tragedi mengharukan. Hari dimana keluarga suci Rasulullah -sholawat atasnya dan keluarganya- dibantai oleh para pasukan kerajaan Umayyah yang saat itu dipimpin Yazid bin Muawiyah, yang bertepatan di Padang Karbala dan hari itu dinamakan Hari Asyura 10 Muharram 61 H.Â
Husain bin Ali -salam untuknya- yang merupakan cucu pembawa agama islam di muka bumi bersama keluarganya diperlakukan inhumanis.
Yazid memerangi keluarga suci tersebut dengan bengis dengan dasar kebencian, iri hati, ketakuan, dan sifat buruk lainnya. Al Husain membawa keluarga dan sahabat setianya dengan jumlah 72 orang, yang mayoritasnya adalah perempuan dan anak-anak.Â
Menghadapi puluhan ribu pasukan musuh dalam keadaan haus, bukanlah tanpa maksut. Berangkat dengan penuh keberanian dan keikhlasan atas jalan yang ia anggap sebagai hal yang diperintahkan Allah demi mempertahankan agamaNya, juga karena melihat kondisi masyarakat di bawah penguasa bengis.
Tragedi tersebut menjelaskan kita secara gamblang The Way of Life, bagaimana seharusnya kita sebagai manusia pada umumnya dan sebagai seorang muslim khususnya, cara hidup di dunia. Karbala menjadi saksi bahwa di tempat itu hanya ada kebenaran dan kebatilan, Bersama Al Husain atau memeranginya.
Tak ada keabu-abuan dan tak ada kebiasan. Suatu langkah perjuangan yang dimana keberanian dan keikhlasan melebur jadi satu, mengorbankan semua hubungan dengan dunia, bahkan sampai dengan keluarga.
Slogan di atas mengatakan bahwa tragedi-tragedi yang mirip dengan Al Husain akan ditemukan di manapun dan sampai kapanpun. Peperangan antara yang benar dan yang batil menjadi fenomena yang setiap hari akan kita temui sampai penjuru dunia.Â
Sebuah tindakan melawan penindasan dan membela kaum tertindas demi menegakkan kebenaran, yang luarannya ialah sebuah keadilan dan perdamaian.
Nilai yang diberikan dari tragedi yang di alami Al Husain dan keluarganya adalah, Al Husain meridhoi pilihan Allah demi mendapatkan ridhoNya.Â
Ikhlas pada sesuatu yang pada hakikatnya tidak pernah dimilikinya yaitu semua hal di dunia ini, bahkan dirinya sendiri.Â