Haduh, si kecil demam. Badannya panas, tidur mengigau, rewel, minta ditungguin. Sedih melihatnya. Padahal, keesokan harinya dia ada tes di sekolah. Latihan paduan suara buat lomba yang harusnya dia ikuti sore hari terpaksa tidak diikuti.
Akhirnya, berangkatlah saya ke dokter spesialis anak dekat rumah untuk memeriksakan si kecil. Berbekal uang Rp 300 ribu sembari berharap biayanya tak sampai segitu. Untunglah demamnya hanya karena batuk pilek. Lha kok selang beberapa hari, ganti saya yang demam sampai tiga hari. Ketika periksa ke dokter, lagi-lagi masih beruntung, cuma karena batuk pilek. Ketika obat sudah diminum, selang sehari, badan sudah fit.
Tapi ya gitu, kondisi dompet yang jadi kurang fit. Hehe. Tak apalah, yang penting anak-ibu sehat. Yap, benar. Tidak ada yang lebih berbahagia ketika semua anggota keluarga kita sehat.
Kesehatan sangat utama. Ketika sakit, aktivitas jadi terganggu. Semua rencana yang sudah disusun bisa bubar seketika saat tubuh lemah karena gempuran virus. Belum lagi, biaya berobat yang bisa menguras uang belanja bahkan tabungan.
Sakit adalah hal yang sia-sia. Makanya, jangan sampai sakit. Itulah yang sedang gencar saya tekankan untuk diri sendiri maupun keluarga. Karena, keluarga sehat merupakan awal dari masyarakat yang produktif.
Pola Makan Sehat
Pada puncak Hari Kesehatan Nasional 2015, Nila Moeloek, menteri kesehatan saat itu mengatakan, makanan yang aman dan sehat tidak perlu mahal. Sebab, yang menentukan keamanan dan kesehatan makanan adalah higienitas dan perilaku hidup bersih, termasuk dalam memasak dan memilih makanan (kompas.com).
Ya, prinsip makan sehat sebenarnya sederhana, yaitu bagaimana kita mengonsumsi makanan sesuai kebutuhan, menjaga komposisi zat gizi, mengolahnya secara sehat, dan mematuhi waktu makan. Sekilas tampak mudah tapi ternyata sulit diaplikasikan.
Salah satu faktornya adalah gaya hidup yang menuntut semua serba terburu-buru dan instan. Apalagi, fasilitas delivery order atau order secara online. Ketika lapar melanda, tapi pekerjaan tak bisa ditunda, solusinya ya tinggal buka ponsel, pesan makanan, dan menu pilihan pun segera tiba di depan mata. Praktis.
Selain itu, kalau bisa pamer foto makan di tempat ngehits melalui media sosial rasanya bangga banget. Apalagi bisa bareng keluarga makan di resto mewah, pasti bikin iri yang lain.
Tapi, seiring dengan pemberitaan di media mengenai pemakaian bahan-bahan pangan yang tidak aman, membuat saya ngeri dan berpikir dua kali untuk jajan di luar. Mau beli nasi pecel, misalnya. Memang bergizi karena terdiri atas sayuran. Namun, apakah penjualnya sudah mencuci bersih sayurannya sehingga bebas dari pestisida dan bakteri. Belum lagi lauk ayam goreng atau tempe goreng, apakah digoreng dengan minyak baru atau jelantah? Bagaimana dengan higienitas piring dan sendok-garpunya?