(Rabela Br Sitepu, Cut Siti Fatimah, Nabila Saifana Kamel, Windya Zayadma/ Ilmu Komunikasi USK-2021)
Kota Banda Aceh ternyata memiliki kasus kekerasan tertinggi terhadap anak dan perempuan di provinsi Aceh, yang mana terjadi peningkatan kasus setiap tahunnya.Â
Diketahui kasus kekerasan anak sepanjang januari-oktober 2023 mencapai 849 kasus, juga di ikuti oleh kekerasan terhadap perempuan akibat dampak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).Â
Untuk kasus kekerasan anak sendiri terdapat beberapa faktor yang melatarbelakanginya, di antara beberapa faktor tersebut ternyata ada pengaruh sosial media, sebagaimana yang disampaikan oleh Komunitas Flower Banda Aceh.Â
Memang benar, banyak kemudahan yang ditawarkan dan diberikan karena majunya teknologi informasi dan komunikasi dalam mengakses informasi dan sebagainya.Â
Tetapi walaupun begitu, penting bagi kita melakukan filterisasi dalam penggunaannya. Mengingat tak hanya dampak positif saja yang didapatkan, tapi ada dampak negatifnya juga. Salah satunya dengan mengadakan literasi media. Literasi media seolah menjadi benteng kita dalam menghadapi efek-efek negatif terpaan media.
Sosial media telah menjadi faktor yang signifikan dalam meningkatkan tingkat kekerasan terhadap anak dan perempuan. Dalam beberapa tahun terakhir, ada peningkatan yang mengkhawatirkan dalam jumlah kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, dan banyak ahli percaya bahwa pengaruh sosial media adalah salah satu penyebab utama dari peningkatan ini. Ada beberapa cara di mana sosial media dapat berkontribusi terhadap tingkat kekerasan terhadap anak dan perempuan.Â
Pertama, platform sosial media dapat memfasilitasi komunikasi dan interaksi antara individu, yang dapat membuat lebih mudah bagi individu untuk mengakses dan berinteraksi dengan orang lain yang mungkin memiliki sikap atau keyakinan yang berbeda. Ini dapat menciptakan lingkungan dikerasan dan pelecehan dapat lebih mudah terjadi. Kedua, sosial media dapat mempromosikan norma-norma yang berkontribusi terhadap budaya kekerasan terhadap anak dan perempuan.Â
Misalnya, beberapaial media telah dikritik karena mempromosikan norma-norma yang berkontribusi terhadap budaya kekerasan terhadap anak dan perempuan, seperti menghargai kekerasan terhadap perempuan atau mempromosikan stereotip gender yang berusi terhadap budaya kekerasan terhadap anak dan perempuan. Ketiga, sosial media dapat memfasilitasi penyebaran informasi yang salah dan berita palsu, yang dapat berkontribusi terhadap meningkatnya tingkat kekerasan terhadap anak dan perempuan.Â
Misalnya, beberapa studi telah menemukan bahwa berita palsu dan informasi yang salah dapat berkontribusi terhadap meningkatnya tingkat kekerasan terhadap anak dan perempuan, karena dapat mempromosikan norma-norma yang berkontribusi terhadap budaya kekerasan terhadap anak dan perempuan.Â