Mohon tunggu...
Ria Utami
Ria Utami Mohon Tunggu... Editor - Blogger

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” ― Pramoedya Ananta Toer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kegigihan Maya Nyalakan Asa Petani Organik di Claket

21 Oktober 2023   23:30 Diperbarui: 22 Oktober 2023   00:26 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


            Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), persentase pemuda usia 16-30 tahun yang bekerja di sektor pertanian terus turun, dari 20,79 persen pada tahun 2017 menjadi 18 persen pada tahun 2022. (kompas.id 11/11/2023)

             Melihat tren penurunan keterlibatan orang muda di sektor pertanian tentu akan mengganggu upaya Indonesia mewujudkan ketahanan pangan di tengah krisis iklim. Selain itu, produktivitas pertanian berpotensi menurun. 

              Hal tersebut akan membuat ketergantungan pada komoditas pangan dari negara lain semakin tinggi. Padahal, membangun pertanian yang mandiri di dalam negeri diperlukan untuk memitigasi dampak ancaman krisis pangan global.

              Maka sungguh beruntung Indonesia mempunyai sosok seperti Maya Stolastika Boleng, perempuan muda asal Waiwerang, Flores, NTT, yang menggeluti bidang pertanian organik sejak 2008. 

              Menjadi seorang petani memang tak pernah terlintas dalam pikiran Maya. Bahkan, cita-cita menjadi seorang petani awalnya tak direstui oleh keluarga. 

            Ya, bagi sebagian orang, profesi petani memang dianggap kurang mentereng. Kurang prestisius. Apalagi, Maya Stolastika Boleng merupakan perempuan muda lulusan Sastra Inggris Universitas Negeri Surabaya. Namun, karena passion dan cita-citanya bisa bermanfaat bagi sekitar serta lingkungan, membuat pemilik Twelves Organic tak henti menularkan virus bertani pada masyarakat.

          Pilihan itu bukan tanpa sebab. Ada beberapa value yang dia pegang sebelum memutuskan untuk menjadi petani organik.

''Pertanian organik itu memberikan dampak kesehatan yang baik bagi orang yang mengkonsumsinya. Dengan pengolahan lahan dan tanaman tanpa bahan kimia, membuat produk yang dihasilkan lebih sehat dan segar," kata Maya melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu.

          Selain itu, pertanian organik membuat lingkungan berkualitas. Kesuburan tanah terjaga dan ekosistem pun tetap seimbang. Berangkat dari sana, Maya berpikir bahwa pertanian organik merupakan masa depan lingkungan kita.

           Maya bersama empat teman kuliahnya pada 2008 sepakat untuk menjadi petani organik. Mereka mengumpulkan modal dari memberikan les bahasa Inggris.

            Modal yang sudah terkumpul untuk menyewa lahan di Claket, Kecamatan Pacet, Mojokerto. Lahan itu ditanami sawi dan digarap secara organik. 

            Waktu itu, mereka masih minim pengetahuan mengenai pertanian organik. Tak disangka dalam waktu tiga minggu sawi sudah bisa dipanen. 

            Tentu saja mereka kelabakan karena belum memiliki market untuk menampung hasil panenan. ''Kami coba ke pasar induk, ke supermarket, dan ke hotel, namun tidak tembus. Saat itu penjualan online masih belum marak seperti sekarang. Kami menelepon satu per satu dan mendatangi langsung customer," cerita Maya mengenang masa-masa yang cukup berat itu.

            Alhasil, panenan sebanyak 1,5 ton sawi hijau tidak laku. ''Kami rugi," kata Maya. Kerugian itu masih ditambah dengan teman-temannya yang menyerah. 

             Hanya Maya dan seorang rekannya, Wita, yang masih berniat untuk melanjutkan bertani. ''Tapi kami masih galau, antara lanjut atau tidak. Di tengah kegalauan itu, ada secercah harapan. Tiba-tiba ada seorang customer menelepon dan menanyakan kapan kami akan mengirimkan sayuran lagi," kata Maya semringah.

            Tak hanya itu, seorang manajer salah satu supermarket turut menawarkan kerja sama sebagai supplier sayuran organik. Hal itu menjadi pelecut bagi Maya dan Wita untuk meneruskan pertanian organik. Rupanya semesta mendukung. Mereka ditawari seorang pemilik tanah di Claket untuk mengelola lahan tidur. 

           Tak ingin jatuh ke lubang yang sama, Maya dan Wita membekali diri dengan pengetahuan pertanian organik dari banyak sumber. ''Kami banyak belajar dan bertanya dari para petani. Intinya untuk belajar itu adalah banyak mendengar," ujar Maya.

            Selain belajar soal mengelola pertanian organik, mereka banyak mencari tahu mengenai quality control, packaging, dan kriteria ukuran sayur supaya lolos jual.

