Siapa pun yang pernah kuliah di Jogja sekitar tahun 2002 pasti tahu DUBRINCA. Beberapa di antara mereka akan tersenyum masam dengan mendengar kata itu. Beberapa orang akan menyimpannya sebagai kenangan, beberapa orang akan menyimpannya sebagai pelajaran, dan beberapa orang tetap menyimpannya dalam bentuk kejengkelan yang tersisa.
DUBRINCA, aku tidak ingat tahun pastinya, seorang teman mendatangiku, memberitahu ada beasiswa khusus untuk mahasiswa Kristen yang ada di Jogja. Beasiswanya besar, sebulan jauh lebih banyak dari kiriman bulananku. Kita yang menentukan mau untuk setahun atau lima tahun, tergantung berapa uang pendaftaran yang kita bayarkan. Kalau tidak salah, untuk satu tahun uang pendaftarannya enam ribu. Kalau mau enam tahun, tinggal mengalikannya dengan angka enam itu.
Bukan hanya mahasiswa Kristen ternyata yang boleh mendaftar beasiswa itu. Siapapun boleh, asal ia berstatus mahasiswa atau pelajar. Guru juga ternyata boleh, dan akhirnya siapapun boleh. Beasiswa Dubrinca untuk semua orang, bukan hanya untuk orang Kristen. Itu pampasan perang dari Belanda yang dibayarkan kepada Indonesia. Tetapi karena orang Belanda tidak percaya pemerintah Indonesia, jadi diserahkan kepada orang Kristen saja. Kepada seorang pendeta bernama Jakob Maru. Itu yang kudengar, entah benar atau tidak. Aku tidak pernah tahu, karena kisah Dubrinca lenyap begitu saja seiring dengan kepergianku dari Jogja.
Tidak ada yang pernah benar-benar menghitung (kecuali orang Yayasan Dubrinca) berapa ribu orang yang mendaftar, berapa ratus juta uang pendaftaran yang telah terkumpul. Itu menjadi mimpi indah bagi setiap mahasiswa dan pelajar yang pernah kuliah atau bersekolah di Jogja sekitar tahun 2003. Uang beasiswa itu tidak pernah muncul. Beberapa orang sempat timbul semangatnya ketika keluar kartu peserta Dubrinca yang bentuknya seperti kartu mahasiswa.
Jogja 2003. Sebuah kenangan terkubur di sana, terkubur bersama Dubrinca. Bahkan di internet, jejak itu juga sudah lenyap. Dubrinca, tidak ada yang membahasnya lagi. Karena malu, malu betapa mudahnya kaum bernama mahasiswa itu dibodoh-bodohi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H