Pada Agustus 2022, sebelum aktif memulai perkuliahan di kelas sebagai mahasiswa baru saya memulai kegiatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) yang berlangsung selama 3 hari. Selama 3 hari itu terdapat berbagai kegiatan mulai dari sambutan dari rektor dan jajaran, materi dasar perkuliahan hingga games ringan dan hiburan. Di hari kedua PBAK terdapat sedikit konflik antara panitia keamanan dan panitia acara. Salah satu panitia keamanan merasa panitia acara terlalu membuang waktu sehingga tidak sesuai dengan roundown acara. Seharusnya tepat di jam 5 sore, para mahasiswa harus sudah menyelesaikan acara namun panitia acara belum menutup acara. Salah satu panitia acara merasa tidak terima karena mereka ingin menutup acara namun diganggu oleh panitia keamanan yang membuat acara semakin lama. Konflik tersebut membuat para mahasiswa kompak untuk tetap melanjutkan acara hingga selesai dan mengikuti arahan panitia acara.
Sebelumya saya belum pernah mendengar sosiolog modern seperti Lewis Coser namun setelah membaca secara singkat buku Teori Sosiologi Klasik, Modern, Postmodern, Saintifik, Hermeneutika, Kritis, Evaluatif, dan Integratif (2016) dan buku Teori Sosiologi Modern (2021) saya menjadi tau bahwa Lewis Coser membahas berbagai konflik. Teori konflik Lewis Coser sering disebut dengan fungsionalis konflik karena lebih menekankan fungsi dari sebuah konflik bagi masyarakat. Sebuah konflik dapat mempertahankan keutuhan sebuah kelompok. Walaupun beberapa konflik juga menghasilkan disfungsi tetapi Coser lebih melihat konflik dari fungsinya. Konflik menurut Coser dibagi menjadi 2 yaitu konflik realistis dan konflik non-realistis. Konflik realistis adalah konflik yang memiliki tujuan material, biasanya berasal dari kekecewaan individu maupun kelompok terhadap suatu sistem atau tuntutan yang menguntungkan satu pihak. Konflik non-realistis adalah konflik yang bukan dari tujuan yang bersifat bersaing melainkan kebutuhan untuk meredam atau melepaskan ketegangan dari salah satu atau dua pihak yang sedang berkonflik.(Dr. Nursalam, M.Si, 2016) Jika dilihat dari teori fungsionalis konflik, suatu konflik atau permasalahan bukan semata-mata permasalahan yang tidak berarti apa-apa namun terdapat fungsi yang dapat menumbuhkan solidaritas internal dan akan bertambah besar tergantung seberapa besar konflik yang terjadi dengan kelompok luar. Dari contoh kasus yang telah saya paparkan, konflik yang terjadi membuat suasana menjadi tidak kondusif dan terjadi sedikit ketegangan pada mahasiswa baru. Namun apakah suatu konflik tidak memiliki dampak (positif) terhadap kelompok sekitar? Konflik yang terjadi akhirnya menyadarkan kita bahwa jika solidaritas antar mahasiswa baru dan panitia acara tidak baik maka bisa saja acara PBAK pada hari itu berakhir dengan keributan yang semakin parah. Panitia keamanan bisa dikategorikan sebagai kelompok eksternal yang mengganggu acara yang sedang berlangsung. Karena adanya tekanan dari kelompok luar menyebabkan komunikasi dan solidaritas semakin membaik dari sebelumnya. Kita harus bisa melihat suatu konflik dari sisi lainnya, seperti yang Coser katakan bahwa konflik bisa menjadi tujuan untuk meredakan ketegangan setidaknya dari satu pihak. Dalam masyarakat yang terancam disintegrasi, konflik dengan masyarakat lain bisa menjadi kekuatan yang mempersatukan.(Raho, 2012) Bahkan konflik juga memungkinkan suatu kelompok menjalin kerjasama dengan kelompok lainnya, ketika perdamaian tercapai maka kerjasama pun akan kendur.(Lewis A. Coser, "The Functions of Social Conflict," 2012). Hanya karena ada konflik yang menyebabkan manusia sadar diri dan berperilaku rasional.Â
Lewis Alfred Coser lahir pada 27 November 1913 di Berlin, Jerman. Pada tahun 1950, Coser mendaftar di Universitas Columbia dan mengambil gelar Ph.D pada tahun 1968. Setelah perang dunia II, ia mengajar di Universitas Chicago dan mendapatkan gelar guru besar di Universitas Brandeis. Coser adalah orang yang fokus pada satu tema yaitu konflik, baik konflik eksternal maupun konflik internal. Lewis Coser berupaya untuk mengintegrasikan fungsionalisme dan konflik, karena dengan mengkombinasikan keduanya maka akan lebih kuat daripada fungsionalisme dan konflik berdiri sendiri. Ia berusaha mengembangkan persperktif konflik karya dari salah satu ahli sosiologi Jerman yaitu George Simmel. Simmel berupaya mempertahankan pendapatnya bahwa sosiologi bekerja untuk mengembangkan atau menyempurnakan konsep sosiologi di mana isi dunia empiris dapat ditempatkan. Suatu permasalahan tidak dapat dihindarkan dalam masyarakat, namun konflik dapat tunduk pada perubahan. Coser mengembangkan dan memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi- kondisi di mana konflik secara positif membantu struktur sosial dan ketika terjadi secara negatif akan memperlemah tatanan masyarakat.
Penulis : Disky Ananta (22107020015)
Referensi:
Coser, L. A. (2012). The functions of social conflict. The Functions of Social Conflict, 1--188. https://doi.org/10.4324/9780203714577
Dr. Nursalam, M.Si, D. (2016). Klasik, Modern, Posmodern, Saintifik, Hermeneutik, Kritis, Evaluatif dan lntegratif.
Raho, B. (2012). Teori Sosiologi Modern Revisi. In Prestasi Pustaka.
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H