Mohon tunggu...
Anak Langit
Anak Langit Mohon Tunggu... -

Kisah petualangan Anak Langit dalam memerangi degradasi moral di negeri pelangi yang sangat korup dan carut marut oleh keserakahan itu.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pemerintahnya Boleh Ganti, Sistemnya Sama Saja...

28 Maret 2010   15:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:08 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

aldnp 10

Kedua anak muda itu membiarkan pria tua itu melampiaskan kekecewaannya sebelum melanjutkan pembicaraan mereka.

“Makanya ketika paman mengetahui Jira bekerja disitu, paman memesannya untuk memberi tahu kalau terjadi hal seperti ini lagi. Paman kenal ayah Jira karena kami berasal dari satu kampung. Makdudnya agar paman bisa mengingatkan kalian sehingga tidak perlu jatuh korban lagi. Dengan begitu paman bisa sedikit mengobati penyesalan yang menyiksa paman ini.”

“Jadi, maksud paman kejadian siang tadi belum tentu berakibat baik?” tanya Andragi yang sejak tadi diam saja.

“Betul. Mereka bisa saja di dalam forum resmi terlihat membuka diri, bahkan berterima kasih atas laporan yang kamu sampaikan, tetapi belum tentu demikian di hatinya. Bukankah bos kami yang dulu itu juga bersikap baik dan anti korupsi?”

“Tetapi itu kan dulu, paman. Sekarang kan pemerintahannya sudah ganti?” sela Jira.

“Pemerintah memang sudah ganti, tetapi sistemnya kan tetap yang dulu juga. Apalagi mentalitas manusianya masih sama seperti yang dulu. Mungkin malah lebih buruk. Dengan model demokrasi yang tanpa landasan kedewasaan yang berkembang secara matang, para penguasa itu akan memanfaatkan waktu berkuasanya yang sempit untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Mungkin malah bisa lebih kejam dari yang dulu.”

Paman Hudi berhenti sejenak. Ia melihat kebimbangan terpancar dari mata Andragi.

“Paman bukan bermaksud menakut-nakuti kamu, tetapi ada baiknya kamu berhati-hati. Cara yang mereka gunakan sering sulit diduga dan sangat rapi. Bukankah kematian mas Tarno akibat kecelakann itu hanya dapat kita duga saja penyebabnya oleh mereka. Tetapi bagi kebanyakan orang itu hanya kecelakaan biasa. Juga kematian mas Radi. Sampai kini mayatnya pun tidak pernah diketahui dimana adanya.”

“Karena itu sebaiknya kalian harus hati-hati, terutama kamu Andragi. Usahakan jangan pernah berada sendirian, atau menemui orang asing sendirian. Jangan menerima tugas-tugas yang selama ini asing bagimu. Dan jangan pernah melakukan hal-hal yang bersifat rutin terus menerus. Sesekali harus kamu rubah.”

“Maksud paman?” tanya Andragi.

“Misalnya rute kamu pulang pergi ke kantor. Jangan selalu melalui jalan yang sama setiap hari.Itu akan membuat mereka mudah melakukan rencana jahat mereka mencelakakan kamu,” lanjutnya.

“Oh ya, jangan lupa sembunyikan berkas-berkas berharga kamu di tempat yang aman. Jangan kamu simpan di kantor. Mereka akan bisa mencurinya. Selain itu selalu periksa ruangan dan alat kerja kamu secara teliti sebelum memakainya. Dan jangan makan sembarang makanan yang kamu tidak tahu asal dan pembuatnya.”

“Baiklah paman. Terima kasih atas nasihat dan peringatan paman. Saya akan berhati-hati.”

Andragi segera pamit pulang setelah mendapat berbagai nasihat lainnya. Sesampai di rumahnya ia segera jatuh tertidur sehabis makan malam. Tubuhnya terasa sangat lelah setelah menjalani hari yang penuh ketegangan, terutama dalam rapat siang tadi.

- Anak Langit Di Negeri Pelangi -

sebelumnya lsesudahnya


  1. Kejar dan Habisi Dia !
  2. Begini Rasanya Mati
  3. Pagar Makan Tanaman
  4. Membongkar Pembelian Fiktif
  5. Antara Pacar dan Sepeda Motor
  6. Senyum Yang Terindah
  7. Hanya Gila Tapi Tidak Bodoh
  8. Dia yang Berkotbah, Dia Yang Korup
  9. Para Saksi Harus Dilenyapkan
  10. Pemerintahnya Ganti, Sistemnya Sama Saja
  11. Korupsi Berjamaah: Sistemik
  12. Korupsi Berjamaah: Mentalitas Proyek
  13. Bos Koruptor Di Posisi Kunci

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun