Mohon tunggu...
Anak Langit
Anak Langit Mohon Tunggu... -

Kisah petualangan Anak Langit dalam memerangi degradasi moral di negeri pelangi yang sangat korup dan carut marut oleh keserakahan itu.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pagar Makan Tanaman

27 Maret 2010   12:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:09 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

aldnp 03

Seminggu yang lalu ia dihadang segerombolan orang saat pulang kerja, selepas kerja lembur. Pada saat itu ia sedang mengendarai motornya melaju menembus jalanan kota yang mulai agak berkurang kepadatannya. Padahal ia telah dengan sengaja mengambil jalan yang cukup ramai meskipun lebih jauh jarak tempuh menuju rumahnya. Tetapi karena saat itu sudah agak larut malam, suasana jalan sudah mulai sepi. Sebelumnya ia telah diingatkan oleh Jira, teman baiknya, agar hati-hati sepulang lembur karena ada usaha untuk mencelakakan dirinya.

“Hati-hati kawan, lemburmu ini sepertinya hanya akal-akalan saja,”katanya.

“Kenapa begitu? Memang sudah tugasku menyelesaikan masalah administrasi yang kacau ini.” jawabnya.

“Iya, tetapi kekacauan itu sengaja dibuat supaya kamu kena lembur. Aku tahu karena data yang dimasukkan berkali-kali dibuat salah. Pertama karena jumlahnya tidak cocok, lalu dirubah. Berikutnya ada koreksi muatan yang masuk. Dan banyak lagi. Saat itu aku tidak sengaja melewati seorang pesuruh yang menggerutu karena ia harus bolak-balik mengangkut barang yang sama karena perintahnya dirubah-rubah. Kesalahan yang tidak semestinya ini sungguh mengundang kecurigaaku. Kan, sudah biasa mereka lakukan itu dengan rapi, masak sekarang kacau?”

“Alha, kamu terlalu berprasangka. Tetapi terimakasih atas peringatan itu.” katanya

“Aku tidak yakin memang, tetapi ada baiknya kamu berhati-hati.” kata Jira.

Bagaimanapun juga peringatan Jira membuatnya was-was dan tampaknya beralasan jika dikaitkan dengan kejadian-kejadian sebelumnya.

[caption id="" align="alignleft" width="260" caption="gb dari http://www.syarif1986.wordpress.com"][/caption]

Untung saat akan dicegat oleh segerombolan orang tak dikenal itu, melintas mobil patroli polisi. Dengan segera ia menjatuhkan dirinya dari motor seakan mengalami kecelakaan. Dua orang polisi lalu menghampirinya dan itu sudah cukup untuk menggagalkan niat para penghadangnya.

Anehnya, saat para polisi itu tahu ia tidak menderita luka yang serius, mereka bukannya menolong tetapi berusaha memerasnya.

“Saudara bisa naik motor tidak?! Coba lihat SIM-nya!”

“Ini pak,” jawabnya sambil menyodorkan Surat Ijin Mengemudi atas namanya.

Salah seorang polisi menelitinya sebentar. Ia membolak balik SIM itu,terlihat dengan jelassengaja mencari sesuatu yang salah di kartu itu. Tetapi tidak ada yang salah disitu.

Menyadari hal itu kawan polisi itu justru segera mencecarnya.

“Saudara telah mengendarai motor ini secara sembrono, danmembahayakan pengguna jalan yang lain. Saudara akan kami tilang!” katanya tegas.

“Tunggu dulu pak. Tadi saya dicegat para preman yang mau merampok, pak.”

“Saudara jangan bohong. Kami tidak melihat siapa-siapa disini!” kata seorang dari polisi itu sambil mengeluarkan buku tilang dan bolpen dari saku bajunya.

Tampaknya para polisi itu memang mencari alasan untuk menilangnya atau memojokkannya sedemikian rupa dan buntutnya seperti biasa,akan diselesaikan dengan uang damai. Ketika sedang berpikir demikian itu, tampak beberapa orang berjalan menuju mereka dari arah ia datang. Melihat ada orang lain yang menuju ke arahnya, timbul keberaniannya untuk menyangkal tuduhan para polisi itu.Matanya segera tertumbuk pada sebuah lubang di jalan yang memang tidak semuanya mulus itu.

“Betul, Pak! Saya tidak bohong! Saya melihat mereka akan mencegat saya. Karena kaget saya tidak bisa menghindari lubang di jalan itu sehingga saya jatuh. Kalau bapak mau menilang, tilang saja dinas pekerjaan umum yang tidak becus membuat jalan,” kilahnya sambil balas menyerang.

Melihat para pejalan kaki itu semakin mendekat dan tampaknya calon korbannya keras kepala, kedua polisi itu mengurungkan niatnya dan berjanjak pergi sambil meninggalkan nasihat khas mereka dengan senyum yang kecut.

“Ya sudah. Lain kali harus hati-hati kalau berkendaraan,” nasihatnya.

Mereka menuju kendaraan patrolinya dan segera berlalu.

“Dasar aparat bermental korup! Bukannya melindungi dan melayani rakyat, malah berusaha memeras. Dasar Pagar makan tanaman! Gimana Negara mau maju?” gerutunya sambil menegakkan motornya dan segera pula tancap gas menuju ke rumahnya.

- Anak Langit Di Negeri Pelangi -

sebelumnya lsesudahnya

  1. Kejar dan Habisi Dia !
  2. Begini Rasanya Mati
  3. Pagar Makan Tanaman
  4. Membongkar Pembelian Fiktif
  5. Antara Pacar dan Sepeda Motor
  6. Senyum Yang Terindah
  7. Hanya Gila Tapi Tidak Bodoh
  8. Dia yang Berkotbah, Dia Yang Korup
  9. Para Saksi Harus Dilenyapkan
  10. Pemerintahnya Ganti, Sistemnya Sama Saja
  11. Korupsi Berjamaah: Sistemik
  12. Korupsi Berjamaah: Mentalitas Proyek
  13. Bos Koruptor Di Posisi Kunci

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun