Mohon tunggu...
Ria Utami
Ria Utami Mohon Tunggu... Editor - Blogger

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” ― Pramoedya Ananta Toer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tarian Mita

25 Februari 2015   22:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:31 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Duh, suka sirik ngeliat orang yang gape main musik atau bertalenta seni lainnya. Lha saya? Suara fales, menari gerakannya kaku, main piano cuma beginner, menggambar hanya bisa gambar gunung. Payah deh saya. Hihihi…

Makanya, ketika Edo suka piano, saya langsung masukin dia ke tempat kursus piano ketika usianya hampir 5 tahun. Ambisi emaknya juga sih sebenarnya. Eh, tapi nggak salah, ternyata Edo juga enjoy dengan pianonya, kok.
Bahkan, pernah menang lomba juga. Ceritanya di mari
Dia suka coba-coba mainin lagu-lagu di luar buku latihannya. Yah, meskipun cuma pake feeling tanpa not balok.

Nah, kalau Edo (saya) pilih (kan) untuk kursus piano, Mita beda lagi. Karena dia nggak betah duduk berlama-lama mainan piano, saya pun mengurungkan niat untuk ikutin Mita kursus piano. Dia memang keliatan lebih demen menari ikutin irama lagu sambil menyanyi gitu.
Hmm..sepertinya diikutin sanggar tari lebih pas ya. Setelah nyari-nyari yang dekat dengan rumah, akhirnya nemu Spectra Dance Studio.

Ada beberapa alasan kenapa saya milih tari tradisional untuk Mita. Saya pengen mengenalkan pada Mita budaya negeri sendiri. Pengen membiasakan telinganya pada gending-gending Jawa juga. Malu kan ya ketika para bule bersemangat belajar tarian Indonesia, kita malah nggak aware dengan budaya sendiri.
Alasan lainnya, biar Mita rutin berolahraga. Emaknya yang khawatir anak gadisnya overweight. Gerakan menari ternyata mirip olahraga. Ada lompat-lompat, jalan jinjit, mendak (gimana ya diskripsinya), dan sebelum menari, mereka juga melakukan pemanasan supaya lentur.

[caption id="attachment_352965" align="aligncenter" width="300" caption="Angkat badannya, hoppp"][/caption]

Oia, ikut di sanggar tari itu juga sebagai ajang sosialisasi bagi Mita yang sampai sekarang mengenyam home education.
Latihan yang hanya seminggu dua kali, Sabtu dan Minggu dirasa kurang oleh Mita. Dia kerap minta latihan nari sendiri di rumah. Aih, senengnya Adek Mita menari. Sampai sekarang, Mita sudah belajar tari dongklak, semut, dan rampak.
Karena masih usia empat tahun, Mita belum wajib ikut ujian tari. Baru pada usia tujuh tahun, sanggar mengharuskan peserta didiknya untuk ikut ujian tari.

Tarian Mita memang belum sempurna. Namun, dia sangat menikmati setiap gerakannya. Membiarkannya berekspresi, menari sepenuh hati mengikuti iringan musik.

[caption id="attachment_352964" align="aligncenter" width="300" caption="Mita paling imuuuttt"]

1424852717681561599
1424852717681561599
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun