SITUASI sulit akibat Malaise yang terjadi di benua Eropa yang disebabkan oleh imbas Perang Dunia Pertama terasa juga pengaruhnya ke Hindia Belanda. Ibarat pukulan telak yang membuat rakyat jelata terhuyung dan kondisi perekonomian kian terpuruk, dibarengi dengan gelombang frustrasi sosial yang terjadi dimana-mana…
Dalam situasi kalut Zaman Malaise seperti itu yang oleh lidah pribumi Zaman Malaise disebut sebagai Zaman Meleset, Sukarno menuliskannya di dalam sebuah artikelnya yang bagus, berjudul Mentjapai Indonesia Merdeka, yang terdapat di dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi halaman 272.
Di dalam artikel yang menyinggung kondisi sulit Zaman Malaise tersebut Sukarno mengutip isi berita koran Pewarta Deli, terbitan 7 Desember 1932.
Bunyinya sebagai berikut:
‘’Dikota sering ada orang jang njamperin pintu bui, minta dirawat dibui sadja, sebab merasa tiada kuat sengsara. Dibui misih kenjang makan, sedang diluar belum tentu sekali sehari… Malaise heibat jang mengamuk dimana-mana telah bikin sengsara dan kelaparan penduduk…’’
Ada pula laporan koran Sin Po, terbitan 27 Maret 1933, yang melaporkan tentang peningkatan aksi maling ayam di malam hari akibat kelaparan dan sulitnya mendapatkan pekerjaan untuk memperoleh uang buat kasih makan keluarga.
Sementara itu koran Siang Po, terbitan 23 Januari 1933 memuat laporan dari Karawang tentang seorang ibu muda melarat yang menawar-nawarkan salah satu anaknya yang masih kecil untuk dijual kepada Tuan K.L.B, seorang warga kaya, karena berhari-hari kelaparan.
Apa yang dimaksud dengan Malaise?
Dalam buku Ensiklopedi Umum terbitan tahun 1973, Malaise berarti keadaan perasaan kurang sehat dan lesu, yang dapat mendahului timbulnya keadaan sakit yang lebih gawat.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008, Malaise ialah keadaan yang serba sulit, terutama di bidang perekonomian, atau zaman ketika dunia mengalami kesulitan, zaman serba sukar, biasanya dikatakan terhadap masa sekitar tahun 1930.
Bagaimana dengan kondisi perekonomian Indonesia hari ini?
Tentu kondisinya tidak sertamerta dapat langsung disamakan dengan Zaman Malaise seperti yang terjadi di tahun 1930-an.
Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa ‘’perasaan kurang sehat dan lesu, yang dapat mendahului timbulnya keadaan sakit yang lebih gawat…’’, sebagaimana definisi dari arti kata Malaise di atas tampaknya sekarang juga dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama masyarakat lapisan bawah.
Dalam situasi seperti ini, kemana Menko Perekonomian Darmin Nasution, sang nakhoda utama pengendali situasi ekonomi nasional?