Ini bukan puisi
Hanya sekedar cerita
Persetan puisi atau cerita
Karena sama-sama di ragukan kekuatan maknanya
Pagi ini, masih seperti kemarin
Ku ulurkan tanganku, diraih cucuku, di ciumnya
Lalu berlari-lari kecil di sela tumpukan sampah, berangkat sekolah
Ku gendong keranjangku, tertatih kaki rapuhku,
Susuri gang sempit di sela gubuk kardus
Pemulung di larang masuk,”terpampang tulisan,
Di mulut gang rumah mewah itu
Tersenyumku dalam hati,
Lalu berpaling dan pergi.
Satu…, Dua…, Tiga…,
Ku raih plastik bekas di pinggir kali
Penuhi keranjangku, hingga membuat sakit pundakku terbebani.
Istirahatku duduk sejenak di batu
Melintas di depanku, angkuh
Bayangan si bangsat penggusur gubuk ku yang dulu.
Ku berkhayal…
Punya gubug kardus yang aman dari penggusuran
Ku pasang papan di depan pintu, bertuliskan :
“pejabat dan borjuis dilarang masuk”
Kemudian ku pasang papan di mulut gang, bertuliskan :
“ Daerah Bebas Pejabat, Borjuis dan maling”.
Ku tak mau mereka mencuri harga diri cucuku,
Kebanggaan cucuku pada mobil-mobilan kayunya,
Kebanggaan pada rumah kardusku,
Kebanggaanku akan kebahagiaan
Dan aku tak mau mereka merebutnya.
Maka kutulis besar – besar dalam hati
“Pejabat, Penjahat,Penggusur, Penipu dan Penjilat dilarang masuk..!!”
Kuteriak keras – keras,
“ Inilah Aku…! Simiskin yang bahagia..!
“Mana dadamu..? Ini Dadaku..!”
[caption id="attachment_96540" align="alignnone" width="1116" caption="Gambar : Om Google Kemudian Proses photoshop"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H