             Di bawah bendera Twelve's Organic, Maya dan Wita makin melesat dalam berkontribusi mengelola lahan pertanian organik. Tak sekadar memperoleh hasil panen, Maya memberi pemahaman para petani soal pertanian organik agar petani lebih mandiri dan bisa mempunyai pasar sendiri. Petani memiliki kebebasan memilih tanaman tanpa terbebani permintaan tengkulak. 

              Kini Maya memiliki empat kelompok tani yaitu Kelompok Petani Madani yang fokus kepada tanaman sayuran dan Kelompok Petani Swadaya yang fokus menanam raspberry dan blueberry serta pembuatan pupuk organik. Selain itu, ada kelompok Miya Tani dan Berdikari. Total, Twelve's Organic sudah memiliki 25 petani sayur dan buah. Mereka sudah memiliki pasar yang jelas yaitu 80 rumah tangga, 2 supermarket serta 2 restoran.

              Sampai saat ini Maya memiliki 300 konsumen tetap dari skala rumah tangga, serta belasan reseller, dan beberapa outlet organik. Maya dan Wita dibantu 14 petani di Desa Claket untuk menjalankan Twelve's Organic. 

               Berkat ketekunannya berkecimpung di bidang pertanian organik, Maya terpilih sebagai salah satu peraih Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards bidang pertanian pada 2019. Hal itu membuat Maya makin yakin kalau pertanian organik adalah masa depan pertanian Indonesia.

                Namun bukan berarti perjalanan Maya tidak ada kendala. Minimnya regenerasi petani dari kalangan anak muda membuat Maya gelisah. Tak mudah untuk mengenalkan pertanian kepada kaum muda. Profesi petani dipandang kurang bergengsi karena penghasilan sedikit dan harus berkotor-kotor di lapangan. 

                Perlahan tapi pasti, niat baiknya untuk menularkan pertanian organik mendapatkan tempat. Bahkan di tengah pandemi, antusiasme itu tak surut. Kegiatan edukasi pertanian organik diadakan untuk anak-anak SD di Kecamatan Pacet, Mojokerto. Selain mengenalkan dunia pertanian organik, kegiatan ini diharapkan bisa menginspirasi mereka agar kelak mau terjun ke dunia pertanian.

               Maya juga memfasilitasi kelompok tani dengan lahan serta rangkaian pelatihan. Yakni pemahaman pertanian organik, budidaya pertanian organik, penjaminan mutu organik, dan manajemen kebun. Melalui Garden Fresh Market, yang dikelolanya, hasil panen dipasarkan secara daring dan dikirim ke sejumlah daerah, antara lain Mojokerto, Malang, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Jakarta, dan Bali. 

               "Di kelas manajemen kebun saya akan jelaskan secara transparan mengapa sayur organik harganya lebih tinggi. Saya akan sampaikan hitung-hitungan ke petani berapa biaya benih, berapa ongkos tenaga, berapa harga perawatannya, dan berapa bagian yang didapat petani. Tidak cuma itu, kami bahkan mempertemukan petani dan konsumen di pertemuan konsumen supaya petani ini tahu mengapa kualitas sayurnya harus bagus," kata Maya.

Arsip Pribadi
Arsip Pribadi

                 Selain pelatihan, para petani juga diwajibkan ikut ujian kompetensi dan sertifikasi. ''Kami berharap para petani itu dapat mandiri. Awalnya masuk ke dunia pertanian karena saya terusik melihat permasalahan klasik yang dihadapi para petani terus berulang. Misalnya, saat panen raya tiba, produk panen dibeli dengan harga rendah karena produksi melimpah. Tak seharusnya harga panen ditentukan tengkulak, petani harus memasarkan produk panennya langsung kepada konsumen," terang Maya.

               ''Dulu di awal kami hanya menanam tujuh jenis sayur sekarang di 9 kebun yang kami kelola kami bisa panen 70 jenis sayuran dan buah," kata Maya.

                  Ketujuh puluh jenis sayur dan buah itu antara lain kubis ungu, romaine merah, romaine hijau, iceberg lettuce, ketela, jagung, raspberry, blackberry, dan stroberi. Ada juga  talas mbote, lemon lokal, mentimun, wortel, cabai, tomat, serai, kunyit, jahe, labu siam, lobak, buncis, kacang panjang, daun ginseng, daun kelor, daun mint, daun pepaya Jepang, okra hijau, pucuk labu, pakis sayur, brokoli, pakcoy, sawi pagoda, bayam hijau, bayam merah, beetroot. 

So, jadi petani? Siapa takut? (*)



Grafis: xaveria rahmani utami
Grafis: xaveria rahmani utami

#SemangatUntukHariIniDanMasaDepanIndonesia #KitaSATUIndonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun